Sarinah, pengasuh Soekarno semasa kecil, suatu kali mengatakan “Karno, pertama kamu harus mencintai ibumu, lalu kamu harus mencintai rakyat jelata. Kamu harus mencintai manusia umumnya”. Bung Karno sangat dekat dengan Sarinah, seorang perempuan desa yang bukan hanya mengasuhnya, tapi yang utama mengajari Bung Karno tentang cinta kasih, kepada sesama dan terlebih kepada rakyat kecil.
“Ia mbok saya”, ujar Bung Karno. Lebih dari seorang gadis pengasuh yang membesarkan Soekarno kecil, Sarinah adalah perempuan sederhana yang memberikan pendidikan budi pekerti dan nilai-nilai kemanusiaan kepada Soekarno. “Sarinah mengadjarku untuk mentjintai rakjat, massa rakjat, rakjat djelata”, kata Soekarno dalam otobiografinya yang ditulis Cindy Adams. Soekarno banyak belajar mencintai orang kecil dari Sarinah.
Tahun 1963 Soekarno menulis buku “Sarinah, Kewadjiban Wanita dalam Perdjoeangan Repoeblik Indonesia” yang merupakan kumpulan materi kursus wanita yang diberikan sendiri oleh Bung Karno. Dalam kata pengantar bukunya, Soekarno menulis;
“Apa sebab saya namakan kitab ini Sarinah? Saya namakan kitab ini Sarinah sebagai tanda terima kasih saya kepada pengasuh saya ketika saya masih kanak-kanak. Pengasuh saya itu bernama Sarinah. Dia mbok saya. Dia membantu ibu saya. Dari dia saya menerima banyak rasa cinta dan rasa kasih. Dari dia, saya mendapat banyak pelajaran mencintai orang kecil. Dia sendiri pun orang kecil. Tetapi budinya selalu besar. …Moga-moga Tuhan membalas kebaikan Sarinah.”
Pelajaran hidup dari Sarinah ini yang membesarkan Soekarno sehingga melahirkan ide dan gagasan besar tentang kerakyatan dan kemanusiaan dengan menjalani hidup yang sederhana dan bersahaja. Kesederhanaan hidup Si Bung Besar menjadi teladan hidup.
Arsilan (91 tahun), tukang kebun di rumah Bung Karno di Pegangsaan Timur 56, suatu kali bercerita, ia sering menyaksikan Bung Karno dan anggota keluarganya makan hanya dengan lauk ikan asin dan lalapan. Perabotan rumah juga jauh dari mewah. Bung Karno menghormati pembantu dengan teladan bersikap egaliter kepada semua orang, tanpa membedakan, memperlakukan mereka mulai dari tamu sampai pembantu secara sama untuk semuanya. “Ini berlaku untuk semuanya. Menurut Bung Karno, pembantu sudah capek jadi tak boleh direpotkan lagi,” ujar Arsilan (Intisari, Agustus 2015).
Cinta dari Sarinah mengalir sampai jauh sepanjang waktu dalam diri Soekarno menjadi sosok Soekarno yang selalu mencintai: Tuhan, Tanah Airnya, dan sesama manusia. Demi semua itu seluruh pemikiran dan tindakan Bung Karno bermuara. Semangat kerahiman cinta itu pula yang membuat para wartawan asing sangat terharu tatkala menyaksikan Presiden Soekarno menyembah (sungkem) ibunya, meletakkan kepalanya di pangkuan ibunya dan baru bangkit setelah ibunya selesai mengelus-elus kepalanya.
Dari asuhan Sarinah, orang kecil tetapi selalu berbudi besar, Soekarno kecil belajar rasa cinta dan rasa kasih. Saat Bung Besar memimpin Republik, ketulusan rasa cinta itu yang setulusnya Si Bung deraskan sampai akhir hayatnya. Demi Persatuan Indonesia.
(Sejarah-kita/Berbagai-Sumber-Sejarah/ABNS)
Post a Comment
mohon gunakan email