Pesan Rahbar

Home » » Menggapai Langit, Masa Depan Anak: Bab I: Persoalan Rumah Tangga dan Jenis-jenisnya

Menggapai Langit, Masa Depan Anak: Bab I: Persoalan Rumah Tangga dan Jenis-jenisnya

Written By Unknown on Monday 10 October 2016 | 19:45:00


Bab pertama buku ini akan dibagi dalam empat bagian. Pada bagian pertama, setelah mukadimah mengenai definisi rumah tangga―di mana Islam meyakini bahwa rumah tangga memiliki pengaruh penting terhadap individu secara fisik, akal, perasaan, jiwa, akhlak, dan maknawiah (spiritual)―kami juga akan membahas pengaruh penting rumah tangga terhadap kebudayaan, politik dan ekonomi, serta masalah pemutusan ikatan rumah tangga.

Bagian kedua akan mengenalkan bentuk rumah tangga yang harmonis dan seimbang. Di situ akan dibahas nilai rumah tangga yang harmonis dan ciri khusus yang berhubungan dengannya, tujuan, lingkungan dan suasana, hubungan antarsuami-isteri, hubungan dengan anak-anak, dan kerja sama di antara mereka. Di samping itu, kami juga akan membahas upaya Islam dalam mewujudkan keseimbangan dan keharmonisan rumah tangga.

Pada bagian ketiga, kami akan mengenalkan ciri-ciri rumah tangga yang tidak seimbang. Di situ kami akan membahas beberapa aspeknya, seperti ketidakseimbangan perasaan, hubungan, pengawasan, dan ekonomi. Juga, ketidakseimbangan yang muncul dari faktor lingkungan, penyimpangan dan kerusakan moral orang tua, mabuk dan hilang ingatan, kerusakan hubungan, kematian. Bagian keempat, akan membahas masalah putusnya ikatan rumah tangga, faktor-faktor penyebab, bahaya, pengaruh, dan upaya pencegahan yang dilakukan Islam. Kami akan berusaha memaparkan semua masalah tersebut secara ringkas dan padat.


Nilai Penting Rumah Tangga

Banyak kalangan mendefinisikan rumah tangga sebagai organisasi atau komunitas sosial yang terbentuk dari hubungan absah antara pria dan wanita, di mana para anggota rumah tangga itu―suami, isteri, dan anak-anak, terkadang ditambah kakek, nenek, cucu, paman, atau bibi―hidup bersama berdasarkan rasa saling mencintai, toleransi, rnenyayangi, menolong, dan bekerja sama.

Umumnya, anggota-anggota dari sebuah rumah tangga memiliki kesamaan tujuan dan cara tertentu dalam mengelola rumah tangga. Cara menangani kehidupan dan kebijakan umum sebuah rumah tangga biasanya bersumber dari seseorang, yang kemudian kita sebut sebagai kepala rumah tangga. Aktivitas sebuah rumah tangga didasarkan pada pembagian tugas, keseimbangan hidup bersama, pembentukan keturunan dan pendidikannya, serta upaya mewujudkan ketenangan dan ketenteraman. Semua itu untuk mempersiapkan lahirnya generasi baru yang akan terjun dalam kancah kehidupan bermasyarakat.


Pentingnya Institusi Rumah Tangga

Biasanya, kehidupan rumah tangga terdiri dari kelompok kecil yang terbentuk dari sedikitnya dihuni dua atau tiga orang. Namun orang meyakini bahwa institusi ini merupakan institusi sosial terpenting dan merupakan sumber utama bagi pembentukan dan pemeliharaan generasi. Ia juga merupakan sumber kebahagiaan dan penuh dengan beragam khazanah emosional.

Berbagai bentuk ketenangan dan ketenteraman individual―bahkan sosial―mestilah dicari dalam kehidupan rumah tangga. Kebahagiaan dan keselamatan individual dan sosial pasti berhubungan dengan sumber tersebut. Ya, rumah tangga―dengan berbagai sarana dan sistem yang ada di dalamnya―memang memiliki peran teramat penting dalam menciptakan kebahagiaan ataupun kesengsaraan generasi mendatang.

Para sosiolog menyebut rumah tangga sebagai sebuah benteng kokoh dan dasar utama dalam pembentukan sebuah masyarakat. Oleh karena itu, di sanalah mesti diletakkan dasar pertama pembentukan sebuah masyarakat. Anak-anak yang hidup di masa sekarang merupakan individu masyarakat yang berharga di masa datang.

Dari rumah tanggalah mereka mengambil pelajaran, baik kehidupan individual maupun sosial.
Menurut para sosiolog, apa yang diperoleh seseorang dalam rumah tangga, khususnya semasa kanak-kanaknya, akan tetap melekat dalam dirinya. Bahkan para psikolog berkeyakinan bahwa lebih dari 70 persen dasar-dasar kepribadian dan perilaku manusia berkait-erat dengan masa kanak-kanaknya. Sementara itu, berdasarkan penelitian pada beberapa kasus, para pakar kriminal memperoleh kesimpulan bahwa 92 persen dari para pelaku kriminal adalah mereka yang semasa kanak-kanaknya hidup dalam rumah tangga yang tak seimbang dan tak harmonis.


Pendidikan dalam Rumah Tangga

Apa yang diajarkan kedua orang tua terhadap anak- anaknya―juga lingkungan dan sarana yang disediakan bagi penumbuhan dan pembinaan mereka―mestilah sedemikian rupa sehingga dapat mendorong sang anak memiliki sikap taat dan patuh. Rasa kasih dan sayang serta kelemahlembutan dalam kehidupan rumah tangga akan memberikan ketenangan, menciptakan ketenteraman, mendidik, membentuk akhlak, dan memperbesar penerimaan serta kepatuhan anak.

Bila seorang ayah―yang merupakan simbol keadilan, ke- tertiban, dan kedisiplinan―dan seorang ibu―yang merupakan simbol kasih dan sayang―berjalan bersama, saling memahami dalam melaksanakan ketentuan dan tata tertib, niscaya akan menciptakan landasan yang baik bagi pendidikan dan akhlak anak-anak mereka. Dengan demikian, mereka juga akan mampu meredam berbagai terpaan kuat bencana, petaka, dan berbagai pengaruh sosial terhadap anak-anak tersebut.

Berbagai cara dan kebiasaan yang diperoleh seorang anak dalam lingkungan rumah tangganya―seperti cara berinteraksi, sikap, dan rasa kasih sayang yang ia peroleh dari lingkungan tersebut―akan merasuk ke dalam jiwanya. Untuk meng- hilangkan atau melenyapkannya, mungkin diperlukan berbagai upaya dan waktu bertahun-tahun.

Rumah tangga memainkan peran sedemikian penting dan mengandungi berbagai pelajaran mendasar. Begitu pentingnya, sehingga Amirul Mukmimin Ali bin Abi Thalib dalam surat beliau kepada Malik al-Asytar mengatakan, “Pilihlah pegawaimu dari orang-orang yang berasal dari rumah tangga yang baik, dan di sana mereka mendapatkan pendidikan.”(Nahj al-Balaghah, surat ke-53).

Itu lantaran Amirul Mukminin sangat menghargai pengaruh pendidikan yang pertama dalam rumah tangga. Sungguh, semua itu tidak akan mudah lenyap. Mereka yang memperoleh benih dari sebuah rumah tangga yang shalih, akan senantiasa menjaga, memelihara, dan mengamalkannya dalam arena kehidupan sosial. Dalam hal ini Anda dapat menyaksikan secara langsung berbagai contoh dan teladan pada diri mereka yang memiliki berbagai aktivitas dan tanggung jawab.


Islam dan Rumah Tangga

Lantaran pentingnya masalah tersebut, Islam sangat menaruh perhatian dan menekankan masalah pembentukan rumah tangga ini. Bahkan, dalam keadaan tertentu malah sampai pada batasan wajib. Ini dapat dilihat dari dua sisi rumah.

Pertama. Islam senantiasa mendukung upaya pembentukan tangga. Kedua, Islam selalu menekankan upaya menjaga dan melindungi rumah tangga dari berbagai ancaman dan pengaruh negatif.

Dengan hanya melihat dan memperhatikan secara sekilas berbagai topik pembahasan rumah tangga dalam Islam, kita akan tercengang dan kagum atas perhatian yang diberikan Islam yang sedemikian rupa terhadap masalah rumah tangga.

Berbagai pesan berkaitan dengan topik pernikahan, tujuan pernikahan, tatacara memililih pasangan, hak-hak kedua orang tua dan kedua pasangan serta anak-anak mereka, tugas dan tanggungjawab masing-masing anggota rumah tangga, faktor- faktor yang menyebabkan kebahagian dan kelanggengan rumah tangga, tatacara dan akhlak dalam berinteraksi di antara sesama anggota rumah tangga, peraturan dan ketentuan bagi perekonomian mereka, langkah-langkah guna mencegah muncul-nya faktor-faktor yang dapat mengguncang sendi-sendi rumah tangga, berbagai pesan dan anjuran bagi kedua pasangan agar saling memaafkan dan melupakan kesalahan tatkala ada di antara mereka yang melakukan kesalahan, dan banyak topik lain semacamnya. Semua itu menunjukkan betapa besar perhatian Islam terhadap masalah keluarga.

Secara umum mesti kita katakan bahwa Islam sangat menghargai dan menganggap suci nilai sebuah rumah tangga. Islam meletakkan asas dan dasar kehidupan politik, ekonomi, sosial, dan kebudayaannya pada keluarga. Islam juga meng- harapkan para penganutnya agar jangan sekali-kali melupakan nilai penting rumah tangga tersebut. (sumber utama pem- bahasan ini adalah Wasail al-Syi’ah, jilid XIV dan XV; al-Kafi, jilid V dan VI; al-Tahdzîb; al-Ishtibshâr; Man Lâ Yahdhuruhu al-Faqîh; Makârim al-Akhlâq; dan lain-lain).


Pengaruh-pengaruh Rumah Tangga

Rumah tangga memiliki pengaruh yang cukup banyak terhadap individu dan sosial. Rumah tangga juga merupakan sarana bagi kehidupan individual manusia dan memberikan corak serta warna bagi kehidupannya. Dalam pembahasan ini kami akan berupaya memaparkan dua hal tersebut.

1. Pembinaan jasmani

Tentu tidak asing lagi bagi kita bahwa rumah tangga merupakan komunitas dan sarana terpenting dalam pembinaan secara fisik dan berbagai sisi kehidupan anak-anak. Kesehatan tubuh, pertumbuhan sempurna anggota tubuh, bahkan berbagai segi kesehatan dan kemaslahatan anak-anak sebagian besar tergantung pada kondisi rumah tangga dan metode pendidikan serta pembinaan dan pengawasan orang tua mereka.

Melalui makanan yang tepat, yang disajikan setiap hari, juga pemeliharaan kebersihan dan kesehatan serta upaya menjaga tubuh anak-anak dari berbagai bahaya, memiliki peran cukup besar dalam membentuk daya tahan dan kekebalan terhadap penyakit serta bagi pertumbuhan tubuh mereka. Betapa banyak penyakit yang disebabkan kelalaian orang tua yang terjadi pada masa kanak-kanak, yang harus ditanggung hingga akhir hayat mereka. Begitu pula cacat atau sempurnanya kondisi penglihatan, pendengaran, organ-dalam, pernafasan, jantung, ginjal, lambung, dan seterusnya, sangat bergantung pada perlakuan orang tua terhadap anak -anak mereka.

Untuk mengetahui betapa pentingnya peran rumah tangga, khususnya peran ibu, cukup kiranya kami menyinggung masalah pemberian air susu ibu (ASI). Para peneliti menyatakan bahwa itu merupakan makanan yang terbaik dan sempurna. Seorang anak yang tidak memperoleh ASI secara memadai akan menderita berbagai macam penyakit dan kesulitan dalam pertumbuhannya.


2. Pembinaan akal dan berbagai potensinya

Sejak masa kelahirannya, setiap anak telah memiliki tingkat kecerdasan tertentu yang―di bawah pemeliharaan keluarga―akan terus bertumbuh. Pertumbuhan dan pembinaan kecerdasan―rasa ingin tahu yang ada pada diri anak, mem- pertanyakan mengapa dan bagaimana, kecenderungan untuk mengetahui hubungan sebab-akibat, perkembangan kecerdasan dan pertumbuhan akal, pemeliharaan daya ingat dan daya khayal, serta kebiasaan meneliti berbagai hal―sebagian besar bergantung pada sikap keluarga dalam mendidik dan me- melihara anak-anak tersebut. (Kecerdasan dan Akal, Dr. Siyasi)

Kita mengetahui bahwa seorang anak dilahirkan ke dunia ini disertai dengan berbagai kemampuan dan potensi. Sebagian orang mengatakan bahwa seorang anak yang baru dilahirkan tidak ubahnya bahan galian di mana orang tua dan pendidiknya bertugas menggali berbagai bakat dan potensinya. Mereka mesti menggerakkan kehidupan sang anak berdasarkan bakat dan potensinya itu. Betapa banyak pendidik yang tak mampu mengetahui bakat dan potensi anak didiknya. Namun para ibu yang bijak, akan mampu menyingkap, menemukan, dan kemudian mengarahkan anak tersebut sesuai dengan bakat dan dimilikinya. Kisah-kisah yang sering disampaikan para pujangga dan cendekiawan menyatakan bahwa orangtua merupakan sumber pelajaran yang amat berharga bagi anak-anak.


3. Pembinaan emosi (perasaan)

Rumah tangga merupakan pusat kasih sayang dan pengorbanan. Ayah dan ibu merupakan simbol dan teladan yang tanpa pamrih, senantiasa mencurahkan kasih dan sayangnya kepada anak-anak. Orang sering mengatakan bahwa seorang ibu akan merelakan matanya tertusuk duri asalkan duri tersebut tidak menusuk kaki anaknya. Ungkapan ini mungkin terlalu berlebihan. Namun itu mengisyaratkan betapa besar perhatian dan kasih sayang seorang ibu terhadap anaknya.

Dalam lingkungan keluarga, seorang anak belajar bagaimana cara berkasih sayang terhadap sesama. Perasaan marah dan kasih seorang anak diwarnai dari rumah dan tempat tinggalnya. Berbagai macam perasaan-dasar yang merupakan dasar dalam interaksi dan hubungan dengan sesama manusia, berawal dari lingkungan rumah tangga. Penelitian dan peng- kajian yang dilakukan terhadap para pelaku kriminal mem- buktikan bahwa sebagian besar mereka adalah orang-orang yang pada masa kanak-kanaknya tidak memperoleh kasih sayang orang tuanya, khususnya sang ibu. Dengan kata lain, seseorang yang tak mendapatkan kasih sayang dalam rumah tangganya, takkan dapat mengasihi dan menyayangi orang lain. Demikian pula, rumah tangga memiliki peran yang cukup besar dalam membentuk perasaan takut, dengki, dendam, pemaaf, riang, dan gembira pada diri anak.


4. Pembinaan kepribadian dan kejiwaan

Rumah tangga memiliki pengaruh yang cukup signifikan dalam membentuk kepribadian manusia, serta membangkitkan semangat hidup dan ketenangan jiwanya. Pada dasarnya, rumah tangga merupakan faktor utama di mana kepribadian seorang anak tumbuh dan berkembang. Rumah tangga ibarat sebuah pabrik di mana sistem kerjanya adalah mencetak pribadi anak dalam sebuah cetakan. Di tahun pertama kehidupan seorang anak, ini nampak lebih jelas. Kebiasaan, kecenderungan, kemarahan, ketenangan, kegelisahan, kebesaran jiwa, pemikiran yang sejalan dengan kehidupan sosial, dan pemahaman jalur menuju kebaikan atau kerusakan, sebagian besar bersumber dari rumah tangga.

Seorang anak memperoleh pengalaman awalnya dari rumah tangga dan pengalaman tersebut akan tertanam dalam jiwanya. Perilaku dan perbuatannya, sikapnya terhadap perkara yang baik atau yang buruk, egonya, kecenderungannya untuk hidup bebas dan merdeka, semuanya bersumber dari kondisi kehidupan rumah tangga.


5. Pembinaan sisi akhlak dan maknawiah (spiritual)

Rumah tangga merupakan lingkungan pertama dan di situlah sisi dasar jasmani dan ruhaninya mulai terbentuk. Rumah tangga dapat dianggap sebagai pembangun sisi akhlak dan maknawiah. Sampai-sampai sebagian orang mengatakan bahwa berbagai sifat mulia dan tercela, semuanya berasal dari rumah tangga. Setelah sifat-sifat itu mulai terbentuk dalam sekolah dan lingkungannya, maka berikutnya itu akan terbentuk dalam kehidupan sosialnya. Betapa banyak sifat khusus dan perilaku-baik yang berasal dari dikte atau perbuatan kedua orang tuanya yang kemudian melekat dalam diri sang anak, seperti ke- beranian, semangat, kerjasama, pengorbanan, kerendah-hatian, keikhlasan, persahabatan, kerelaan berkorban, dan berbagai sifat manusiawi lainnya. Tentunya, cara paling tepat dan utama dalam menjaga kelanggengan sifat-sifat mulia itu adalah melalui rumah tangga.

Ya, rumah tangga, khususnya para ibu memiliki pengaruh yang luar biasa pada pembentukan sisi maknawiah anak. Ibadah, doa, merendahkan diri dan memohon pertolongan Allah, keadaan maknawiah seluruh anggota rumah tangga, upaya menjaga ketakwaan, dan semangat berjalan menuju nilai-nilai maknawiah dan kesempurnaan, merupakan pelajaran yang tepat dan suatu bentuk pengarahan bagi anak untuk menuju kehidupan penuh nilai-nilai maknawiah dan keikhlasan.

Dengan demikian rumah-tangga memiliki pengaruh dan peran yang amat besar dalam membentuk dan membina berbagai sisi kemanusiaan. Dalam hal ini dapat dikatakan bahwa rumah tannga berada pada posisi puncak dalam upaya pembentukan manusia. Kebaikan dan keburukan individu berasal dan bersumber dari rumah tangga dan rumah tangga merupakan akar dari berbagai sifat anak.

Pengaruh rumah tangga dalam hal perbuatan dan perilaku anak bersifat seumur hidup. Petunjuk dan pengarahan kedua orang tua kepada sang anak, khususnya para ibu―di mana sang anak berada dalam pelukan dan buaian sang ibu―merupakan pelajaran yang paling urgen dan berkesan. Dalam lingkungan rumah tangga, berbagai sisi kepribadian, potensi, cara berpikir, dan cara pandang anak, sedikit demi sedikit akan mengarah pada bentuk dan corak yang khas, sehingga akan menjadi bentuk permanen kepribadiannya.
Oleh karena itulah, kita meyakini bahwa pabila rumah tangga senantiasa melakukan pembinaan secara efektif, maka kemunculan berbagai sisi kemanusiaan anak akan menjadi kepastian. Dengan kata lain, akal (kecerdasan) dan per-tumbuhan sebuah masyarakat, kebaikan dan keburukannya, bersumber dari rumah tangga.


Pengaruh Sosial Rumah Tangga

Rumah tangga memiliki pengaruh sosial yang luar biasa pada diri seorang anak. Corak kehidupan sosial anak di masa datang bergantung pada dasar-dasar yang dibangun rumah tangga. Kemajuan dan kemunduran seseorang dalam kehidupan sosialnya amat bergantung pada pembinaan yang dilakukan keluarga, pada masa kanak-kanaknya. Untuk itu, kami akan memaparkan berbagai masalah yang berkaitan dengan hal tersebut, tentunya secara ringkas.

1. Pengaruh budaya

Rumah tangga merupakan asas kebudayaan dan pembentuk gaya pemikiran seorang anak. Pengetahuan, pemikiran, pandangan, dan filsafat hidupnya, sikap yang diambil dalam menghadapi situasi dan kondisi tertentu, kebiasaan, bahasa, dialek, dan tatanilai yang diterima anak, berasal dari rumah tangga. Rumah tangga merupakan sarana terpenting guna mewariskan kebudayaan sosial dan membentuk para individu agar memiliki cara berpikir dan cara pandang khas dalam kehidupan. Semangat dan kondisi kebudayaan mereka berasal dari kebudayaan yang ada dalam rumah tangganya. Betapa banyak optimisme dan pesimisme akan kehidupan ini, keahlian akan penemuan dan inovasi, muncul dari rumah tangga.


2. Pengaruh politis

Pelajaran politik pertama, dipelajari seorang anak dari rumah tangganya. Cara pandang dan perilaku orang tua dalam masalah kebebasan, kepartaian, pengelompokan, undang- undang dan peraturan, ketentaraan dan mobilisasi sosial, hubungan trans-nasional dan intemasional, serta pemerintahan dan evolusi sosial, sangat berpengaruh pada proses pem- bentukan pol a berpikir dan sikap seorang anak.

Betapa banyak sikap positif dan negatif seseorang terhadap suatu hal yang merupakan akibat dari diktum atau doktrin yang ditanamkan dalam rumah tangga. Anak-anak, bahkan pemuda, dalam berbagai perkara merupakan juru bicara dari bentuk pemikiran orang tua mereka. Mereka hanya memegang kuat- kuat apa yang mereka lihat dan dengar. Pabila melihat orang tuanya cenderung pada kelompok pemerintahan dan politik tertentu, seorang anak niscaya akan menjadi seperti itu. Begitu pula sebaliknya, bila orang tuanya membenci kelompok tertentu.


3. Pengaruh ekonomis

Penerimaan ataupun penolakan dan padangan positif atau negatif seorang anak terhadap jenis aktivitas dari pekerjaan tertentu, sebagian besar berasal dari berbagai sikap dan doktrin orang tuanya dalam lingkungan keluarga. Seorang ayah yang selalu mengungkapkan perasaan letih atas pekerjaan sehari- harinya atau seorang ibu yang merasa benci terhadap jenis pekerjaan suaminya, dengan sendirinya akan membentuk benih permusuhan dan kebencian di hati sang anak terhadap jenis pekerjaan tersebut. Sikap-sikap yang diambil dalam sistem ekonomi rumah tangga, seperti produktif atau konsumtif, kikir atau berlebihan, hemat atau boros, sikap rumah tangga terhadap harta dan uang, pandangan rumah tangga terhadap sistem kepemilikan pribadi atau serikat, sikap dermawan atau kikir, semuanya akan berpengaruh positif ataupun negatif pada diri seorang anak.


4. Pengaruh interaksi dan komunikasi

Alhasil, apa saja yang ada dalam lingkungan rumah tangga merupakan pelajaran. Kemulian dan kehinaan orang tua, kesucian dan kerendahan pribadi mereka, hubungan baik dan buruk mereka, penjalinan dan pemutusan hubungan dengan sanak keluarga, hubungan baiknya dengan masyarakat, lari atau mengucilkan diri dari masyarakat, tatacara dalam berhubungan dan berkomunikasi, standar dalam menentukan balasan dan hukuman, semua ini merupakan pelajaran dan teladan bagi anak.

Seorang anak yang hidup dalam sebuah rumah tangga di mana dirinya dapat berkomunikasi secara rutin dengan kedua orang tuanya, memperoleh curahan kasih sayang dari keduanya, dan merasakan hangatnya hubungan di antara anggota rumah tangga, pasti akan berupaya mempraktikkan apa yang dirasa- kannya itu. Karenanya, layaklah untuk dikatakan bahwa nasib seorang anak berada di tangan orang tuanya. Pastilah pengaruh ini lebih intens tatkala anak-anak masih belum baligh. Ya, situasi dan kondisi sosial dan politik suatu masyarakat secara umum berawal dari rumah tangga-rumah tangga yang ada. Jika saja terdapat suatu upaya untuk melakukan pembenahan, maka mestilah upaya tersebut dimulai dari situ (rumah tangga).


Anak dan Anggota Rumah Tangga

Campuran dari berbagai pola pikir, komunikasi, sikap, dan aktivitas anggota rumah tangga―ayah, ibu, dan anak-anak―akan mewujudkan sebuah keadaan di mana seorang anak yang masih muda akan hanyut dan tenggelam dalam situasi dan kondisi tersebut. Biasanya, seorang anak akan selalu berada di bawah pengaruh anggota rumah tangga, baik secara kejiwaan, perilaku, cara bersikap, maupun berkomunikasi. Berdasarkan ini, jika rumah tangga-rumah tangga yang ada tidak terbina dengan baik, maka sedikit demi sedikit nilai-nilai kemasyarakatan akan lenyap dan musnah, sifat dan ciri-ciri khasnya juga akan pudar, sehingga cita rasa dan pemikiran akan mengambil bentuk dan corak yang lain.

Itu merupakan kenyataan, sebagaimana yang disabdakan Rasulullah saww, “Setiap (bayi) yang dilahirkan itu, terlahir dalam keadaan fitrah. Namun, kedua orang tuanyalah yang menjadikannya Yahudi, Nasrani, dan Majusi.” Ya, anak secara fitrah dilahirkan bersih dan sehat. Kedua orang tuanyalah yang menyebabkannya menjadi Yahudi, Nasrani, dan Majusi.

Dalam kehldupan rumah tangga, seorang anak―lantaran pola komunikasi dan hubungan rutin dengan sesama anggota rumah tangga―akan menerima pembawaan dan keadaan yang baru, bahkan sampai pada tarat mengalami “perubahan” pada fitrah dirinya. Ya, kita memahami bahwa berbagai hal yang bersifat fitri tidak akan lenyap dan rnusnah. Namun, disadari atau tidak, fitrah-fitrah tersebut mungkin akan berada di bawah tumpukan “debu” pendidikan yang negatif dan menyimpang. Anak-anak Rusia dan Amerika memang memiliki fitrah yang bersih, akan tetapi pendidikan rumah tangga yang diperoleh menyebabkan mereka menjadi komunis dan imperialis.


Upaya Merusak Bangunan Rumah Tangga

Rumah tangga merupakan perkara yang teramat penting. Pada dasarnya, seorang manusia yang berada di tengah kehidupan rumah tangga, akan hidup di bawah ketentuan dan aturan tertentu. Karena itu, ia akan memiliki suatu sifat, perasaan, dan ciri-ciri khusus tertentu yang dapat dibedakan dengan manusia yang lain.

Sejak dahulu kala, telah terdapat wacana tentang peng- hapusan sistem rumah tangga. Ini dilatarbelakangi berbagai faktor, seperti politik, ekonomi, atau, bahkan, seksual. Di suatu masa, selama bertahun-tahun, terdapat sebagian anggota masyarakat yang mempraktikkannya (menghapus kehidupan rumah tangga). Mereka menolak keberadaan institusi rumah tangga dan menganggap pemerintahlah yang bertanggungjawab untuk mendidik dan memelihara generasi yang ada.

Pengalaman berikutnya menunjukkan bahwa penghapusan institusi keluarga telah mendatangkan kerugian yang cukup parah. Sebuah bencana dan petaka yang besar bagi umat manusia. Jika keberadaan rumah tangga dihapus, maka proses alih-generasi akan berada dalam bahaya. Setiap manusia dalam tingkat sosial manapun takkan dapat merasakan tidak perlunya keberadaan rumah tangga. Bahkan, ia takkan mampu hidup secara alamiah dan mempertahankan kehidupan individualnya.

Di masa sekarang ini, kehidupan masyarakat internasional memanfaatkan model pemikiran Islam mengenai keluarga. Bentuk pemikiran tersebut adalah bahwa kehidupan rumah tangga merupakan suatu hal yang amat penting bagi kehidupan individu dan masyarakat serta merupakan penentu nasib masyarakat. Jika kita mengharapkan terwujudnya kebahagiaan masyarakat, tumbuhnya rasa kasih sayang, aman, damai, dan sentosa, maka kita mesti memulainya dari keluarga. Hasil kajian dan penelitian menunjukkan bahwa orang-orang yang tumbuh dewasa di luar kehidupan rumah tangga, takkan memiliki nasionalisme.


Rumah Tangga Harmonis dan Seimbang

Seorang anak akan turnbuh dan berkembang rnenjadi dewasa sampai kemudian melangsungkan pernikahan dan membentuk keluarga. Semestinyalah, hasil dari pernikahan dan pembentukan rumah tangga adalah ketenangan, ketenteraman, kasih sayang, keturunan untuk kelangsungan generasi dan masyarakat, belas kasih dan pengorbanan, saling rnelengkapi dan menyempurnakan, serta saling membantu dan bekerja sama.
Menurut pandangan ilmiah, tak ada hubungan kerabat yang lebih penting dari hubungan kerumahtanggaan. Dalam hubungan kerabat inilah akan terwujud rasa kasih sayang, kerja sama, dan saling membantu dengan sebenarnya.

Perlu kita perhatikan bahwa kebahagiaan hidup sebenarnya terdapat dalarn hubungan suci kedua pasangan, dalam kesempatan untuk menyaksikan segenap tingkah laku anak-anak yang telah terdidik dengan baik, dan dalam kerelaan untuk berkorban dalam kehidupan rumah tangga. Kita sama sekali takkan pernah menyaksikan situasi dan keadaan semacam itu selain dalam kehidupan rumah tangga. Karena itu, dalam sosiologi, hubungan dalam rumah tangga disebut dengan hubungan pertama atau hubungan yang paling awal.


Bentuk-bentuk Rumah Tangga

Dalam setiap masyarakat―berdasarkan standar dan paradigma yang mereka terima―rumah tangga terbagi menjadi dua bagian: pertama, rumah tangga yang harmonis atau rumah tangga yang seimbang dan, kedua, rumah tangga yang tidak harmonis atau rurnah tangga yang mengalami guncangan. Rumah tangga harmonis adalah rumah tangga yang senantiasa memelihara janji-suci kedua pasangan yang berlandaskan tuntunan agama. Dalam melangsungkan kehidupannya, sepasang suami-isteri selalu berdiri pada batasan mereka masing-masing dan berdasarkan hak-hak yang telah ditentukan.

Sebaliknya, rumah tangga yang tidak harmonis adalah rumah tangga yang tak menghargai dan tak menghormati peraturan dan ketentuan yang datang dari mazhab atau agamanya. Dengan demikian, anggota rumah tangga ini takkan memperoleh dan merasakan ketenangan, ketenteraman, dan kebahagiaan, baik dari sisi jasmani maupun ruhani.

Wajarlah pabila masing-masing individu dari kedua bentuk rumah tangga itu akan memiliki ciri dan kepribadian tersendiri. Dalam hal ini, kami akan berupaya memaparkan secara singkat masalahan tersebut, sehingga dapat dijadikan sebagai pengantar untuk memasuki pembahasan yang kita harapkan. Namun sebelumnya kami akan membicarakan nilai penting sebuah rumah tangga yang harmonis dan seimbang.


Nilai Penting Rumah Tangga Harmonis

Berkenaan dengan rumah tangga yang harmonis, mesti kita katakan bahwa di situ kita akan dapat menyaksikan corak kehidupan surgawi. Suami dan isteri tak ubahnya bidadara dan bidadari langit yang dengan penuh semangat merawat dan mendidik anak-anak mereka.

Dalam rumah tangga semacam inilah tercurah karunia Ilahi dan rumah mereka merupakan pusat pertumbuhan dan perkembangan nilai-nilai kemanusiaan. Anak-anak yang terbina dari rumah tangga semacam ini, akan menebarkan rasa kasih dan sayang. Mereka takkan menjadi seperti kelajengking yang hanya mengganggu dan menyakiti orang lain.

Sang suami dan isteri menjadikan kehidupan rumah tangganya sebagai sarana meraih kesempurnaan. Dengan ketenangan dan ketenteraman yang ada dalam rumah tangganya, mereka berusaha mendekatkan diri kepada Allah. Aktivitas dan kegiatan mereka senantiasa ditujukan untuk meraih keridhaan Allah. Ya, jalan yang mereka tempuh adalah jalan Allah dan hasil jerih payah mereka adalah kebahagiaan.


Tanda-tanda Rumah Tangga Harmonis

Guna lebih mengetahui nilai penting rumah tangga yang harmonis, kami akan memaparkan ciri-cirinya berdasarkan kaidah yang telah ditetapkan Islam. Kami mengajak para pem- baca yang budiman agar memperhatikan asas dan ketentuan yang telah ditetapkan agama kita itu.

1. Pembentukan rumah tangga

Ketika menyetujui pembentukan rumah tangga, suami dan isteri bukan sekadar ingin melampiaskan kebutuhan seksual mereka, namun tujuan utamanya adalah saling melengkapi dan menyempurnakan, memenuhi panggilan fitrah dan sunah, menjalin persahabatan dan kasih sayang, serta meraih ketenangan dan ketenteraman insani.

Dalam memilih jodoh, standar dan tolok-ukur Islam lebih menitikberatkan pada sisi keimanan dan ketakwaan. Ya, membentuk rumah tangga semata-mata mengharapkan keridhaan Allah dan bukan lantaran mengharapkan kedudukan ataupun ketenaran


2. Tujuan pembentukan rumah tangga

Kehidupan rumah tangga yang harmonis dan seimbang terwujud lantaran kedua pasangan senantiasa konsisten terhadap perjanjian yang telah mereka setujui bersama. Tujuan utama mereka adalah melaju di jalan yang telah digariskan Allah dan senantiasa mengharapkan keridhaan-Nya.

Pada dasarnya, mereka yang konsisten terhadap ajaran agama pasti amat mencela perjalanan yang tidak memiliki tujuan. Terlebih lagi dalam ajaran Islam. Kita dianjurkan, dalam setiap hal, bahkan dalam makan dan minum, untuk senantiasa mengiringinya dengan niat, tujuan, rasa terima kasih, dan rasa syukur kepada Allah. Ini dengan harapan agar ketika kita tertimpa kesulitan atau musibah, kita tidak melupakan tujuan tersebut.


3. Lingkungan

Dalam rumah tangga yang harmonis, upaya yang senantiasa digalakkan adalah memelihara suasana penuh kasih sayang dan masing-masing anggota menjalankan tugasnya masing-masing secara sempurna. Lingkungan rumah tangga merupakan tempat yang cocok bagi pertumbuhan, ketenangan, pendidikan, dan kebahagiaan para anggotanya.

Di situ, para anggota rumah tangga dapat memperoleh ketenangan dan tempat bergantung. Di situ juga, mereka tidak merasa cemas, gelisah, jemu, ataupun bosan. Ya, rumah tangga merupakan tempat berlindung bagi seluruh anggotanya.


4. Hubungan antara kedua pasangan

Dalam rumah tangga yang harmonis dan seimbang, suami dan isteri berupaya saling melengkapi dan menyempurnakan. Mereka berusaha untuk saling menyediakan sarana bagi perkembangan dan pertumbuhan sesama anggotanya. Mereka memang dua tubuh yang terpisah, namun jiwa mereka adalah satu-kesatuan, pemikiran mereka saling menyatu, dan pendapat serta hati mereka saling terikat. Jika yang satu merasakan sakit, maka yang lain pun akan merasakannya, dan bila yang satu merasakannya.

Ya, hati dan jiwa mereka adalah satu. Mereka saling mengobati luka yang lain, saling membahagiakan, dan saling menyatukan langkah serta tujuan. Saat mereka bersua, lenyap- lah dari keduanya beragam rasa duka dan lara. Masing-masing berupaya menyiapkan sarana guna mendekatkan diri kepada Ilahi. Kehadiran isteri menjadi sarana bagi sang suami untuk meraih makrifah dan jihad, sementara sang suami menyediakan sarana bagi perkembangan makrifah dan maknawiah isterinya serta menjadi sumber kebahagiaan baginya.


5. Hubungan dengan anak-anak

Dalam sebuah rumah tangga yang harmonis, kedua orang tua menganggap anak-anak mereka sebagai dari dirinya. Asas dan dasar hubungan yang dibangun dengan anak-anak mereka adalah penghormatan, penjagaan hak-hak, pendidikan dan bimbingan yang layak, pemurnian kasih dan sayang, serta pengawasan terhadap akhlak dan perilaku anak-anak tersebut.

Kedua orang tua benar-benar menjaga dan memperhatikan mereka dan dengan kelembutan dan kasih sayang, berupaya melenyapkan berbagai kekurangan yang ada pada diri mereka. Dalam hal ini, kami akan menukil ungkapan Khajah Nashiruddin al-Thusi, “Ayah merupakan simbol keadilan, ibu merupakan simbol kasih sayang, di mana keduanya akan memperhatikan masalah merawat dan mengasuh anak.”


6. Duduk bersama

Rumah tangga yang harmonis dan seimbang adalah rumah tangga yang tidak hanya memperhatikan masalah makanan, pakaian, dan kesehatan jasmani anak. Namun, dalam rumah tangga ini, ayah dan ibu akan senantiasa siap duduk bersama dan berbincang dengan anak-anaknya, menjawab berbagai pertanyaan mereka, serta senantiasa berupaya untuk saling memahami dan menciptakan hubungan yang mesra.

Manakala berada di samping ayah dan ibunya, anak anak akan merasa aman dan bangga. Mereka percaya bahwa keberadaan ayah dan ibu adalah kebahagiaan. Bahkan mereka akan senantiasa berharap agar kedua orang tuanya selalu berada di sampingnya dan jauh dari perselisihan, pertikaian, dan perbantahan. Anak akan selalu merasa bahagia tatkala menyaksikan kedua orang tuanya rukun dan memiliki satu tujuan. Sebaliknya, mereka akan sangat gelisah dan bingung bila kedua orang tuanya selalu bertikai dan berselisih pendapat.

Maksud kehadiran orang tua di sisi anak-anaknya adalah agar dapat mengoreksi dan meneliti perbuatan dan perilaku anak, mengajarinya tatacara kehidupan, dan membahas kesalahan dan kekeliruan sikapnya untuk kemudian menunjukkan jalan yang bajik dan tepat. Menjaga kehannonisan dan keseimbangan rumah tangga, selain dengan keimanan dan ketakwaan, diperlukan kesediaan untuk memaatkan―meskipun mampu melakukan pembalasan, kasih sayang, dan pemeliharaan nilai-nilai kemanusiaan.

Islam membangun rumah tangga berdasarkan landasan yang kokoh, yang sesuai dengan kehidupan manusiawi, dan selalu berupaya keras agar sesama anggota rumah tangga saling konsekuen dan konsisten serta saling rnengasihi dan me- nyayangi. Islam juga memerintahkan agar yang tua mem- bimbing yang muda dan yang muda mematuhi perintah dan nasihat yang tua. Hasil dari kondisi semacarn ini adalah suasana hangat dan mesra yang akan melahirkan generasi yang matang, bertakwa, dan beriman. Tidak sedikit teladan dan contoh tentang ini di sepanjang sejarah kehidupan Islam.


7. Kerjasama dan saling membantu

Dalam kehidupan rumah tangga yang harmonis dan seimbang, setiap anggota rumah tangga memiliki tugas tertentu. Semua berusaha memikul beban kehidupannya secara bersama. Dalam bangunan semacam ini, akan nampak dengan jelas persahabatan, saling menolong, kejujuran, saling mendukung dalam kebaikan, dan saling menjaga sisi jasnani dan ruhani masing-masing. Ini semua merupakan sarana bagi pertumbuhan dan kesempurnaan satu sama lain.

Masing-masing memiliki perasaan bahwa yang baik bagi dirinya adalah baik bagi yang lain. Persahabatan antarmereka adalah persahabatan yang murni, tanpa pamrih, sangat erat dan kuat. Aktivitas dan tindakan mereka masing-masing bertujuan untuk kerelaan dan kebahagiaan yang lain, bukan untuk mengganggu dan saling melimpahkan beban. Kasih sayang mereka tanpa pamrih. Seluruh aktivitas berlandaskan asas kerja sama, saling membantu, saling menghormati, dan secara ikhlas menolong yang lain. Mereka juga membiasakan anak-anak, sejak masa dini, untuk memiliki sikap-sikap semacam itu dan membina mereka agar menjadi generasi penerus yang mulia.


8. Upaya untuk kepentingan bersama

Dalam rumah tangga yang harmonis, berlandaskan asas dan aturan agama, suami dan isteri berusaha untuk saling membahagiakan satu sama lain. Mereka saling berupaya untuk memenuhi keinginan pasangannya yang sejalan dengan syariat dan saling memperhatikan selera masing-masing. Saling menjaga dan memperhatikan cara dalam berpakaian dan berhias.

Berkaitan dengan masalah yang sifatnya untuk kepentingan bersama, mereka selalu meminta pendapat pasangannya. Mereka selalu bermusyawarah sekaitan dengan pendidikan dan pemeliharaan anak-anak. Ketika sang anak telah mampu memahami dan mengerti permasalahan tersebut, ia pun diikutsertakan dalam musyawarah tersebut. Dengan demikian, anak-anak merasa memiliki kepribadian dan harga diri. Mereka juga menjadi semakin dekat dan akrab dengan kedua orang tuanya.


Islam dan Keharmonisan Rumah Tangga

Dengan hanya memperhatikan secara sekilas dan general berbagai literatur Islam, terutama bab-bab yang membahas masalah rumah tangga, seseorang akan dapat menarik kesimpulan bahwa Islam sangat memperhatikan masalah keharmonisan dan keseimbangan dalam rumah tangga. Pesan dan anjuran Islam dalam masalah pembinaan individu dan sosial serta upaya-upaya menjaga kebersihan lingkungan dari pencemaran moral―di mana tugas ini dibebankan kepada pemerintah dan masyarakat―menunjukkan betapa besar perhatian dan kecenderungan Islam terhadap kukuh dan langgengnya rumah tangga.

Islam memberikan berbagai anjuran dan perintah dalam menjaga kelenggengan dan keharmonisan rumah tangga, di antaranya adalah agar selalu berupaya memahami keadaan masing-masing, berharap sesuatu yang rasional, mengambil keputusan dengan perhitungan, hidup dengan menjaga nilai- nilai kebenaran, menjauhkan diri dari berbagai bentuk penyimpangan, menjaga hak-hak berlandaskan ketakwaan, dan seterusnya.
Islam menginginkan terwujudnya sebuah masyarakat yang sehat, aman, makmur dan jauh dari berbagai ketidak- seimbangan/guncangan. Demikian pula, ia mengharapkan agar dalam masyarakat tersedia sarana bagi pertumbuhan dan perkembangan manusia dari berbagai sisi yang ada.

Untuk mencapai tujuan itu, semestinyalah dimulai dari rumah tangga yang merupakan landasan yang kukuh dan dalam. Pabila Anda memperhatikan masalah sosial dalam Islam, maka Anda akan menyaksikan bahwa dalam berbagai pesan dan anjurannya, perintah dan larangannya, bahkan dalam pelaksanaan hukurnnya, Islam senantiasa menekankan untuk terus menjaga dan memperhatikan hak dan batasan.


Cara Mewujudkan Keharmonisan

Dalam upaya mewujudkan keharmonisan dan keseimbangan dalam kehidupan rumah tangga, Islam senantiasa berupaya agar suami, isteri, dan anak saling menghormati, saling menginginkan kebaikan masing-masing, dan tak melakukan sesuatu yang dapat mendatangkan bencana bagi diri mereka dan anak-anak. Menurut penilaian kami, membangun rumah tangga sangatlah mudah, namun menjaga agar bangunan tetap baik dan sehat adalah pekerjaan yang tidak mudah. Ini memerlukan keimanan pengetahuan dan pengawasan


Bentuk-bentuk Rumah Tangga yang Tidak Harmonis

Kita menisbatkan (mencantumkan) kata tidak harmonis bagi rumah tangga yang di dalamnya tidak terdapat tanda-tanda keluarga yang harmonis dan seimbang. Dalam rumah tangga semacam ini, tidak akan kita dapatkan tujuan, ketenangan, dan kebahagiaan sebagaimana yang diharapkan Islam atas kehidupan suami dan isteri. Mungkin saja, bagi beberapa anggotanya, rumah tangga yang tak harmonis adalah lingkungan yang membahagiakan dan menyenangkan. Namun, bagi anggotanya yang lain, itu merupakan lingkungan yang menyakitkan, menjemukan, dan penuh bencana.

Dalam kehidupan rumah tangga, tidaklah tepat bila seorang suami memiliki kedudukan seperti raja dan yang lain menjadi budak yang harus senantiasa mengabdi dan melayani keperluannya. Atau. seorang isteri yang hidup bersenang-senang dan hanya sibuk merias-diri dan bermalas-malasan. sementara yang lain bekerja-keras dan bersusah-payah.

Begitu pula, kami menganggap bahwa cara dan kebiasaan berikut ini tidaklah tepat, yakni suami dan isteri seakan hanya sepasang pembantu bagi anak-anaknya. Seluruh kenikmatan dan kebahagian, mereka korbankan hanya untuk anak-anak. Cara yang tepat adalah bahwa masing-masing individu―sesuai dengan kemampuan dan kapasitasnya―merasa tenteram, bahagia, dan memiliki kesempatan untuk tumbuh dan berkembang menuju kesempurnaan.


Bentuk-bentuk Ketidakharmonisan

Terdapat bermacam-macam bentuk ketidakharmonisan dalam rumah tangga, yang masing-masing perlu dibahas dan dikaji secara tersendiri. Ketidakharmonisan tersebut dapat mem- berikan pengaruh yang negatif bagi suami, isteri, anak-anak, atau bahkan masyarakat secara keseluruhan. Dalam kesempatan ini, kami tak mungkin membahasnya satu persatu. Di sini, kami akan mem bahas masalah ketidakharmonisan yang lebih memiliki pengaruh negatif bagi anak-anak.

1. Ketidakharmonisan perasaan

Ketidakharmonisan dalam lingkungan rumah tangga terkadang bersifat perasaan. Misal, rumah tangga yang di dalamnya kurang terdapat kasih sayang dan kedua orang tua― dengan alasan tertentu―tak dapat mencurahkan kasih sayangnya kepada anak-anak mereka secara sempurna. Padahal, seorang anak perlu mendapatkan ciuman, belaian, dan kata-kata lembut, yang tak kunjung didapatkannya.

Juga, rumah tangga yang terlalu berlebihan dalam men- curahkan kasih sayang kepada anak-anak, sehingga mereka akan menjadi pemalas, penyombong, egois, banyak tuntutan, banyak permintaan, dan tak dapat berkiprah dalam bidang apapun.

Contoh lain, adalah rumah tangga penuh dengan dis- kriminasi, membeda-bedakan, dan tak menegakkan keadilan. Lantaran anak yang dimilikinya adalah perempuan atau laki- laki, rupanya buruk atau tampan, gaya bicaranya indah atau tidak, berhasil dalam pelajaran atau gagal, kedua orang tuanya pun melakukan pembedaan. Pengaruh perbuatan semacam ini dapat melahirkan rasa dendam, iri hati, dan dengki, yang akan mendekam dalam jiwa anak-anak bertahun-tahun lamanya.

Juga, rumah tangga yang penuh dengan pertikaian dan selalu berbantah-bantahan antaranggotanya. Lantaran sebab sepele atau kesalahan ringan, anak sering dibentak dan direndahkan. Akibatnya, sang anak merasa tidak memiliki tempat untuk berlindung.


2. Ketidakharmonisan hubungan

Terkadang ketidakharmonisan muncul dari cara bergaul antara suami dan isteri dengan anak-anaknya. Misal, rumah tangga yang di dalamnya suami dan isteri, dalam melaksanakan hubungan intimnya, tidak memperhatikan etika dan moral. Sementara anak-anak yang masih berumur beberapa tahun telah disuguhkan dengan adegan hubungan intim dan canda gurau berbau seksual serta penampilan dengan penutup tubuh yang tak layak.

Juga, rumah tangga yang di dalamnya suami dan isteri saling bertengkar, bertikai, mengumpat, dan memukul di hadapan anak-anaknya. Seorang ibu yang dipukul suani di depan anak- anaknya, sudah bukan seorang ibu lagi. Seorang ayah yang memperoleh makian isteri di depan mata anak-anaknya, bukanlah seorang ayah lagi. Contoh lain, rumah tangga yang dikarenakan banyaknya anak, sang suami dan isteri menjadi tidak mampu mengurus kehidupan dan mendidik mereka, anak-anaknya itu dengan baik. Betapa banyak dari mereka yang kemudian memiliki kepribadian dan moral yang buruk serta tercela.


3. Ketidakharmonisan dalam pengaturan


Terkadang, ketidakharmonisan muncul dalam sebuah rumah tangga yang tak memiliki kedisiplinan tertentu. Cara mereka memberikan kebebasan yang berlebihan terhadap anak-anak mengakibatkan munculnya ketidakharmonisan dalam rumah tangga. Misal, rumah tangga yang suami dan isteri di dalamnya tak memperhatikan aturan dan kedisiplinan dalam bergaul dengan anak-anaknya, sehingga martabat keduanya jatuh. Orang tua, tatkala anak-anaknya berada di sisinya, sering melakukan perbuatan yang sama sekali tak masuk akal. Sang ayah tetap sibuk membaca koran dan sang ibu tetap sibuk dengan urusannya sendiri.
Contoh lain, rumah tangga yang penuh dengan tindak kekerasan.

Logika orang tua dalam menghadapi anak-anaknya adalah logika pemaksaan dan kekerasan. Tatkala sang anak melakukan sedikit kesalahan atau kekeliruan, maka jawabannya adalah pukulan dan tamparan, tanpa penjelasan kepadanya akan kesalahan yang dilakukan. Atau, seorang ibu yang menderita penyakit syaraf tertentu, lantaran sedikit kesalahan yang dilakukan anaknya, segera mencubit atau bahkan menggigitnya.

Contoh lain, rumah tangga yang tidak memiliki keseimbangan dalam perbuatan dan sikap, maka standar rasa gembira dan bahagia atas perbuatan sang anak akan menjadi aneh, begitu pula dengan rasa sedih dan kecewanya.


4. Ketidakharmonisan dalam pengawasan

Terkadang, perbuatan kedua orang tua dalam mengurusi anak-anaklah, yang mengakibatkan munculnya ketidak- harmonisan. Misal, rumah tangga yang tidak stabil, tidak me- miliki ketentuan yang pasti, dan tidak memiliki sistem yang jelas dan benar dalam mendidik anak. Suatu hari, tatkala anak mengungkapkan sebuah kata tertentu, kedua orang tuanya tertawa gembira. Namun, pada kesempatan yang lain, manakala sang anak mengucapkan kata-kata tersebut, mereka menjadi marah dan memukulnya.

Contoh lain, rumah tangga yang memiliki bentuk peraturan yang bermacam-macam. Sang ayah memerintahkan begini, sementara sang ibu memerintahkan begitu. Adakalanya, saudara atau saudari pun mengeluarkan bentuk perintah yang berbeda. Bahkan kakek dan nenek pun mengeluarkan perintah yang lain pula. Dalam menghadapi berbagai perintah yang saling bertentangan itu, si anak tentunya akan kebingungan.

Misalnya juga, rumah tangga yang ayah, ibu, atau kedua- duanya sering meninggalkan rumah dalam waktu lama. Ayah selalu bepergian dalam rangka tugas, sementara sang ibu adalah seorang pegawai yang sebagian besar waktunya berada di luar rumah. Dengan demikian, sang anak hanya memperoleh sedikit kesempatan untuk bertemu mereka.

Atau juga, rumah tangga yang di dalamnya ayah atau ibu menderita penyakit lumpuh sehingga selalu berada di tempat tidur. Sang anak kemudian merasa bebas untuk melakukan aktivitas apapun lantaran orang tuanya takkan mengurusinya.


5. Ketidakharmonisan dalam masalah ekonomi

Adakalanya, ketidakharmonisan muncul dari kondisi ekonomi rumah tangga. Misal, rumah tangga yang tertimpa kemiskinan yang parah dan tak dapat menanggung beban ter-sebut. Anak-anak memiliki banyak keperluan namun kondisi tidak memungkinkan sehingga kedua orang tua mereka tak dapat memenuhinya. Atau, bahkan mereka tak mampu memberikan pendidikan yang layak untuk kemuliaan anak-anak mereka. Ya, kefakiran dapat menyeret manusia ke dalam kekufuran dan seseorang mesti benar-benar memohon perlindungan kepada Allah. (Nahj al-Fashâhah dan Nahj al-Balâghah).

Contoh yang lain, rumah tangga yang kaya-raya dan anak- anak yang selalu berada dalam kehidupan yang serba ber- kecukupan dan sering berfoya-foya. Anak-anak semacam ini, di masa datang, akan mengalami berbagai bentuk penyimpangan, seperti bersifat angkuh dan sombong. Ini dikarenakan tersedianya semua sarana bagi munculnya berbagai sifat yang menyimpang tersebut.

Misalnya juga, rumah tangga yang kedua orang tuanya memiliki tugas dan pekerjaan yang cukup banyak sehingga tak memiliki kesempatan mengurusi anak-anaknya. Sang ayah, pagi-pagi buta sebelum anak-anaknya bangun telah keluar rumah dan kembali pada malam hari saat mereka telah tertidur. Demikian pula dengan para ibu yang memiliki kesibukan yang sama. Padahal, anak-anak sangat mengharapkan belaian dan curahan kasih sayang kedua orang tuanya.


6. Ketidakharmonisan dalam lingkungan masyarakat

Peran lingkungan bagi pertumbuhan atau penyimpangan rumah tangga amatlah besar. Lingkungan dam kawasan di mana kita hidup, rumah dan tempat tinggal yang kita huni, tempat- tempat yang asing bagi kita dan anak-anak, semuanya terkadang menjadi penyebab munculnya berbagai ketidakharmonisan. Kawasan atau daerah yang kita tempati, amat berpengaruh terhadap moral dan kepribadian kita dan anak-anak. Ini dapat berakibat mempercepat atau memperlambat pertumbuhan dan perkembangan individu dalam rumah tangga kita. Sungguh berbeda, suatu kawasan yang banyak dihuni orang-orang yang tak bermoral dan pecandu obat bius dengan kawasan yang dihuni orang-orang mulia dan berpendidikan.

Misal, keluarga yang, dari tata letak kamar dan ruangan rumahnya, tidak memiliki posisi yang baik dan menguntungkan. Seperti rumah yang mudah diintip tetangga atau ruangannya hanya satu, sehingga ayah, ibu, dan anak-anak harus tidur secara bersama. Kondisi ini, tentu saja menyulitkan dalam hal menjaga dan mengatur posisi tidur dan berpakaian.

Misalnya juga, keluarga yang tinggal di rumah yang tak permanen. Setiap bulan atau tahun mesti berpindah dan me- mindahkan seluruh perabot rurnah. Anak-anak mesti selalu hidup dalam lingkungan dan situasi yang baru. Mereka mesti mempelajari dan menyesuaikan diri dengan tatacara dan kondisi lingkungan yang baru. Sungguh amat disayangkan, ini dapat memberikan dampak negatif terhadap pendidikan dan bercampurnya beragam kebudayaan dan tradisi negatif.


7. Ketidakharmonisan akibat perbuatan buruk orang tua

Orang tua merupakan teladan anak-anaknya. Jika keduanya bermoral, maka besar kemungkinan si anak akan tumbuh dan berkembang dengan baik, namun bila―semoga Allah melindungi kita―keduanya tidak bermoral dan suka berperilaku buruk, maka kecil kemungkinan mereka dapat membina anak-anak menjadi bemoral dan berperilaku bajik. Bentuk-bentuk ketidak-harmonisan ini dapat kita temui dalam rumah tangga yang dicontohkan berikut.

Misal, rumah tangga yang suami, isteri, atau keduanya menderita kecanduan narkotika. Apalagi bila rumah tangga itu berada dalam krisis ekonomi.

Dalam kondisi semacam ini, bukan hanya kedua orang tua yang akan mengalami kehancuran dan penyimpangan. Namun, anak-anaklah yang justru akan menghadapi berbagai problem dan penyimpangan yang lebih parah. Misalnya juga, rumah tangga yang suami, isteri, atau keduanya adalah pelaku tindak kriminal atau dipenjara.

Dalam kondisi semacam itu, takkan ada harapan bagi pendidikan anak secara baik dan benar. Ya, orang-orang yang keadaannya normal saja masih belum mampu mendidik anak-anaknya secara benar apalagi mereka yang mengalami keadaan seperti itu.

Contoh lain, rumah tangga yang kepala keluarganya suka berfoya-foya dan melakukan perbuatan asusila. Lebih parah lagi bila sang isteri juga tak menjaga norma-norma susila dan tenggelam dalam lumpur kemaksiatan. Dalam keadaan semacam ini, tak dapat diharapkan munculnya generasi yang bajik, produktif, dan bermanfaat.


8. Ketidakharmonisan dalam alur pemikiran

Terkadang, teknis dan metode orang tua dalam mendidik anak-anaklah yang memunculkan ketidakseimbangan. Misalnya saja, orang tua yang tak memiliki pengetahuan tentang cara mendidik anak. Mereka sering membentak dan memarahi anaknya justru pada saat sang anak memerlukan perhatian dan belas kasih. Semestinya, mereka memberikan peringatan dan teguran, bukan menindas.

Contoh lain, orang tua yang senantiasa lalai meskipun berpendidikan. Mereka lalai akan cara yang semestinya digunakan dalam berkomunikasi dengan anak dan lalai dalam menghindarkan sang anak dari berbagai bahaya yang mengancam.

Misalnya juga, rumah tangga di mana sang suami memiliki cara tertentu dalam mendidik anak dan sang isteri memiliki cara yang tersendiri pula. Model pendidikan semacam ini akan menjadikan sang anak selalu bermuka-dua, munafik, dan senantiasa kebingungan.

Juga, rumah tangga dengan anak-tunggal. Atau, beberapa anak dengan jarak usia yang terlalu jauh sehingga harus hidup dengan dunia mereka masing-masing dan tak saling ber- hubungan. Pada dasarnya, memiliki anak tunggal saja tidaklah menyenangkan dan mesti ada anak kedua. Jarak kelahiran antar anak mestilah tak terlalu jauh agar mereka dapat saling memahami dan berkomunikasi.


9. Ketidakharmonisan lantaran renggangnya hubungan

Adakalanya, seorang anak masih memiliki ayah dan ibu, namun hubungan keduanya tidak harmonis. Misalnya saja rumah tangga yang penuh dengan perselisihan dan pertikaian. Suami tidak menaati kaidah berkeluarga dan isteri pun tak menaati hak dan aturan keagamaan. Masing-masing melangkah sendiri sekehendak hatinya. Rumah tangga pun menjadi berantakan dan tanpa aturan.

Contoh lain, rumah tangga di mana ayah, ibu, dan anak- anak tidak saling bertegur sapa dan tak terjalin komunikasi yang baik. Selama seminggu, sebulan, bahkan bertahun-tahun, kedua orang tua tak saling bertegur-sapa dan menjadikan anak sebagai perantara dalam berkomunikasi!

Contoh lain, rumah tangga di mana sang ibu meninggalkan rumah tanpa alasan dan menelantarkan anak-anaknya. Atau, sang ayah meninggalkan rumah tanpa penjelasan.

Misalnya juga, rumah tangga yang pecah (mengalami perceraian). Suami dan isteri menjadi terasing satu sama lain. Terkadang si anak tinggal bersama ayahnya, atau bersama ibunya, atau berpindah dari satu keluarga ke keluarga lain. Adakalanya, bahkan ia ibarat tambang yang ditarik kedua orang tuanya. Untuk bertemu dengan kedua orang tuanya, ia mesti melakukannya secara resmi di waktu-waktu yang telah ditentukan.


10. Ketidakharmonisan lantaran kematian

Kehidupan suami dan isteri sering diibaratkan sebuah neraca dalam posisi seimbang. Kematian salah satu dari keduanya menjadikan keseimbangan itu terganggu dan timpang. Guncangan ini menjadi semakin keras manakala terjadi pernikahan baru dan sang anak melihat adanya ketidakadilan dan ketidakbijakan. Misalnya saja, rumah tangga di mana sang ayah telah meninggal sehingga anak-anak tak memperoleh keadilan dan kasih sayang seorang ayah. Atau, rumah tangga yang kehilangan sosok seorang ibu sehingga anak-anak tak memperoleh lagi kasih sayangnya yang tulus dan murni.

Contoh lain, rumah tangga di mana sang ayah atau sang ibu menjalani pemikahan baru (membentuk rumah tangga baru) yang kemudian sang anak mesti menghadapi perlakuan kasar ayah atau ibu tirinya. Dalam kondisi semacam itu, sang anak menghadapi petaka dan bencana yang menggunung.


Dampak Ketidakharmonisan

Akibat buruk dari suasana yang tak harmonis dalam rumah tangga adalah menjadikan kehidupan itu tak berarti dan tak bernilai, pertumbuhan dan perkembangan bergerak lamban, hidup senantiasa diliputi kesedihan dan kegalauan, serta membentuk kehidupan yang jauh dari batas kenormalan sehingga individu-individu di dalamnya tak dapat melakukan aktivitas sewajarnya. Juga, pikiran tak dapat bekerja dengan baik sehingga memicu timbulnya berbagai penyakit dan kelainan jiwa.

Namun, adakalanya ketidakharmonisan justru dapat memicu seseorang bekerja lebih keras dan beraktivitas. Betapa banyak orang-orang terkenal yang hidup dalam lingkungan miskin dan kurang mendapatkan kasih sayang orang tua namun berhasil bangkit dan meraih posisi penting di masyarakat. Namun, sedikit sekali orang yang menjadikan kesengsaraan dan ketidakharmonisan sebagai sarana meraih dan merengkuh keberhasilan.


Kehancuran Rumah Tangga

Keberlangsungan hidup berumah tangga adalah sarana bagi hadirnya generasi baru. Sementara, dalarn rumah tangga, kehadiran anak merupakan sebuah kebahagiaan tersendiri. Dalam pada itu, seorang ayah merupakan simbol keadilan dan kekuatan yang rnerupakan pemimpin dan pengawas berjalannya roda kehidupan sebuah rurnah tangga. Sementara, ibu merupakan simbol kasih sayang, yang menggerakkan roda kehidupan keluarga dan menjaga agar rumah tangga tetap dan damai.

Dalam mendidik anak, semestinyalah suami dan isteri membuat kesepakatan bersama dan senantiasa berusaha agar selalu satu suara. Mereka berdua mesti mengawasi munculnya berbagai faktor yang akan mencemari kehidupan rumah tangga. Juga, harus berhati-hati agar dalam menghadapi berbagai persoalan dan problem kehidupan, mereka tidak sampai menelantarkan dan mengabaikan anak-anak.


Kehangatan Rumah Tangga

Dalam menjaga kelangsungan hidup rumah tangga, suami dan isteri bertanggungjawab terhadap diri sendiri, Allah, anak- anak, dan masyarakat. Mereka wajib melaksanakan hak dan kewajiban sesuai perjanjian yang telah disetujui bersama dan menjaga agar rumah tangga terhindar dari berbagai guncangan serta menyiapkan sarana bagi pertumbuhan, perkembangan, dan kebahagiaan anak-anak.

Untuk menjaga agar rumah tangga senantiasa hangat dan bahagia, hal-hal berikut ini perlu diperhatikan.
• Selain berharap ayah dan ibunya tetap panjang umur, anak-anak rnengharapkan kedua orang tuanya itu senantiasa hadir di tengah-tengah mereka.
• Terjalinnya kesepahaman antara suami dan isteri dalam berbagai hal yang berhubungan dengan ke- hidupan pribadi. Sebab, masalah ini berpengaruh pada diri anak.
• Terdapatnya sistem dan aturan yang sama dalam
• membina rumah tangga dan mendidik anak. Ini bukan berarti meniadakan sistem dan aturan yang lain.
• Tersedianya berbagai perlengkapan rumah tangga, tentunya untuk kehidupan yang wajar dan tidak sampai bermewah-mewahan.
• Adanya rasa kasih sayang yang bersumber dari keyakinan dan keimanan. Inilah yang akan mem- persatukan hati suami dengan isteri dan dengan anggota keluarga yang lain.


Kehancuran Rumah Tangga

Yang patut disesalkan adalah seringnya kita menyaksikan rumah tangga―dengan berbagai alasan―dibubarkan, padahal secara lahiriah nampak berkecukupan. Sebuah rumah tangga, di mana baik suami maupun isteri tak menjalankan tugasnya masing-masing, tak terdapat rasa saling memaafkan dan me- nyadari kekurangan masing-masing, akan hancur berantakan sekalipun anggota keluarga yang lain sibuk menjalankan tugas kehidupannya masing-masing.

Sebuah rumah tangga, di mana suami, isteri bahkan anak- anak, masing-masing hidup untuk dirinya sendiri dan tak menghiraukan yang lain, niscaya akan hancur berantakan, sekalipun semuanya hidup di bawah satu atap. Alhasil, dalam sebuah rumah tangga yang di dalarnnya kurang terdapat kasih sayang, kedua orang tua jarang hadir dalam keluarga, atau keduanya tak saling menyatu, maka tak ada harapan lain selain menanti datangnya peristiwa yang buruk dan menyedihkan.

Rumah tangga adalah pusat kesatuan, kebahagiaan, dan kesepahaman. Suami dan isteri, tidak ubahnya dua sayap di mana anak-anak berlindung di bawahnya. Selain memberikan kehangatan, keduanya juga harus berupaya upaya memelihara dan mendidik anak-anaknya agar terlindung dari berbagai bahaya yang akan mengancam. Dari satu sisi, usaha tersebut merupakan hak seorang anak, dan dari sisi lain usaha tersebut merupakan tugas kedua orang tua. Kedua kelompok tersebut masing-masing memiliki tugas dan tanggungjawab di hadapan Allah Swt.


Faktor Penyebab Kehancuran

Berkenaan dengan berbagai faktor penyebab kehancuran sebuah keluarga, dapat diisyaratkan beberapa hal, di antaranya adalah berikut ini. (Anda dapat merujuk pada buku Rumah Tangga dan Permasalahan Pasangan Muda: karya penulis buku ini juga).

Meremehkan dan tak memperhatikan standar dalam memilih pasangan, berpikiran dangkal dalam memilih, berbagai rasa egoisme, dendam-kesumat, berburuk-sangka, keguncangan iman dan akhlak, kemiskinan dan kefakiran, kekikiran dan keserakahan, berfoya-foya dan bermegah-megahan, kehilangan rasa percaya diri, gegabah, fanatisme yang tidak pada tempat-nya, berbangga-bangga akan pangkat dan keturunan, tak menjaga hak masing-masing, penyimpangan kedua pihak atau salah satu dari keduanya, terkurung dalam belenggu hawa nafsu, perbedaan dalam keimanan dan ideologi, tidak saling memahami pembicaraan masing-masing, tidak ada rasa saling memahami, penyimpangan moral, kondisi pekerjaan dan kesibukan, tidak memperhatikan nilai-nilai agama, pencemaran sosial, perbedaan umur dan ilmu pengetahuan, usia muda, penyakit-penyakit menular, kelainan jiwa, dan lain-lain.

Namun, boleh jadi pula kehancuran rumah tangga lantaran faktor lain, yang bukan bersumber dari kesalahan suami atau isteri. Misalnya, kematian suami atau isteri―sekalipun kematian syahid di jalan Allah yang memberikan kebanggaan pada yang ditinggalkan bisa jadi keluarga dan anak-anak akan merasa sangat kehilangan.

Kami akan berupaya sekuat tenaga untuk meneliti berbagai pengaruh yang muncul dari permasalahan ini. Kami juga akan memaparkan berbagai argumen yang meyakinkan bahwa kesyahidan bukannya memberi pukulan terhadap keluarga dan anak-anak, sebaliknya bahkan merupakan kebanggaan dan keagungan bagi yang ditinggalkan. Akan muncul berbagai generasi yang memiliki kedudukan setinggi kedudukan syahid serta selalu memelihara dan menghidupkan jalan yang telah digariskan para syahid itu.


Berbagai Bahaya dan Pengaruh Negatif

Perlu kita ketahui, pengaruh apakah yang muncul akibat hancumya sebuah rumah tangga?
Apakah akibatnya bila kita kurang memahami masalah tersebut? Apa pengaruhnya terhadap masa depan anak-anak?

Dengan mengetahui seluruh masalah tersebut, kita akan berhati-hati dan penuh perhitungan dalam mengambil berbagai keputusan. Dalam pembahasan mendatang, kita akan mengkaji secara rinci berbagai pengaruh kematian ayah terhadap anak-anaknya. Namun di sini―mengingat pembahasan ini secara umum bersifat garis besar―maka kami akan memaparkan pengaruh-pengaruh tersebut secara garis besar pula.

Kajian dan penelitian yang dilakukan terhadap rumah tangga yang tak harmonis dan mengalami kehancuran menunjukkan bahwa pengaruh-pengaruh di bawah ini dialami oleh anak-anak dan anggota keluarga yang lain.
• Merasa kehilangan, baik yang dialami suami maupun isteri lantaran pecahnya kesatuan, kesehatian, dan rasa saling menyayangi. Masing-masing saling terpisah baik secara jasmani maupun ruhani, di mana hal ini bagi sebagian besar orang tidaklah mudah.
• Rasa kehilangan yang menimpa anak-anak, meskipun sebagian besar masih berupa kemungkinan. Namun dalam beberapa kasus masalah ini dapat memunculkan pengaruh yang buruk dan menyedihkan dalam jiwa anak-anak. Dalam pembahasan mendatang, kami akan menguraikan persoalan ini.
• Rasa kehilangan bagi sanak saudara dan famili. Terkadang, kondisi suatu masyarakat sedemikian rupa sehingga kematian seseorang akan membawa pengaruh tertentu bagi famili dan sanak keluarganya. Oleh karena itu, dalam pembahasan mengenai pengaruh-pengaruh sosial, kami akan mengkaji masalah ini.


Islam dan Kehancuran Rumah Tangga

Mengingat berbagai pengaruh negatif dan berbahaya, yang dapat menimpa masyarakat akibat ketidakharmonisan rumah tangga, Islam berupaya dengan berbagai cara untuk menutup jalan bagi munculnya berbagai pengaruh tersebut. Pabila pengaruh tersebut telah timbul, Islam berupaya memberikan obat penawarnya.

Dalam pada itu, banyak sekali pesan dan anjuran Islam sekaitan dengan masalah tersebut. Saya rasa cukup dengan menyampaikan sebagiannya saja.
• Membentuk rumah tangga mesti didasarkan pada pengetahuan dan kesadaran. Seyogianya dihindarkan pernikahan yang didasari pada ketidaktahuan, keserakahan, atau demi meraih posisi dan kedudukan tertentu.
• Dalam menjalankan roda kehidupan rumah tangga, seluruh anggota harus mendasarkan dirinya pada tuntunan, tugas, dan hak yang telah ditentukan Islam.
• Membina diri sendiri agar memiliki kemampuan me- nahan diri, mudah memaafkan, saling berkomunikasi, dan lemah lembut.
• Senantiasa ingat kepada Allah, perhitungan di hari akhir, dan buku catatan amal perbuatan di hari kiamat, kemudian mempraktikkannya dalam seluruh aktivitas, pembicaraan, perbuatan, dan komunikasi terhadap sesama.
• Menyuguhkan berbagai hal yang dapat menghangatkan suasana rumah tangga, demi menghindarkan para anggotanya dari kejenuhan.
• Mengontrol masyarakat dan menjaga kelangsungan hidup umat manusia dengan cara memberikan ceramah dan nasihat secara umum.
• Pemerintah perlu memperhatikan dan mengawasi masalah penjagaan dan perlindungan terhadap rumah tangga dengan mendasarkannya pada undang-undang dan peraturan.
• Menghadapkan suami ataupun isteri pada undang- undang Islam manakala di antara mereka terjadi nusyûz (pendurhakaan) atau syiqâq (perselisihan).
• Masyarakat bertanggung jawab terhadap anak-anak yang terlantar akibat kematian, perceraian, dan―terutama―kesyahidan orang tua.

Sehubungan dengan masalah anak-anak yang berasal dari rumah tangga yang bercerai, Islam memiliki perhatian yang khusus. Selalu ditegaskan agar anak-anak itu tidak terlantar dan mampu meraih kesempurnaan berdasarkan kapasitas masing-masing.

Dalam upaya ini, masyarakat dan pemerintah mesti saling mengerahkan tenaga guna menyediakan sarana yang diperlukan. Dalam pembahasan mendatang, kami akan mengkaji masalah tersebut dengan memanfaatkan tuntunan Islam dan suri teladan para imam suci, khususnya Rasulullah saww dan Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib, pemimpin pemerintahan ilahi dan islami.

(Sadeqin/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Share this post :

Post a Comment

mohon gunakan email

Terkait Berita: