Kelahiran
Berbagai nama telah disebutkan untuknya; Sayid Hasan, Muhammad Hasan bin Mahmud bin Isma'il, dan Muhammad bin Isma'il bin Fathullah bin Abid bin Lutfullah bin Muhammad Mukmin Husaini Syirazi. Tapi dia lebih dikenal dengan panggilan Mirza Syirazi. Dia adalah ulama Syi'ah Imamiah yang lahir di Syiraz pada tahun 1230 H. dan hidup di bawah tanggungan pamannya Mirza Husain Musawi.
Pendidikan
Belum genap enam tahun dari usianya dia sudah mampu membaca dan menulis secara sempurna, setelah itu dia mulai mempelajari sastra arab, kemudian dilanjutkannya dengan pelajaran fikih dan usul fikih.
Pada tahun 1248 H. dia melanjutkan pendidikannya di kota Isfahan. Pada zaman itu, kota Isfahan merupakan pusat ilmu. Dia menimba ilmu dari para ulama terkemuka di sana seperti Syekh Muhammad Taqi, penulis kitab Hâsyiyah Al-Mu‘allim, Sayid Hasan Bid Abadi yang dikenal dengan panggilan Mudaris, dan Mulla Muhammad Ibrahim Kalbasi.
Kemudian pada tahun 1269 H. dia berhijrah ke kota Najaf Asyraf untuk menuntut ilmu dari guru-guru besar di sana, khususnya dia senantiasa mengikuti pelajaran Syekh Anshari sampai pada jenjang tinggi yang menjadi sorotan semua pelajar yang lain. Mirza Syirazi selalu menyertai Syekh Anshari sampai sang guru meninggal dunia.
Kepemimpinan Ilmu dan Agama
Pasca kematian Syekh Anshari pada tahun 1281 H., praktis Mirza Syirazi dan Sayid Husain Hujjat Kuhkamari sama-sama menduduki posisi kepemimpinan ilmu dan agama umat Syi’ah, tapi setelah Ayatullah Kuhkamari meninggal dunia maka Mirza Syirazi harus memikul tanggungjawab yang sangat berat ini sendirian dan lambat laun dia menjadi satu-satunya marja’ taklid umat Syi’ah Imamiah di dunia saat itu.
Selama menjadi marja’, Mirza Syirazi berusaha untuk tetap menjaga kemandirian sistem marja’iah dari penguasa dan pemerintah baik secara politik maupun ekonomi. Itulah sebabnya ketika Nasirudin Syah –penguasa kerajaan Qajar- berkunjung ke Atabat Aliat pada tahun 1287 H. dia tidak menyambut kedatangannya, padahal mayoritas ulama setempat pada waktu itu sama-sama menyambut kedatangan raja, bahkan dia juga tidak sudi menerima uang yang dikirimkan raja untuknya. Untuk itu, Nasirudin Syah mengutus menterinya, Hasan Khan kepada Mirza untuk membicarakan masalah ini dan memintanya agar menemui raja. Mirza Syirazi beralasan kalau dirinya seorang darwisy yang tidak berurusan dengan harta dan kekuasaan. Namun, menteri bersikukuh merayunya untuk mau bertemu dengan raja seraya mengusulkan pertemuan itu dilakukan di Halaman Syarif Alawi. Pada akhirnya mereka pun bertemu di sana. Dengan demikian, Mirza Syirazi menempati posisi yang mulia di mata raja dan pada saat yang sama dia tetap menjauhkan penguasa dari sistem marja’iah agar tetap merdeka dalam menghadapi dilema dalam negeri dan luar negeri.
Pada tahun 1288 H. Mirza Syirazi berhijrah ke kota Samera, ada yang mengatakan bahwa dia hijrah ke sana karena permohonan masyarakat luas, ada juga yang menyebutkan sebab kepergian itu adalah adanya kelompok-kelompok yang bodoh di kota tersebut, tapi alasan paling tepat untuk itu adalah krisis ilmu dan budaya di kota Samera. Alasan itu mendesak Mirza Syirazi untuk menjalankan kewajiban syar’inya dan menyampaikan ajaran-hukum Islam di sana. Seiring dengan itu, sebagian dari ulama, guru dan pelajar agama ikut berhijrah ke kota Samera bersama Mirza. Kedatangan mereka ke sana membuat kota itu menjadi sorotan masyarakat luas, sehingga pada periode itu pula muncullah gerakan intelektual yang istimewa di sana dan otomatis menarik kedatangan para pecinta ilmu dari berbagai penjuru dunia.
Gerakan Sosial dan Politik
Mirza Syirazi sangat memperhatikan kondisi masyarakat, khususnya para fakir dan miskin, dia senantiasa memberikan bantuan kepada mereka, dia membuat berbagai rencana pembangunan untuk kota Samera, dia berhasil mendirikan pasar dan sekolahan yang besar di sana, bahkan dia juga telah membangun jembatan di atas sungai besar Dajlah. Di akhir hayatnya, kota Samera mengalami sederet fitnah dan kekacauan yang sengaja dibuat oleh penguasa saat itu. Maka dari itu para ulama Najaf memohonnya agar meninggalkan kota Samera menuju kota Najaf. Tapi Mirza tidak mau dan tetap tinggal di sana sampai meninggal dunia.
Pada masa kekuasaan Nasirudin Syah Qajar, Inggris bermaksud untuk mendominasi pusat-pusat dan sumber ekonomi Iran. Namun, Mirza Syirazi memimpin Revolusi Tembakau pada tahun 1309 H. untuk menentang rencana busuk tersebut. Nasirudin Syah telah memberikan hak tanam tembakau dan penyebarannya kepada Inggris, maka Mirza Syirazi mengeluarkan fatwa haram memakai tembakau, masyarakat serempak mengikuti fatwa itu sehingga Nasirudin Syah pun terpaksa membatalkan perjanjiannya dengan Inggris. Dengan berbagai cara dan iming-iming Inggris hendak merayu Mirza Syirazi agar merubah keputusannya, tapi mereka tidak pernah berhasil.
Mulai zaman itu dan sampai sembilan tahun Mirza Syirazi sangat menekankan identitas dan persatuan umat Islam dalam menghadapi serangan-serangan dunia Barat. Suatu ketika, orang-orang sunni di kota Samera melempari dia dengan batu. Mengetahui kejadian itu, konsuler Inggris di Baghdad mendatanginya dan menawarkan reaksi kuat pemerintah atas kelancangan tersebut, sebaliknya Mirza mengatakan, ‘kejadian itu adalah tindakan yang tidak disengaja dan kekanak-kanakan, itu kan cuman tingkah anak-anak kecil yang sedang bermain di jalan, maka dari itu sama sekali tidak ada perlunya Inggris turut campur dalam persoalan-persoalan yang sama sekali tidak ada hubungannya dengan mereka.’ Konsuler inggris pulang dengan tangan hampa, putus asa dan hina. Ini hanya sekedar contoh usaha Mirza Syirazi dalam menanamkan dasar-dasar perjuangan politik di tengah lembaga marja’iah.
Dengan demikian, lembaga marja’iah selain gigih menentang kediktatoran dalam negeri juga siaga terus melawan pendudukan unsur-unsur asing yang bermain di balik kediktatoran penguasa Qajar; penguasa yang terkadang menjadi alat bagi Rusia, dan terkadang pula menjadi alat bagi Inggris. Lembaga marja’iah yang dipimpin oleh Mirza Syirazi itu memperjuangkan gagasan-gagasan reformasi politik dengan prinsip melawan penguasa dikatator dan membangun negara yang undang-undang.
Karya
Di antara karya-karya Mirza Syirazi adalah panduan hukum dari bab kesucian sampai wudlu’, kajian tentang hukum menyusui, panduan hukum tentang muamalah, dan kajian tentang amar makruf serta nahi munkar.
Wafat
Malam rabu 24 Sya’ban tahun 1312 H., Mirza Syirazi meninggal dunia di kota Samera, lalu jenazah beliau dibawa dan dimakamkan di gerbang halaman Haram Amirul Mukminin Ali as. yang diberi nama Gerbang Thusi.
Penerjemah: Nasir Dimyati
(Sadeqin/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Post a Comment
mohon gunakan email