Pertanyaan:
Berkenaan dengan rezeki 'yang mencari' dan rezeki 'yang dicari', apakah kedua rezeki ini sama dengan rezeki yang dimaksud dalam doa fatimah azzahra yakni rezeki yang terduga dan tak terduga? jika sama, mengapakah ada doa jika rezeki yang terduga itu adalah rezeki yang tak bisa dirubah (rezeki 'yang mencari')?
Jawaban Global:
Sebagian rezeki entah manusia mengejarnya atau tidak akan datang kepada manusia. Apakah dapat diingkari bahwa cahaya sang surya datang ke kediaman kita tanpa adanya usaha yang kita lakaukan atau curahan hujan yang mengguyur rumah kita tanpa adanya upaya yang kita kerjakan? Apakah dapat dinegasikan bahwa akal, kecerdasan dan potensi yang telah dicadangkan semenjak hari pertama kedatangan kita ke muka bumi ini tanpa adanya usaha dari kita? Namun seluruh anugerah yang datang tanpa peluh ini, berkat kemurahan Tuhan, sampai ke kepada kita. Apabila kita tidak merawat dan menjaganya dengan baik maka ia akan lepas dari tangan kita atau tidak ada gunanya sama sekali.
Sebuah hadis yang populer dari Imam Ali As diriwayatkan, “Ketahuilah anakku! Sesungguhnya rezeki itu ada dua, rezeki yang engkau cari dan rezeki yang mencarimu.”[1] Hadis ini juga sejatinya tengah menyinggung masalah ini.
Demikian juga tidak dapat diingkari bahwa pada sebagian urusan manusia tidak perlu bersusah payah, namun berdasarkan satu silsilah kejadian ia memperoleh sebuah karunia. Peristiwa ini meski dalam pandangan kita sebuah kejadian kebetulan namun pada kenyataannya dan dari sudut pandang penciptaan terdapat perhitungan di dalamnya. Tanpa ragu kalkulasi rezeki seperti ini tentu berbeda dengan rezeki yang diperoleh dengan usaha dan hadis di atas boleh jadi tengah berbicara tentang masalah ini.
Bagaimanapun poin penting dari seluruh ajaran Islam menyatakan kepada kita bahwa untuk menyediakan kehidupan yang lebih baik secara material atau spiritual, manusia harus berupaya lebih giat, dan lari dari pekerjaan dengan anggapan bahwa rezeki seluruhnya telah ditentukan adalah anggapan yang keliru.[2]
Apa yang pasti, di samping seluruh persoalan ini, asas dan dasar pencarian rezeki adalah usaha dan aktivitas benar, positif dan konstruktif serta jauh dari segala bentuk ifrath dan tafrith karena demikianlah rezeki ideal dan dapat diprediksi sebelumnya. Namun rezeki-rezeki yang diperoleh tanpa usaha manusia sifatnya aksidensial tidak esensial dan fundamental. Dan boleh jadi atas dasar ini, Ali As dalam tuturannya pada level pertama, menyebutkan rezeki-rezeki yang dicari manusia kemudian menyebutkan rezeki yang mencari manusia.[3]
Dalam al-Kâfi dikutip dari Muhammad bin Yahya, dari Ahmad bin Muhammad dan sebagian sahabat kami (mazhab Imamiyah), dari Sahal bin Ziyad, dari Ibnu Mahu, dari Ai Hamzah Tsumali, dari Imam Baqir As diriwayatkan bahwa Rasulullah Saw pada hajjatul wida’ bersabda, “Ketahuilah bahwa ruh al-amin mewahyukan kepadaku bahwa tiada manusia yang akan mati kecuali ia telah memakan seluruh rezekinya dan ia tidak lagi memiliki rezeki di sisi Tuhan. Takutlah kepada Allah dan janganlah menyimpang dalam memperoleh rezeki. Tempuhlah jalan yang benar dan terlambat dalam memperoleh rezeki jangan sampai membuatmu membangkang perintah Tuhan karena Allah Swt telah membagikan rezeki halal di antara makhluk-Nya dan tidak membaginya secara haram. Apa yang dibagikan Tuhan adalah rezeki halal bukan rezeki haram. Karena itu barang siapa yang bertakwa kepada Allah dan menahan diri maka ia akan memperoleh rezekinya melalui jalan halal. Dan barang siapa yang melanggar titah Tuhan maka ia akan mendapatkan rezekinya dengan jalan haram. Rezeki halalnya akan menuntut balas darinya kelak dan sebagai hasilnya seukuran makanan halal yang seharusnya ia makan ia memakan makanan haram tidak lebih. Bedanya hal itu akan diperhitungkan di hari kiamat.[4]
Adapun rezeki yang tidak diduga-duga atau tidak disangka-sangka (min haits la yahtasib) diadopsi dari ayat-ayat al-Quran; yaitu rezeki yang tidak diprediksi sebelumnya yaitu rezeki yang mencari.
Pertama: “Barang siapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan memberikan jalan keluar baginya, dan memberi rezeki kepadanya dari arah yang tidak dia sangka-sangka. Dan barang siapa yang bertawakal kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupkannya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan (yang dikehendaki)-Nya. Sesungguhnya Allah telah menciptakan ketentuan bagi segala sesuatu.”[5]
Kedua: “Lalu Tuhannya menerimanya (sebagai nazar) dengan penerimaan yang baik, dan mendidiknya dengan pendidikan yang baik dan Allah menjadikan Zakaria pemeliharanya. Setiap kali Zakaria masuk untuk menemui Maryam di mihrab, ia dapati makanan di isinya. Zakaria berkata, “Hai Maryam, dari mana kamu memperoleh (makanan ) ini?” Maryam menjawab, “Makanan itu berasal dari sisi Allah Sesungguhnya Allah memberi rezeki kepada siapa yang dikehendaki-Nya tanpa hisab.”[6]
Ringkasnya kadang kala kita berupaya mencari rezeki dan berhasil memperolehnya maka rezeki ini adalah rezeki yang dicari (mathlub) dan sifatnya min haits yahtasib (dapat diprediksi sebelumnya). Namun terkadang juga tanpa harus berusaha dan bekerja keras bahkan tanpa kita pikir sebelumnya rezeki sampai ke tangan kita. Rezeki seperti ini disebut seagai rezeki yang mencari (thâlib) dan sifatanya min haits la yahtasib (tidak disangka-sangka).
Referensi:
[1]. Nahj al-Balâghah, hal. 404,Dar al-Hijrah, Qum.
[2]. Nasir Makarim Syirazi, Tafsir Nemuneh, jil. 9, hal. 22 dan 23, Dar al-Kutub al-Islamiyah, Teheran, Cetakan Pertama, 1374 S.
[3]. Ibid, jil. 11, hal. 320, dengan sedikit perubahan.
[4]. Muhamad Yakub Kulaini, al-Kâfi, jil. 5, hal. 80, Dar al-Kutu al-Islamiyah, Teheran, 1365 S.
«عَنْ أَبِی جَعْفَرٍ ع قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ ص فِی حَجَّةِ الْوَدَاعِ أَلَا إِنَّ الرُّوحَ الْأَمِینَ نَفَثَ فِی رُوعِی أَنَّهُ لَا تَمُوتُ نَفْسٌ حَتَّى تَسْتَکْمِلَ رِزْقَهَا فَاتَّقُوا اللَّهَ عَزَّ وَ جَلَّ وَ أَجْمِلُوا فِی الطَّلَبِ وَ لَا یَحْمِلَنَّکُمُ اسْتِبْطَاءُ شَیْءٍ مِنَ الرِّزْقِ أَنْ تَطْلُبُوهُ بِشَیْءٍ مِنْ مَعْصِیَةِ اللَّهِ فَإِنَّ اللَّهَ تَبَارَکَ وَ تَعَالَى قَسَمَ الْأَرْزَاقَ بَیْنَ خَلْقِهِ حَلَالًا وَ لَمْ یَقْسِمْهَا حَرَاماً فَمَنِ اتَّقَى اللَّهَ عَزَّ وَ جَلَّ وَ صَبَرَ أَتَاهُ اللَّهُ بِرِزْقِهِ مِنْ حِلِّهِ وَ مَنْ هَتَکَ حِجَابَ السِّتْرِ وَ عَجَّلَ فَأَخَذَهُ مِنْ غَیْرِ حِلِّهِ قُصَّ بِهِ مِنْ رِزْقِهِ الْحَلَالِ وَ حُوسِبَ عَلَیْهِ یَوْمَ الْقِیَامَةِ».
[5]. (Qs. Al-Thalaq [65]:2-3)
«وَ مَنْ یَتَّقِ اللَّهَ یَجْعَلْ لَهُ مَخْرَجاً وَ یَرْزُقْهُ مِنْ حَیْثُ لا یَحْتَسِبُ وَ مَنْ یَتَوَکَّلْ عَلَى اللَّهِ فَهُوَ حَسْبُهُ إِنَّ اللَّهَ بالِغُ أَمْرِهِ قَدْ جَعَلَ اللَّهُ لِکُلِّ شَیْءٍ قَدْراً».
[6]. (Qs. Ali Imran [3]:37)
«فَتَقَبَّلَها رَبُّها بِقَبُولٍ حَسَنٍ وَ أَنْبَتَها نَباتاً حَسَناً وَ کَفَّلَها زَکَرِیَّا کُلَّما دَخَلَ عَلَیْها زَکَرِیَّا الْمِحْرابَ وَجَدَ عِنْدَها رِزْقاً قالَ یا مَرْیَمُ أَنَّى لَکِ هذا قالَتْ هُوَ مِنْ عِنْدِ اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ یَرْزُقُ مَنْ یَشاءُ بِغَیْرِ حِسابٍ».
(Islam-Quest/ABNS)
Post a Comment
mohon gunakan email