Kelompok intoleran
Oleh: A.M Safwan
Setidak-tidaknya ada dua hal yang senantiasa dituduhkan oleh kelompok yang menolak kegiatan asyura di Indonesia ini: 1. Di acara ini ada ritual melukai diri, 2. Ada pelaknatan sahabat utama Nabi seperti Umar ra. dan Abu Bakar ra.
Dalam sebuah dialog bersama Kementerian Agama D.I. Yogyakarta dan MUI serta Muspida, saya menyarankan kepada pihak yang sering menuding seperti itu untuk melakukan pemeriksaan forensik tubuh para peserta acara Asyura apakah ada bekas melukai diri, dan bisa dicek dalam dokumentasi kajian (peringatan) seperti kegiatan asyura ini apakah ada tradisi caci maki sahabat Umar dan Abu Bakar,apalagi isteri nabi?. Saya kira dengan mudah dapat dilakukan penelitian, karena acara asyura ini terbuka dan siapa saja bisa ikut, apalagi ini memang tragedi ini lintas mazhab dan agama. Jika ditemukan unsur itu, silahkan laporkan ke kepolisian sebagai unsur penistaan agama. Hak kita semua dijamin UUD 1945. Apalagi tim intelijen negara dapat melakukan penggalian informasi lapangan secara langsung di lokasi acara.
Kita juga dapat melakukan penilaian akan unsur separatisme, terorisme dan anti NKRI dan Pancasila sebuah kelompok / ajaran dari buku-buku yang mereka miliki dan gerakan yang mereka lakukan. Dari buku-buku yang kami terbitkan, silahkan dilaporkan ke Kejaksaaan Agung jika mengandung unsur tersebut. Kepolisian Sektor (Polsek) dapat berkoordinasi dengan unsur Desa dan Babinsa untuk meneliti unsur itu. Kemampuan intelijen kita di Indonesia relatif banyak dipuji oleh berbagai negara dan terbukti berhasil menangkap jaringan teroris. Tentu saya percaya aparat pemerintah kita akan dengan mudah menemukan potensi itu jika memang ada.
Tentu sah-sah saja dan dijamin oleh konstitusi jika ada kelompok yang melakukan demonstrasi menolak acara ini dan membuat audiensi dengan Pemerintah dan DPRD, saya kira tradisi yang baik untuk melakukan kritik dan masukan kepada Pemerintah. Asalkan dilakukan dengan cara yang damai, anti kekerasan dan tidak memaksakan kehendak.
Yang saya ketahui mayoritas para pencinta AhlulBayt Nabi di Indonesia yang diistilahkan para penganut syiah adalah anggota masyarakat yang berkomitmen kepada Pancasila dan NKRI. Silahkan di cek data BNPT adakah diantara mereka orang syiah Indonesia yang menjadi terdakwa teroris atau orang menjadi DPO Densus. Kalau ada yang bisa menemukan kelompok syiah di Indonesia ini yang melakukan upaya makar dan teror, maka kita akan bersama-sama melawan mereka, sekalipun mereka mengklaim sebagai penganut syiah. Karena pelaku kejahatan bisa ada di mana saja, bisa ada dalam kelompok agama manapun. Silahkan di cek penjara kita di Indonesia, ada berapa penganut Islam di dalamnya, tentu ini tidak menjadi ukuran bahwa Islam seperti itu, karena banyak penganut Islam yang memberikan prestasi bagi bangsa dan agama ini.
Kita mengetahui bersama sebagian besar kelompok syiah di Indonesia telah muncul sebagai organisasi massa yang resmi yang tercatat dalam lembaran negara, itu artinya mereka memilih jalan objektif keyakinan mereka dalam konteks Negara Kesatuan Republik Indonesia yang akan taat pada konstitusi. Dengan menjadi bagian resmi organisasi massa, maka ormas kelompok pencinta keluarga Nabi yang dikaitkan dengan identifikasi ajaran Syiah akan dapat dipantau secara legal oleh negara. Mereka dituntut konsisten dengan AD dan ART mereka yang pasti berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
Selama beberapa tahun saya ikut mengamati teman-teman Syiah ini (Syiah Imamiyah) kecenderungan terus menguat pada upaya memperkuat jalinan identitas KeIslaman dan Keindonesiaannya. Bisa kita lihat pada tema-tema asyura yang senantiasa membawa spirit dan peneguhan NKRI. Mereka melakukan kegiatan secara terbuka, tidak mengkafirkan kelompok lain, bahkan mereka tidak punya ciri pakaian tertentu, mereka biasa bersama ada yang memakai kaos, berkemeja, berbaju batiik, ada yang pakai sarung, celana jeans. Tidak mengindentifikasi dirinya dengan jenggot panjang, dan simbolisme formal lain. Jadi silahkan di cek di lapangan hal. Mereka tidak ekslusif hingga dalam penampilan mereka terbuka apalagi dalam pemikiran. Kalau mereka dituduh taqiyyah (menyembunyikan kebenaran, berbohong dalam istilah mereka),maka lakukanlah upaya hukum agar dapat dibuktikan di pengadilan dari landasan kebenaran material yang ada.
Jadi upaya sekelompok orang untuk menolak acara asyura sebagai bagian dari demokrasi adalah sah saja, sepanjang dengan cara damai dan tidak memaksakan kehendak apalagi dengan cara kekerasan. Dialog tentu lebih baik. Dalam sebuah perbincangan dengan tim POLDA DIY, saya menyampaikan bahwa acara asyura ini bukan ritual yang wajib secara syariah dilakukan dalam bentuk dan waktu yang ditentukan. Kita tidak melaksanakan kegiatan besar pun tidak berdosa, bahkan orang syiah tidak sempat ikutpun dalam hari asyura tidak berdosa. Ini adalah upaya membangun hubungan cinta dengan keluarga Nabi dan senantiasa melakukan refleksi sosial keagamaan agar setiap pencinta Imam Husain senantiasa menjaga keadilan dan menjauhi hidup dalam kezaliman. Pelaksanaan majelis duka bisa dilakukan dengan keluarga bisa di rumah, bisa di jalan, bisa di warung kopi, bisa berpakaian hitam, bisa warna lain, bisa pakai kaos ataupun pakai celana panjang ataupun pendek. Prinsipnya ini acara mengenang tragedi agar menjadi spirit kebaikan bagi para pencinta al Husain cucu Nabi Muhammad Saw sebagaimana yang dikehendaki oleh Allah SWT dan RasulNya.
Semakin ditekan atau diteror, mungkin saja berpengaruh secara psikologis, tapi karena ini adalah masalah cinta, tentu kita paham bagaimana sih jika kita sedang jatuh cinta, kita bisa merawat cinta kita dengan fasiltas apa adanya, sekalipun hanya dengan membagi makanan kecil untuk sedekah sebagai upaya mengenang Asyura buat kita sangat berarti dan berkah, sekalipun kita harus melakukan di ruang terbuka berpanas-panas, dengan cinta semua itu larut dalam keharuan para pencinta. Prinsipnya kita tidak melawan hukum di negeri kita tercinta ini dan cinta damai. Semua jalan untuk melakukan asyura ini bisa terpenuhi. Seorang teman bahkan melakukan peringatan asyura sendiri (beberapa orang) di dalam gua. Setiap tempat dan setiap waktu adalah asyura. Asyura sebagai jalan cinta Imam Husain hidup di hati setiap pencintanya apapun mazhab dan agamanya. Peringatan asyura bisa kita lakukan tiap minggu atau tiap bulan atau tiap tiga bulan dan seterusnya. Setiap saat bisa.
Kita terus akan hormati hak setiap orang untuk berpendapat tentang acara asyura ini, kita sangat mengapresiasi langkah kelompok yang menolak asyura Syiah (istilah mereka) dengan melakukan pelaporan ke Polisi, audiensi dengan pemerintah dan DPRD. Apa yang diputuskan oleh negara tentu akan berupaya kita dukung untuk menjaga negara kita dalam kedamaian dan cinta kasih, tentu dengan komitmen berdasarkan hukum yang berlaku.
Tentu kita harapkan juga kepada para penganut Syiah untuk tidak memaksakan kehendaknya, saya percaya , terbukti selama ini kita bisa dan senantiasa mau berdialog. Penolakan asyura justeru akan menjadi jalan untuk semakin memperkenalkan asyura. Jadi dilarang ataupun tidak dilarang, secara intelektual, spiritual dan sosial, tragedi asyura akan terjelaskan ke masyarakat dengan berbagai bentuk. Agar pada akhirnya Islam bisa dikenal sebagai agama cinta. Bahwa apa yang di bawa para Walisongo dalam konteks Islam Nusantara menurut saya adalah bagian tidak terpisahkan dari perjalanan asyura.
Jadi semua kita, yang mengadakan dan menolak asyura, sedang berjalan dalam upaya mencari keseimbangan baru dan juga baik bagi upaya meneguhkan identitas keIndonesiaan kita.
Jayalah Asyura, Jayalah Islam Nusantara, Jayalah KeIndonesiaan
Dengan Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika.
Salam atas Rasul al Mustafa Muhammad Saw.
Wallahu’alam bi al shawab.
(Mahdi-News/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Post a Comment
mohon gunakan email