Pesan Rahbar

Home » » Penggusuran Ala Ahok Jauh dari Manusiawi

Penggusuran Ala Ahok Jauh dari Manusiawi

Written By Unknown on Friday, 15 April 2016 | 20:48:00

Suasana penggusuran di Kawasan Luar Batang, Penjaringan, Jakarta Utara (Foto: Metrotvnews)

Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok menyebut akan ada banyak penggusuran di akhir tahun 2016 ini. Penggusuran tersebut merupakan bagian dari program kerjanya untuk normalisasi kali dan mengambil alih lahan negara yang puluhan tahun diduduki oleh warga.

Penggusuran oleh Ahok bukan tanpa sorotan. Penggusuran dinilai tak manusiawi bahkan Ahok sendiri dituding anti-kemanusiaan. Salah satunya Pengamat Tata Kota, Nirwono Joga. Ia menilai, penggusuran oleh Pemprov DKI Jakarta jauh dari kata manusiawi.

Menurut Joga, ketidak-manusiawian terlihat dari proses penataan kota yang di dalamnya ada manusia. Proses penggusuran Luar Batang saja melibatkan aparat gabungan TNI dan Polri dan Satpol PP hingga 4.200 personel. Pelibatan TNI dan Polri dilakukan Ahok dalam berbagai penertiban Pemprov DKI Jakarta. Pelibatan TNI dan Polri itu mulai dari penggusuran Kampung Pulo, Kalijodo hingga Pasar Ikan.

“Ini yang menunjukkan kota ini kota otoriter. Kita kembalikan dulu semangat upaya penertiban ini, penatan kota manusiawi, yang dipindahkan juga manusia. Artinya pendekatannya juga harus humanis,” kata Nirwono saat dihubungi Kompas.com di Jakarta, Rabu 13 April 2016.

Penertiban tersebut dianggap selalu atas pembenaran sebagai tujuan baik. Misalnya, dalam penertiban Pasar Ikan beberap hari lalu, Pemprov DKI Jakarta menyebut akan membangun wisata bahari kelas internasional. Gagasan itu dianggap pemanis bagi warga kelas atas dengan tujuan untuk menggiring persetujuan tindakan penggusuran.

“Orang mau diajak baik kok enggak mau. Nah ini itu pembenaran yang diambil untuk meredam adanya kritik atau penolakan,” sambung Nirwono.

Pembenaran lainnya, yakni para warga menempati lahan negara. Mereka yang menempati tersebut merupakan kampung miskin.

Dalam penataan kota sendiri, kampung miskin disebut lubang hitam (black hole). Lubang hitam itu menjadi momok penataan kota, dan harus dihapuskan. Apalagi stigma kampung miskin sudah terlanjur buruk.

“Itu kenapa penertiban ini sama sekali tidak mendapatkan perlawanan yang keras dari teman-teman aktif di medsos. Kelompok menengah ke atas kita sudah merasa yakin benar karena stigma kumuh itu dihilangkan pasti mereka lebih senang kan,” ungkap Nirwono.

Pembenaran lainnya terkait pelibatan TNI dan Polri. Dua instansi pemerintahan ini jelas menjadi bagian dari pemerintah saat penertiban.

Pelibatan dua instansi ini berdasarkan penilaian sendiri. Salah satunya menganggap tindakan pemerintah untuk menggusur perkampungan miskin di lahan negara sudah dibetulkan.

“Mereka tinggal di tanah negara, sudah pasti salah. Ini jadi sudut pandang kita sebagai penegak hukum ya, sebagai polisi dan tentara, melihat yang dikerjakan Ahok ini jadi benar. Karena mereka tinggal di tanah negara, berpuluh-puluh tahun, udah keenakan kan. Nah ketika negara butuh untuk diambil, enggak ada yang salah di situ,” kata Nirwono.

Ia menyarankan perlu perubahan cara berpikir dalam melakukan kebijakan penggusuran untuk penataan kota. Pembenaran-pembenaran tersebut ditakutkan berdampak pada penertiban selanjutnya dan dijadikan ‘role model’ penertiban.

“Kalau ini dibenarkan nanti penataan kota akan melihat lagi penertiban kawasan yang berdarah-darah di berbagai kawasan,” ujar Nirwono.

(Metro-TV-News/Satu-Islam/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Share this post :

Post a Comment

mohon gunakan email

Terkait Berita: