Pesan Rahbar

Home » » Sukarno-Hatta dan Kucingnya. Kucing disayangi oleh berbagai kalangan, mulai dari Nabi, kepala negara, sampai rakyat biasa. Sukarno: “Ayah tidak suka dengan anjing dan kami tidak pernah memeliharanya,” kata Gemala. “Meskipun anjing adalah binatang najis menurut agama Islam, ayah tidak suka pada orang yang menganiaya binatang.”

Sukarno-Hatta dan Kucingnya. Kucing disayangi oleh berbagai kalangan, mulai dari Nabi, kepala negara, sampai rakyat biasa. Sukarno: “Ayah tidak suka dengan anjing dan kami tidak pernah memeliharanya,” kata Gemala. “Meskipun anjing adalah binatang najis menurut agama Islam, ayah tidak suka pada orang yang menganiaya binatang.”

Written By Unknown on Wednesday 23 March 2016 | 20:08:00

Foto: Micha Rainer Pali/Historia.

ULAH Danang Sutowijoyo, warga Berbah Sleman, yang membunuh sembilan kucing liar dengan senapan angin dan mengunggah fotonya ke akun jejaring sosialnya, menuai kecaman. Bahkan Organisasi Animal Defenders melaporkannya ke Kepolisian Resor Sleman pada 5 Maret lalu.

Kucing merupakan hewan yang banyak dipelihara. Nabi Muhammad menyukai dan menyayangi kucing. Sahabatnya, yang setelah masuk Islam bernama Abdul Rahman, lebih dikenal sebagai Abu Hurairah, artinya “bapak kucing”, karena menyayangi kucing dan sering bermain-main dengannya. Karena itu, Islam melarang menyakiti kucing.

Proklamator kemerdekaan Indonesia, Sukarno dan Mohammad Hatta, juga menyayangi dan memelihara kucing.

Ketika diasingkan di Ende Flores, Sukarno memiliki sekelompok “sahabat” khusus, yakni kera dan kucing. Menurut Jae Bara, pengawal Sukarno selama di Ende dalam Bung Karno: Ilham dari Flores untuk Nusantara, “jumlahnya 35 ekor kucing.”

Begitu pula ketika dipindahkan ke Bengkulu. Menurut AM Hanafi, dutabesar Indonesia untuk Kuba pada 1965, Inggit memelihara seekor kucing; mending kucing anggora yang bulunya halus-bagus, ini kucing kampung yang lepas tak punya tuan. “Kucing itu dipungut dan dipelihara, saya mengetahui hal itu ketika sama-sama di Bengkulu,” kata Hanafi dalam AM Hanafi Menggugat. “Nah, Bung Karno suka juga mengelus-ngelusnya, karena kucing itu suka menunggu di dekat Bung Karno kalau Bung Karno habis sembahyang.”

Selain kucing, Sukarno memelihara anjing. Ketika Rachmawati melihat seekor pekingnese putih tengah mengibas-kibaskan ekor di dekat kaki ibunya, Fatmawati, dia berkata: “Sepertinya Rachma menyayangi anjing, Bu.”

“Anjing dan kucing,” kata Fatmawati, dalam Suka Duka Fatmawati Sukarno karya Kadjat Adra’i.

Rachmawati, anak ketiga Sukarno dan Fatmawati, kemudian memelihara kucing kesayangannya jenis anggora.

Waktu diasingkan ke Banda Naira, Hatta memelihara banyak kucing. “Oom Kaca Mata memelihara beberapa ekor kucing berwarna harimau di rumah barunya. Beliau memang seorang penyayang kucing. Semua kucing peliharaannya adalah kucing jantan,” kata Des Alwi dalam Bersama Hatta, Sjahrir, dr. Tjipto & Iwa R. Sumantri di Banda Naira.

Anehnya, Hatta menamai kucing-kucing itu dengan nama diktator yang dibencinya: Hitler, Mussolini, Franco dan Turky. Mungkin setelah dia gemas membaca ulasan berita politik luar negeri, misalnya, kucing yang kulitnya mirip macan diberi nama Hitler, sedangkan kucingnya yang putih belang-belang hitam diberi nama Tito.

Di rumahnya di Jakarta, Hatta mempunyai banyak kucing sedangkan di Megamendung memelihara kucing, kelinci, dan ikan. Kucing kesayangannya bernama Jonkheer (gelar bangsawan pada masyarakat Belanda), dan ikan kesayangannya bernama Si Rabun sebab matanya memang rabun.

“Ayah senantiasa memberi contoh pada kami dalam mencintai binatang,” kata Gemala Rabi’ah Hatta, anak kedua Hatta, dalam Pribadi Manusia Hatta.

Hatta senantiasa memperhatikan kucing-kucingnya; memberi makan dengan daging yang dipotong kecil-kecil; membagi porsi makanan dengan adil; serta menjentik kucing besar yang rakus dan berusaha menghabiskan porsi kawannya.

“Dalam hal ketertiban ini Ayah memandang Jonkheer sebagai kucing yang tahu berdisiplin,” kata Gemala. Bila sedang keluar rumah, Jonkheer menunggunya pada saat kira-kira Hatta akan kembali ke rumah. Ia juga tahu jadwal kegiatan Hatta; kapan mandi atau ke ruang perpustakaan. Waktu Hatta sakit, ia tidak suka makan dan mengeong-ngeong di muka kamar seakan ikut merasakan sakit tuannya.

“Ayah tidak suka dengan anjing dan kami tidak pernah memeliharanya,” kata Gemala. “Meskipun anjing adalah binatang najis menurut agama Islam, ayah tidak suka pada orang yang menganiaya binatang.”

(Historia/Berbagai-Sumber-Sejarah/ABNS)
Share this post :

Post a Comment

mohon gunakan email

Terkait Berita: