Pesan Rahbar

Home » , » Apakah Mukjizat Merusak Sistem Alam Semesta?

Apakah Mukjizat Merusak Sistem Alam Semesta?

Written By Unknown on Thursday 5 May 2016 | 13:03:00


Sebagaimana yang telah kita ketahui bahwa hukum sebab-akibat adalah hukum aqli yang tidak dapat berubah-ubah. Dan setiap dari keberadaan di alam semesta ini –merupakan keteraturan sistem dan kekuasaan tuhan –dalam lingkup hukum-hukum universal yang permanen dan pasti –yang membentuk sistem yang lebih baik –yang menemukan kedudukan wujudnya. Pertanyaannya adalah di manakah letak kedudukan mukjizat sebagai bagian dari peristiwa-peristiwa alam dalam sistem tersebut?

Walaupun sebagai pandangan sederhana bawah mukjizat adalah perkara yang luar biasa. Akan tetapi keluar biasaan ini tidak melazimkan kontradiksi dengan hukum-hukum yang pasti. Karena terealisasinya setiap hukum-hukum takwini (cipta) dalam sistem mata rantai hirarki alam semesta bergantung pada terwujudnya obyek (Maudhu’) dan terciptanya kondisi tertentu serta hilangnya penghalang, yang semua ini juga merupakan hasil dari hukum-hukum yang lain. Dengan kata lain, sebagaimana peletakan hukum-hukum wadh’i dan tasyri’i sesuai dengan kondisi, obyek (maudhu’) dan ketiadaan penghalang memungkinkan sebuah hukum mencegah terjadinya obyek hukum lain, dan terealisasinya salah satu dari hukum-hukum takwini juga memungkinkan hilangnya obyek hukum yang lain atau membatasinya.

Berdasarkan keistimewaan-keistimewaan yang ada memungkinkan obyek sebuah hukum memiliki syarat-syarat dan halangan-halangan yang lebih sedikit, pada akhirnya lebih banyak terwujud. Sedangkan hukum lain yang memiliki syarat-syarat dan halangan-halangan yang lebih banyak, pada akhirnya lebih sedikit terwujud. Akan tetapi tidak ada perbedaan setiap kali tercipta sebuah obyek dari hukum-hukum tersebut sesuai dengan sunnatullah yang pasti dan tetap.

Adapun kita membagi peristiwa-peristiwa menurut terjadi atau tidaknya pada da’im al-wuqu’, aktsari al-wuqu’, aqal al-wuqu dan musawi al-wuqu adalah sebuah pembagian yang relatif dan dengan membandingan satu dengan lainnya. Namun, jika kita renungkan kembali setiap hukum sesuai dengan syarat-syaratnya akan menjadi senantiasa (da’imi) terjadi dan pasti .

Jika suatu peristiwa berulang kali terjadi, kita menyebutnya dengan Kebiasaan (‘adat). Akan tetapi mukjizat keluar dari kebiasaan. Namun, jika kita melihat seluruh sistem alam semesta dan menamakannya dengan sunnah, maka mukjizat tidak hanya keluar dari sunnah, bahkan salah satu dari sunnatullah (hukum cipta Allah) yang tidak dapat berubah.

Sebagaimana Allah Swt menjadikan sifat api yang membakar dalam syarat-syarat tertentu. Begitu pula Ia menjadikan kenabian sebagai bagian dari sunnatullah, yakni tidak membiarkan manusia begitu saja tanpa seorang pemberi petunjuk. Setiap kali manusia membutuhkan seorang Nabi dan insan kamil juga ada, maka kenabian menjadi penting. Dan jika pembuktian kenabian butuh pada mukjizat, maka penampakan mukjizat menjadi dharuri bagi seorang Nabi yang telah memenuhi persyaratan dan hukum.

Akan tetapi semakin sedikit obyek dan syarat-syarat terwujudnya hukum ini, perbuatan yang keluar dari kebiasaan, pengaruh seorang nabi dan mengambil alih tabi’at serta menghilangkan hukum-hukum tabi’at yang lain, maka mukjizat kemungkinan kecil akan terjadi.

Demikian pula tidak ada sama sekali hukum yang dilanggar atas terjadinya mukjizat, bahkan dengan terpenuhinya syarat-syarat terwujudnya hukum mukjizat yang umum menyebabkan hilangnya obyek hukum yang keluar dari kebiasaan. Sebagaimana jika mata rantai sistem ruh yang berhubungan pada kejiwaan manusia mempengaruhi fisik dan menyebabkan pengobatan berbagai penyakit, maka peristiwa ini tidak melazimkan penafian dan pembekuan aturan-aturan kedokteran serta pengaruh obat terhadap badan manusia. Bahkan dengan terpenuhinya syarat-syarat untuk realisasi elemen ruh semacam hukum umum, maka tidak ada lagi obyek untuk realisasi pengaruh obat yang biasa .

Kebetulan saja kesitematisan alam semesta tak ubahnya seperti aturan-aturan kedokteran. Namun, berdasarkan dengan sunnatullah ada hukum-hukum lain yang berlaku di alam semesta, yang berperan sebagai ruh (kekuatan) alam semesta. Akan tetapi meminta pertolongan pada kekuatan tersebut, yakni menyingkap dan memanfaatkan kekuatan gaib dan alam metafisik yang berhubungan dengan asal-usul alam semesta (mabda’ ‘alam) dan kekuatan yang tak terbatas.

Mukjizat dari sudut pandang seorang nabi, yang memiliki kedudukan tinggi dan mendapatkan maqam risalah ilahi serta dari sisi ketuhanan dan kegaiban juga mendapatkan dukungan pancaran (faidh) khusus tuhan berdasarkan kemampuan dan kesiapan yang diperlukan.

(Muslim-Syiah/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Share this post :

Post a Comment

mohon gunakan email

Terkait Berita: