Sekitar 120 orang intoleran yang mengatasnamakan diri Pembela Ahlus
Sunnah (PAS) Jawa Barat menghentikan kegiatan peringatan Asyura di
Stadion Sidolig, Bandung, Jumat 23 Oktober 2015 malam. Ribuan umat Syiah
yang tengah menggelar peringatan peristiwa perang Karbala di dalam
stadion terpaksa membubarkan diri sebelum acara selesai.
Awalnya, kegiatan itu berlangsung aman tanpa gangguan sekitar pukul 19.00 WIB. Polisi sudah berjaga-jaga di sekitar lokasi. Massa aksi yang jumlahnya lebih dari 100 orang itu datang menggunakan sepeda motor sekitar pukul 20.30 WIB.
Polisi langsung berdiri berjajar di antara massa dengan lokasi kegiatan. Pada saat bersamaan, umat Syiah membubarkan diri sedikit demi sedikit di bawah kawalan polisi. Polisi juga menutup ruas Jalan Ahmad Yani menuju Kosambi dan arah sebaliknya.
Para pengunjukrasa ini mempertanyakan perihal peringatan Asyura di Kota Bandung. Salah seorang pengunjuk rasa yang menolak disebutkan namanya mengaku sudah memperingati polisi dan pemerintah agar tidak ada acara tersebut di Bandung. “Ada informasinya di media sosial yang mereka sebarkan sendiri,” kata pria yang bergabung dengan para pemuda dari berbagai organisasi massa anti Syiah.
Peringatan Asyura itu sebenarnya dijadwalkan berlangsung hingga tengah malam. Namun massa pengunjuk rasa membubarkan diri sekitar pukul 22.30 WIB.
Kepala Kepolisian Resor Kota Besar Bandung Komisaris Besar Polisi Angesta Romano Yoyol mengatakan, pihaknya hanya bertugas mengamankan acara peringatan keagamaan. “Kewajiban kami mengamankan. Personil ada seribu yang kami siagakan,” ujar Angesta yang hadir ke lokasi acara.
Menyoal pemberitahuan ke polisi akan adanya aksi massa, Angesta menyatakan, kegiatan itu berlangsung spontan. “Yang penting aman,” ujar dia.
Sementara itu, di tempat terpisah, sekitar dua kilometer ke barat dari lokasi tersebut, puluhan anak muda berkumpul untuk mengikuti pembukaan pameran dalam rangkaian Festival Toleransi ‘Indonesia Rumah Bersama’ di Spasial. Para anak muda ini hadir untuk mengapresiasi berbagai karya seni yang benang merahnya adalah toleransi.
Harold Aron, salah seorang inisiator festival mengatakan, kegiatan ini untuk mempromosikan dan mengingatkan kembali nilai-nilai toleransi serta kemanusiaan yang mulai memudar di tengah masyarakat. “Hanya ini dalam bentuk karya dua dan tiga dimensi,” kata Harold.
Pameran ini sendiri merupakan bagian awal dari rangkaian acara Festival Toleransi.
Harold menjelaskan, festival ini diwarnai acara bedah buku, diskusi, lokakarya, serta penggalangan dana untuk membantu pembangunan gereja yang terbakar di Aceh Singkil.
(Berita-Satu/Satu-Islam/ABNS)
Awalnya, kegiatan itu berlangsung aman tanpa gangguan sekitar pukul 19.00 WIB. Polisi sudah berjaga-jaga di sekitar lokasi. Massa aksi yang jumlahnya lebih dari 100 orang itu datang menggunakan sepeda motor sekitar pukul 20.30 WIB.
Polisi langsung berdiri berjajar di antara massa dengan lokasi kegiatan. Pada saat bersamaan, umat Syiah membubarkan diri sedikit demi sedikit di bawah kawalan polisi. Polisi juga menutup ruas Jalan Ahmad Yani menuju Kosambi dan arah sebaliknya.
Para pengunjukrasa ini mempertanyakan perihal peringatan Asyura di Kota Bandung. Salah seorang pengunjuk rasa yang menolak disebutkan namanya mengaku sudah memperingati polisi dan pemerintah agar tidak ada acara tersebut di Bandung. “Ada informasinya di media sosial yang mereka sebarkan sendiri,” kata pria yang bergabung dengan para pemuda dari berbagai organisasi massa anti Syiah.
Peringatan Asyura itu sebenarnya dijadwalkan berlangsung hingga tengah malam. Namun massa pengunjuk rasa membubarkan diri sekitar pukul 22.30 WIB.
Kepala Kepolisian Resor Kota Besar Bandung Komisaris Besar Polisi Angesta Romano Yoyol mengatakan, pihaknya hanya bertugas mengamankan acara peringatan keagamaan. “Kewajiban kami mengamankan. Personil ada seribu yang kami siagakan,” ujar Angesta yang hadir ke lokasi acara.
Menyoal pemberitahuan ke polisi akan adanya aksi massa, Angesta menyatakan, kegiatan itu berlangsung spontan. “Yang penting aman,” ujar dia.
Sementara itu, di tempat terpisah, sekitar dua kilometer ke barat dari lokasi tersebut, puluhan anak muda berkumpul untuk mengikuti pembukaan pameran dalam rangkaian Festival Toleransi ‘Indonesia Rumah Bersama’ di Spasial. Para anak muda ini hadir untuk mengapresiasi berbagai karya seni yang benang merahnya adalah toleransi.
Harold Aron, salah seorang inisiator festival mengatakan, kegiatan ini untuk mempromosikan dan mengingatkan kembali nilai-nilai toleransi serta kemanusiaan yang mulai memudar di tengah masyarakat. “Hanya ini dalam bentuk karya dua dan tiga dimensi,” kata Harold.
Pameran ini sendiri merupakan bagian awal dari rangkaian acara Festival Toleransi.
Harold menjelaskan, festival ini diwarnai acara bedah buku, diskusi, lokakarya, serta penggalangan dana untuk membantu pembangunan gereja yang terbakar di Aceh Singkil.
(Berita-Satu/Satu-Islam/ABNS)
Post a Comment
mohon gunakan email