Acara Halaqah Alim Ulama se-Jawa Tengah di kantor Pengurus Cabang Nahdhatul Ulama Kabupaten Tegal menjadi momentum penolakan program lima hari sekolah, yang dicanangkan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Penolakan program lima hari sekolah ini diwujudkan dengan penandatanganan naskah deklarasi yang berisi desakan agar Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Muhadjir Effendi, mencabut Permendikbud Nomor 23 tahun 2017 tentang Hari Sekolah.
Ada lima poin sikap ulama se-Jawa Tengah yang tertuang dalam naskah deklarasi itu. Pertama, menolak dengan keras kebijakan lima hari sekolah (LHS). Kedua, menuntut kepada Mendikbud Muhadjir Effendi untuk membatalkan dan mencabut Permendikbud Nomor 23 Tahun 2017 tentang Lima Hari Sekolah yang telah menimbulkan keresahan sosial. Ketiga, meminta kepada Mendikbud untuk lebih mendengarkan aspirasi masyarakat. Keempat, pemerintah didesak tidak memberlakukan kebijakan lima hari sekolah. Kelima, menyarankan agar Mendikbud lebih berkonsentrasi menyelesaikan masalah-masalah pendidikan nasional yang krusial seperti merumuskan kurikulum antiradikalisme, antikorupsi, profesionalitas guru, dan lainnya.
Menurut Rais Syuriah PWNU Jawa Tengah KH Ubaidullah Shodaqoh, program lima hari sekolah akan jelas berpotensi membuat madrasah diniyah gulung tikar dan kekurangan murid. Menurutnya, sikap penolakan kebijakan lima hari sekolah semata-mata karena memperjuangkan nasib dan eksistensi madrasah diniyah.
“Jika madrasah diniyah sudah tidak memiliki murid, ini berarti akan banyak anak-anak yang tidak bisa membaca Alquran, tidak tahu tata cara bersuci, beribadah, dan tidak tahu ajaran-ajaran para ulama,” kata Ubaidillah, Selasa (1/8/2017).
Sementara itu, Bupati Tegal, Enthus Susmono, mengaku jadi Bupati pertama yang menolak kebijakan waktu sekolah lima hari dalam seminggu. “Saya tidak setuju dengan kebijakan itu. Apa pun risikonya, [saya] siap,” kata Enthus.
Di Kabupaten Tegal, Enthus mengaku telah menginstruksikan kepada kepala dinas pendidikan untuk tetap mengadakan sekolah selama enam hari supaya tidak mematikan madrasah diniyah, taman pendidikan Alquran (TPQ) dan pondok pesantren.
“Saya sudah menyampaikan ke semuanya, saya menolak lima hari sekolah. Kepala dinas (pendidikan) itu berada di bawah Bupati. Jadi, kalau Bupatinya menolak, Kepala Dinas harus mengikuti,” katanya.
(Islam-Indonesia/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Post a Comment
mohon gunakan email