Sayid Farid Alatas, sosiolog dan pengajar universitas nasional Singapura dalam seminar Salafisme dan pengaruhnya dalam masyarakat di Kuala Lumpur mengatakan, salafi dan wahabi mencari pemberantasan kebudayaan-kebudayaan pribumi dan gerakan-gerakan yang terbentuk terhadap wahabisme memiliki performa ekstrem menyerupai salafi.
Menurut laporan IQNA, atase kebudayan Iran di Malaysia dalam sebuah laporan untuk IQNA mengumumkan, seminar salafi dan pengaruhnya di masyarakat diselenggarakan Sabtu (15/10) dengan dihadiri oleh para peneliti dari Inggris, Singapura, Malaysia, oleh markas telaah – penelitian timur dan barat Asia (Asiawe) yang bekerjasama dengan universitas Nottingham di Kuala Lumpur, Malaysia.
Faridah Noor Mohd Noor, ketua dialog peradaban universitas Malaya, Mohd Roslan bin Mohd Noor, ketua bagian riset telaah Islam universitas Malaya, Ali Mohammad Sabiqi, atase kebudayaan Iran di Malaysia, demikian juga para profesor Universitas Putra Malaysia (UPM) dan Nottingham serta para mahasiswa universitas negara ini hadir dalam seminar satu hari tersebut. Ahmad Fuad Rahmat, pengajar universitas Nottingham juga mengemban pengelolaan seminar tersebut.
Dalam seminar satu hari ini yang diselenggarakan dengan pidato Ms. Madawi Al-Rasheed, pengajar markas Timur Tengah sekolah ilmu politik dan ekonomi universitas London dan kritikus Arab Saudi Al Saud dan Sayid Farid Alatas, pengajar universitas nasional Singapura, juga diketengahkan dan dibahas pembahasan-pembahasan terkait Salafisme dan akar-akarnya serta pengaruh Salafisme terhadap persamaan-persamaan regional, dunia dan negara-negara multi ras, seperti kawasan Asia Tenggara, khususnya Malaysia dan demikian juga menilik kondisi Timur Tengah dari sudut pandang Asia Tenggara.
Ms. Madawi Al-Rasheed, pengajar markas Timur Tengah sekolah ilmu politik dan ekonomi universitas London, pembicara pertama seminar Salafisme dan pengaruhnya terhadap masyarakat membahas topik-topik seperti sejarah salafisme, ragam Salafisme, Salafi dalam perspektif Sosiologis dan faktor-faktor tendensi sebagian remaja terhadap Salafisme dalam masyarakat kontemporer.
Deskripsi Tiga Periode Salafisme
Awalnya ia mendeskripsikan tiga periode Salafisme, dan mengatakan bahwa tema tersebut amatlah pelik dan harus membedakan antara tiga periode tersebut. Periode pertama adalah Salafisme historis, yang dimulai dengan Ibnu Taimiyyah, periode kedua adalah Salafisme terkait upaya-upaya para tokoh seperti Jamaluddin al-Afghani dan Muhammad Abduh, dan periode ketiga adalah Salafisme kontemporer, yang mayoritas dari religious memiliki aspek politik.
Peneliti Arab Saudi yang tinggal di London ini mengatakan, periode ketiga Salafisme adalah sebuah gerakan religi – politik, yang dapat dikaji dari aspek ilmu sosialnya.
Ms. Madawi menyebut salah satu dimensi penting penyebaran Salafisme adalah dukungan-dukungan politik dan pemerintah dan mengatakan, para pendukung tersebut yang menginginkan kekuatan mengetengahkan Salafisme kepada masyarakat kontemporer sebagai identitas religi, dan jenis identitas religi ini memiliki daya pikat tersendiri bagi para remaja Timur Tengah yang sudah jenuh terhadap Demokrasi barat dan bahkan jauh melampaui wilayah tersebut.
Lebih lanjut ia membahas tentang tata cara penyebaran jenis Salafisme kontemporer di tengah-tengah para remaja kota dan peran Arab Saudi dalam pendidikan dan dukungan terhadap jenis Salafisme tersebut. "Salafisme kontemporer membutuhkan ranah politik guna merealisasikan tujuan-tujuannya, karenanya membutuhkan sebuah pemerintah atau kekhilafahan sehingga dapat meraih hasrat-hasratnya,” ucapnya.
Ms. Madawi, yang sudah satu tahun menjadi pengajar panggilan universitas nasional Singapura dan memiliki telaah luas dalam bidang sejarah, masyarakat, agama, politik di Arab Saudi, negara-negara pinggir Teluk Persia dan Timur Tengah, lebih lanjut membahas dan mengkaji Salafisme kontemporer dan modern berdasarkan empat komponen, Sosiologi, politik, konteks internasional dan masalah-masalah regional.
Faktor Tendensi ke Salafisme
Ia menyebut kurangnya masalah-masalah agama sehari-hari masyarakat, tantangan-tantangan di tengah-tengah generasi, demikian juga menghadapi pelbagai budaya dengan agama Islam termasuk faktor-faktor efektif sosial terhadap para remaja dan tendensi sebagian mereka menuju Salafisme.
Pengajar ini mengungkap modernism sebagai salah satu faktor, dimana dengan melihat sebagian perubahan-perubahan seperti globalisasi dan migrasi dari kota ke desa telah menyiapkan ranah peningkatan Salafisme dan para remaja saat ini dapat mendapatkan doktrin-doktrin Salafisme lewat sosial media dengan mudah dan tanpa beaya.
Ms. Madawi Al-Rasheed menambahkan bahwa saat ini kelompok ekstrem sedang mendakwahkan dan memublikasikan ideologi-ideologinya melalui sosial media seperti Youtube dan Twitter.
"Dalam beberapa dekade lalu, dimana Saudi sendiri masih belum memiliki ideologi wahabi yang kuat, mereka menggunakan pemikiran-pemikiran para tokoh seperti Abul ‘Ala al-Maududi dan para ulama Al-Azhar Mesir untuk memperkuat akar-akar wahabi, dan sekarang ini universitas Madinah dan Mekah telah memberikan teori-teori, ideologi-ideologi wahabi dan mengembangkannya lewat para mahasiwa dari pelbagai negara dunia yang menimba ilmu ke pusat-pusat keilmuan tersebut, meskipun semua alumnus yang selesai dari universitas tersebut bukanlah wahabi.
Takfir; Sarana Berbahaya Salafi
Ms. Madawi Al-Rasheed dengan mengisyaratkan bahaya-bahaya Salafisme untuk masyarakat terkini, juga menyebut takfir (pengkafiran) sebagai sarana paling berbahaya. "Salafi mencari pembuktian terbaik ideologinya di pelbagai bagian politik – ideologi dan menggunakan segala bentuk upaya untuk mendapatkan tujuan tersebut,” tegasnya.
Ms. Madawi Al-Rasheed demikian juga mengisyaratkan insiden-insiden Timur Tengah dan mengatakan, sebagai satu ranah internasional, kekuatan-kekuatan Barat dan Zionis di kawasan mencari kemaslahatan-kemaslahatan dirinya, dan ini adalah realita yang tidak dapat dipungkiri. Meski mereka senantiasa mengingkari hubungan dirinya dengan Salafisme, namun mereka memiliki peran signifikan dalam pembentukan dan perkembangan Salafisme.
Ms. Madawi Al-Rasheed dalam kelanjutan ucapannya mengisyaratkan mekanisme pembentukan wahabi di Arab Saudi dan pembunuhan, penjarahan di awal pembentukan pemerintah Al Saudi di Hijaz Ahlusunnah kawasan ini. Ia mengatakan, sekarang ini pendukung wahabi di Saudi terbagi menjadi dua kelompok; pendukung pemerintah dan penentangnya, sementara mereka berkeyakinan bahwasanya kepemimpinan telah melenceng dari rute asli yang telah digambarkan oleh Muhammad bin Abdul Wahhab dan Muhammad bin Abdul Aziz, para pendiri wahabi dan rezim Al Saud dan harus dikembalikan ke rute semula.
Ia mengungkapkan, selama perang dingin antara Amerika dan Uni Soviet, Washington juga menggunakan Arab Saudi sebagai mainannya untuk kemenangan Amerika dalam melawan Uni Soviet.
Salafisme; Faktor Mendasar Ekstremisme
Farid Alatas, sosiolog dan pengajar universitas nasional Singapura, penceramah kedua seminar ini juga menegaskan bahwa Salafisme sebagai faktor mendasar ekstremisme. Ia mengatakan, harus diperhatikan bahwa Salafisme bukanlah metode ektremisme semata dan ekstremisme juga ada di tengah-tengah para penganut mazhab lainnya, termasuk sebagian Syiah dan Ahlusunnah .
Pengajar universitas ini lebih lanjut dengan membedakan antara ekstremisme kekerasan dan tidak keras mengatakan, terkadang juga terlihat sebuah ekstremisme non fisik, dan ini juga dapat berbahaya.
Demikian juga ia dengan mengisyaratkan kalimat Dr. Ali Syariati tentang Islam kawasan Asia Timur dengan nama Islam tersenyum, mengatakan, topik ini menyatakan bahwa Islam Asia Timur adalah Islam moderat, merupakan sebuah pembahasan yang pernah disampaikan pada beberapa dekade lalu, yang digeneralkan kepada sebagian negara-negara kawasan Asia Tenggara seperti Indonesia dan Malaysia, namun makna ini pada tahun-tahun terakhir tidak termanifestasikan untuk negara-negara tersebut karena sikap-sikap salafi sebagian tokoh dan pemerintahannya.
Salafi dan Wahabi mencari Pemberantasan Kebudayaan Pribumi
Pengajar universitas ini mengisyaratkan bahwa salafi dan wahabi mencari pemberantasan budaya-budaya pribumi. Ia mengatakan, memang benar di Malaysia sebagian fraksi telah terbentuk melawan Wahabisme, namun itu semua juga memiliki performa ekstrem menyerupai salafi, dimana ini juga dianggap sebagai sebuah prosedur yang berbahaya.
Di penghujung seminar para pembicara menjawab pertanyaan-pertanyaan yang dilontarkan para hadirin, seperti urgensi berlepas diri kelompok Ahlusunnah terhadap wahabi dan Salafisme seperti apa yang terjadi di Grozny, mekanisme interaksi antar pelbagai mazhab dalam kesultanan Oman, nasib masa depan masyarakat Arab Saudi dan lain-lain.
Universitas Nottingham terletak di kota Nottingham Inggris dan memiliki cabang di China dan Malaysia.
(IQNA/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Post a Comment
mohon gunakan email