SYIAH SESAT, NU SESAT, iseng-iseng di Google saia ketik ‘NU sesat’, ada 538,000 tulisan. dan kata kunci ‘Syiah sesat’ ada 544,000 tulisan. menarik kan? ternyata hampir sama jumlah kata kunci ‘Syiah sesat’ dan ‘NU sesat’, tuh. siapakah dalangnya? kenapa tak hanya Syiah, tapi juga NU juga secara masif (tapi kurang disadari?) disesatkan juga?
Siapa sih sebenarnya target utama penyesatan, pembid’ahan dan gerakan masif takfirisme yang merajalela sekarang ini? bukan Ahmadiyah, bukan pulak Syiah. tapi tak lain tak bukan adalah NU. Ahmadiyah, kemudian Syiah ituh di Indonesia kan secuil, seiprit. di Indonesia ini gak ada untungnya juga nyerang Syiah sebenernya. itu cuman target sekunder aje. Ahmadiyah dan Syiah hanyalah batu loncatan saja untuk menyerang target utama: NU.
Kenapa menyerang NU? karena NU-lah (bersama Muhammadiyah) yang menjadi benteng penjaga bangsa ini sejak bahkan sebelum kemerdekaan Indonesia. NU hancur, hancur pulalah bangsa ini. seperti Libya, seperti Suriah, seperti Irak. lihatlah, sekarang kelompok takfiri ini sudah tak malu-malu lagi menyerang, membid’ah2kan dan bahkan menyesatkan amaliah NU seperti tahlil, maulid, shalawat, ziarah, dll itu kan? bahkan dalam tubuh NU sendiri pun gerakan anti NU (yg wassath, yg moderat dan toleran) mulai bermunculan.
Ketika menyerang Ahmadiyah, mereka mulus2 aja, karena Ahmadiyah memang tak punya doktrin ‘melawan’. tapi ketika target lanjutannya adalah Syiah, di sinilah kelompok takfiri ini kesandung dan nyonyor. karena Syiah bukanlah Ahmadiyah. Syiah mewarisi semangat juang al-Husain. Syiah memiliki Asyura dan Karbala. Syiah adalah orang yang dibesarkan dengan doktrin menjadi petarung dan pejuang. yang tak akan diam dan siap bangkit melawan.
Secara kultural, Syiah dan NU di Indonesia memiliki hubungan yang sangat erat. “NU adalah Syiah minus Imamah, Syiah adalah NU plus Imamah”, kata Gus Dur. terlalu nekat kalau langsung menyerang NU, karena itulah Syiah dijadikan batu loncatan. karena itu bisa dimengerti bahwa NU tak akan hancur, kalau Syiah tidak dihancurkan lebih dulu. Syiah-pun tak akan bisa dihancurkan, selama NU tidak dikacaukan terlebih dahulu. Karena itu, kelompok takfiri ini (bisa di Sunni-Syiah-Wahhabi), tak akan pernah bisa berhasil merobohkan NU selama mereka tak berhasil menstigma Syiah sebagai sesat, kafir, dan bukan Islam. karena dari situlah mereka mendapat pintu masuk untuk menyerang NU. yaitu dari pintu ajaran, amaliah, dan kultur Syiah yg sama dengan NU (shalawat, syafaat, maulid, haul, ziarah, tahlil, etc). jangan heran, fitnah pada Syiah begitu massif dan sistematis. tak hanya dari luar Syiah, bahkan dari dalam Syiah sendiri pun disusupi antek-antek takfiri pemuja Yasir al-Londoni dan Tawhidi al-Australiani ituh…
______________________________________
Waspadai Kelompok Syiah Takfiri, Pemecah Belah Ummat !!!!! & Dialog Imajiner Mengenai Bid’ahnya Maulid Nabi Saw..??? serta Apa Penyebab Kematian Rasulullah Saw???
- Agenda utama musuh adalah menebar perselisihan di tengah kaum muslimin dan permusuhan di antara pengikut berbagai madzhab Islam. Dengan cara ini, musuh bisa menyibukkan umat dan memalingkan perhatiannya dari agenda sebenarnya yang dirancang oleh musuh, yaitu kaum kapitalis bejat dan kaum zionis keji yang merampas negeri bangsa lain.
- Dengan menebar perselisihan, mereka (musuh) berusaha keras memalingkan kaum muslimin dari permasalahan-permasalahan inti sehingga lalai akan masalah inti dan kemajuan-kemajuan yang mesti dicapai.
- Rasulullah Saw bersabda, "Orang Muslim adalah dia yang Muslim lain terbebas dari gangguan tangan dan lidahnya".
Ayatullah Araki: Waspadai Kelompok Syiah Takfiri, Pemecah Belah Ummat
“Karenanya seruan kita, janganlah melakukan yang demikian. Allah Swt tidak pernah meridhai terjadi pertumpahan darah sesama muslim. Mereka yang melakukannya hakikatnya adalah musuh Islam, ia dengan terang-terangan menentang Nabi Muhammad Saw dan Ahlul Baitnya As. Semua Negara-negara Islam adalah jama’ah Imam Zaman Afs. Marilah kita menyambut kedatang Imam Zaman dengan melakukan kewajiban dengan sebaik-sebaiknya, sehingga ketika beliau datang, kita tidak dalam kondisi saling berperang satu sama lain sesama muslim.”
Menurut Kantor Berita ABNA, Ayatullah Muhsin Araki Sekjen Lembaga Internasional Pendekatan Mazhab-mazhab Islam dalam penyampaiannya sebelum dibacakannya khutbah Jum’at di Masjid Haram Sayyidah Maksumah Sa di Qom, Jum’at [2/1] berkaitan dengan dimulainya pekan persatuan Islam mengatakan, “Wahdah dalam kebudayaan Islam, pelajaran Al-Qur’an dan para Maksumin AS adalah salah satu kewajiban yang dibebankan pada masing-masing individu muslim.”
Dihadapan ribuan orang jama’ah Jum’at yang hadir, ulama Iran tersebut melanjutkan, “Ditekankannya persatuan Islam oleh Imam Khomeini maupun Rahbar Ayatullah Sayyid Ali Khamanei bukanlah strategi politik yang kemudian dinilai hanya berlaku pada satu waktu atau satu tempat tertentu, melainkan kedudukannya sama pentingnya dengan puasa dan shalat wajib yang kita kerjakan. Kewajiban menjaga persatuan umat Islam adalah juga kewajiban Ilahi yang diberlakukan kepada masing-masing individu muslim.”
“Diantara tujuan diutusnya para Anbiyah As oleh Allah Swt adalah untuk menciptakan persatuan ummat, sebagaimana yang ditekankan dalam Al-Qur’an, jadilah satu umat yang satu hati dan satu jama’ah.” tambahnya.
Ayatullah Araki melanjutkan, “Dalam al-Qur’an dan lisan suci Ahlul Bait As diperintahkan secara tegas dan terang mengenai pentingnya menjaga persatuan ummat. Lantas apakah kemudian kita yang mengaku pecintanya malah menyepelekan hal ini dan lebih mementingkan kepentingan golongan sendiri dan meninggalkan persatuan? apakah di pekan persatuan ini kita lebih memilih untuk mensyiarkan slogan-slogan lain selain ajakan untuk bersatu dan mempererat ukhuwah?.”
“Dalam Al-Qur’an al-Karim disebutkan sedemikian pentingnya akan persatuan itu Allah Swt mengabadikan kisah Bani Israil ketika Nabi Harun As tidak berdaya menghadapi sejumlah golongan dari Bani Israil menyeleweng dan melakukan penyembahan pada sapi sebagaimana ajakan Samiri. Nabi Musa As murka karena Nabi Harun As mendiamkan saja, namun Nabi Harun As menjawab bahwa diamnya itu adalah untuk tetap menjaga persatuan dan agar mereka menjadi terpecah belah, saling berperang satu sama lain dan saling membunuh. Diamnya nabi Harun As bukanlah menunjukkan bahwa beliau meridhai perbuatan kesyirikan tersebut melainkan beliau menghendaki dengan tetap terwujudnya suasana kondusif dalam persatuan maka beliau lebih bisa melakukan dakwah agar pelaku penyimpangan bisa kembali kepada ajaran tauhid, yang hal itu juga hakekatnya adalah perintah dan pesan dari Nabi Musa As sendiri. Jika dalam kondisi berpecah belah dan saling perang satu sama lain, maka peluang untuk mengembalikan umat kepada ajaran yang hak menjadi jauh lebih sulit.” jelasnya.
Lebih lanjut Sekjen Lembaga Pendekatan antar Mazhab-mazhab Islam tersebut mengatakan, “Kita ditengah-tengah umat Islam juga mengatakan hal demikian. Kita katakan bahwa Amirul Mukminin As dan Ahlul Bait As juga bersabar dengan kesabaran yang teguh dalam menghadapi suasana yang pelik ini. Bagaimana mereka As bersabar dan mengapa mereka harus bersabar. Itu yang harus kita teladani dan menjadi argumen kita, mengapa memilih jalan ini. Dikekinian, tidak sedikit bendera yang tidak dikenali dan tidak diketahui asal-usulnya malah secara terbuka dan terang-terangan melakukan aksi-aksi yang bisa menyulut perpecahan dan perselisihan ditengah-tengah umat Islam. Saya tanyakan, apakah Ahlul Bait As melakukan hal sebagaimana yang mereka lakukan? apakah Ahlus Sunnah tidak bergabung dalam majelis ilmu Imam Shadiq As? dan apakah dulu ulama-ulama Sunni dan Syiah tidak saling menghadiri majelis ilmu satu sama lain? Apakah Imam Ahlul Bait bisa menerima jika sejumlah orang yang mengklaim diri sebagai Syiah namun memancing-mancing kemarahan Ahlus Sunnah sehingga terjadi pertumpahan darah satu sama lain?”
“Meski demikian ini tidak dimaksudkan kita para Syiah meninggalkan syiar-syiar Ahlul Bait. Kita adalah Syiah Alawi, Kita adalah Syiah yang berduka dihari kesyahidan Ahlul Bait As dan bersuka cita dihari-hari wiladah dan kegembiraan mereka. Fiqh kita adalah fiqh Imam Ja’far Shadiq As. Kita adalah Syiah yang memiliki keyakinan penuh bahwa Islam mazhab Ahlul Bait berada diatas kebenaran, dan mazhab yang benar ini pulalah yang mengajarkan kita untuk bisa hidup bersama dengan pengikut mazhab Islam yang lain dalam suasana yang penuh toleran dan saling menghargai.” tegasnya.
“Ajaran Mazhab Ahlul Bait yang sejati menegaskan untuk tidak menyinggung isu-isu yang dapat menyulut perselisihan, yang dapat memecah belah ummat dan merusak persatuan. Ahlul Bait secara tegas memerintahkan untuk tidak berkata-kata yang tidak layak, mengumpat, mencaci dan menghujat, menyulut permusuhan dan memancing pertengkaran. Semua mengaku sebagai pengikut Ahlul Bait tapi tidak semua mendengarkan dan patuh pada apa yang diperintahkan Maksumin dari Ahlul Bait.” tambahnya lagi.
Ayatullah Araki yang juga anggota Jamiah Mudarrisin Hauzah Ilmiah Qom Iran menjelaskan lebih lanjut, “Kita harus meneladani Imam Ali dan Sayyidah Fatimah dalam kehidupan. Keduanya menganjurkan agar tidak menyulut perselisihan dan permusuhan. Mari belajar dengan apa yang terjadi pada Syaikh Syahatah Ulama Syiah Mesir. Beliau dibunuh oleh orang-orang lorong dan pasar dengan cara yang keji dan jasadnya dilemparkan ke jalanan begitu saja secara terhina. Saya menelusuri penyebabnya dan saya temukan, dua pekan sebelumnya, Syaikh Syahatah tampil dalam salah satu program stasiun televisi Fadak kepunyaan Yassir Habib. Dalam program tersebut disiarkan wawancara dengan Syaikh Syahatah yang ditanya mengenai berbagai persoalan yang merupakan ikhtilaf di kalangan Sunni-Syiah. Beliau memberikan jawaban yang blak-blakan dan secara keras menghina dan meremehkan hal-hal yang diyakini oleh Ahlus Sunnah. Beberapa hari setelah program TV tersebut, Syaikh Syahatah mulai mendapat teror karena dianggap telah melakukan penghinaan akan kehormatan Rasulullah Saw. Sampai kemudian, karena terprovokasi, warga yang marah dengan pernyataan-pernyataan Syaikh Syahatah di televisi melakukan penyerangan padanya yang kemudian menyebabkan kematiannya secara tragis.”
“Karenanya seruan kita, janganlah melakukan yang demikian. Allah Swt tidak pernah meridhai terjadi pertumpahan darah sesama muslim. Mereka yang melakukannya hakikatnya adalah musuh Islam, ia dengan terang-terangan menentang Nabi Muhammad Saw dan Ahlul Baitnya As. Semua Negara-negara Islam adalah jama’ah Imam Zaman Afs. Marilah kita menyambut kedatang Imam Zaman dengan melakukan kewajiban dengan sebaik-sebaiknya, sehingga ketika beliau datang, kita tidak dalam kondisi saling berperang satu sama lain sesama muslim.” lanjutnya.
Dibagian akhir penyampaiannya, Ayatullah Araki berkata, “Adapun perbedaan dan ikhtilaf antara Sunni dan Syiah marilah kita mengkajinya secara ilmiah di sekolah-sekolah, di hauzah-hauzah, di universitas-universitas, sebab itu realitas sejarah yang tidak bisa kita tolak. Sementara ditengah-tengah masyarakat, kita adalah umat Islam yang satu. Kita satu keyakinan akan tauhid, satu keyakinan akan kenabian Muhammad Saw, satu keyakinan akan kesucian Al-Qur’an al Karim. Karenanya itu sudah menjadi alasan yang kuat untuk bersatu dan tidak saling bermusuhan. Musuh kita adalah zionisme dan keangkuhan Amerika.”
“Bagi kalian yang mengatasnamakan kesucian Imam Husain As lalu menyerukan kepada masyarakat awam Syiah untuk melakukan tradisi Asyura dengan menggunakan senjata-senjata tajam dan berdarah-darah, saya tanyakan, mengapa tidak ada satupun kalimat dari kalian yang mengecam Zionisme, Amerika dan aksi-aksi brutal yang membawa petaka bagi umat Islam?. Yang kalian serukan justru hal-hal yang tidak memberi manfaat bagi ummat. Serta yang kalian musuhi dan umpat justru kelompok Islam yang dengan lantang menyerukan kepada ummat untuk bersatu.” Tutupnya.
_____________________________________
Prof. Dr. H. Arifuddin Ahmad, M.A: Pupuk Persaudaraan Sesama Muslim, Apapun Mazhabnya
Saya ingin mengajak semua komponen umat Islam, khususnya di Indonesia untuk membangun persatuan dan memupuk persaudaran sesama Muslim apapun mazhabnya. Hentikan segala bentuk kecurigaan dan saling mencela apalagi saling mengkafirkan.
Menurut Kantor Berita ABNA, Konferensi Internasional Gerakan Ekstrimisme dan Takfiri dalam Pandangan Ulama Islam yang berlangsung di kota Qom, Republik Islam Iran selama dua hari ahad-senin [ 23-24/11] yang dihadiri 350 ulama dari 80 negara juga diikuti oleh sejumlah ulama dan guru besar dari Indonesia. Prof. Dr. H. Arifuddin Ahmad, M.A, guru besar di bidang Ilmu Hadits yang juga menjabat sebagai Dekan Fak. Ushuluddin UIN Alauddin Makassar termasuk diantara delegasi Indonesia yang hadir. Ulama yang memegang amanah sebagai sekretaris Komisi Fatwa MUI Sul-Sel ini karena agenda konferensi yang padat sulit ditemui oleh reporter ABNA untuk melakukan wawancara.
Wawancara yang berhasil diambil berikut adalah melalui wawancara tertulis via surat elektronik. Ditengah kesibukan menyelesaikan program akhir tahun karena juga mendapat amanah sebagai Ketua Umum BKPRMI SulSel, Guru Besar Ilmu Hadits ini akhirnya memberikan jawaban atas pertanyaan yang diajukan.
Berikut hasil wawancara dengan tokoh Muhammadiyah untuk masa periode 2010-2015 menjabat sebagai Wakil Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Sulawesi Selatan:
Bagaimana tanggapan Bapak terhadap Iran dengan kehadiran Bapak langsung di negara ini, baik sebagai sebuah Republik Islam maupun sebagai negara yang mayoritas penduduknya bermazhab Syiah?
Eksistensi negara Iran sebagai negara Islam yang mengalami embargo dari AS dan sekutunya pada awalnya mengandung kesan "sandiwara" tetapi dengan waktu yang begitu lama disertai dengan gejolak di Timur Tengah yang menurut dugaan saya ini adalah bentuk kolonialisme modern dari negara adidaya menjadikan kesan sandiwara tersebut mulai hilang. Bahkan, kedatangan Duta Besar Iran beberapa kali ke Makassar, baik ke MUI SULSEL maupun ke UIN Alauddin Makassar menjelaskan tentang makar yang dilakukan oleh AS cs serta kedatangan saya melihat langsung kondisi di Qum Iran. Untuk itu, Iran sebagai sebuah negara yang berdaulat seharusnya didukung agar dunia Islam dapat bersatu menjadi adidaya baru. Perbedaan mazhab, selama tidak keluar dari prinsip dasar dalam Islam, terutama Tuhan yang satu (Allah), Muhammad Saw. sebagai Rasul, Al Quran dan Hadis Nabi sebagai pedoman hidup, hari akhir pasti adanya, adalah sesama saudara seiman (QS. Al Hujurat:10). Mari belajar dari peristiwa Hijraturrasul yg mempersaudarakan kaum Muhajirin dan Anshar.
Pandangan Bapak mengenai isu yang menyebut Iran itu hanya hendak menghancurkan umat Islam dari dalam dan Syiah itu bukan bagian dari Islam?
Seperti saya kemukakan sebelumnya, maka saya berkeyakinan bahwa yang namanya isu biasanya tidak benar. Andaikan Iran mau menghancurkan Islam dari dalam maka Iran tidak diembargo oleh Amerika tetapi semestinya didukung. Saya kira sudah ada keputusan komprehensi sebelumnya tentang pengakuan Syiah sebagai bagian dari Islam. Tentu, sekte yang mengaku bagian dari Syiah maupun di Sunni selalu saja ada yang menyesatkan. Hal yang seperti ini selalu ada dalam setiap komunitas masyarakat atau golongan.
Selalu sering diisukan sebagian orang, bahwa di Iran terjadi kezaliman atau ketidakadilan terhadap warga Iran yang bermazhab Sunni? Apakah Bapak melihat hal yang demikian?
Saya hanya bisa menyampaikan yang saya lihat bahwa itu tidak benar, bahkan kehadiran kami di Iran justru merasakan pengawalan yang super ketat agar tidak ada yang mengganggu dan tetap dalam keamanan yg terkendali. Justeru sebaliknya yang kami rasakan kalau pemeritah Iran yang khawatir kalau orang-orang Sunni, terutama tamu resminya ada yang terganggu keamanan dan kenyamanannya.
Menurut Bapak, tujuan mereka yang sampai saat ini tetap menghembuskan isu-isu perbedaan Sunni-Syiah harus dipertentangkan dan Syiah bukanlah bagian dari Islam apa? Dan siapa dalang di balik itu?
Menurut saya, tujuan mereka adalah untuk mengadu domba umat Islam agar tidak bersatu. Sebab, jika umat Islam bersatu, maka Islam bisa menjadi kekuatan yg tidak tertandingi, adidaya baik dari sisi sumber daya insani maupun sumber daya alam. Saya kira ini dilakukan oleh kelompok "Khawarij Modern" yang didalangi oleh kelompok yang ingin terus menguasai dunia.
Menurut Bapak, apa tujuan Iran melakukan konferensi yang menghadirkan sedemikian banyak ulama lintas mazhab ini? Apa bisa dikatakan bahwa ini hanya bentuk pencitraan Iran agar bisa diakui sebagai bagian dari umat Islam?
Saya menilai hal ini sangat positif untuk memulai rekonsiliasi bagi dunia Islam, terutama Sunni dan Syiah agar kembali sadar bahwa selama ini kita diadu domba oleh kelompok yang tidak ingin Islam dan dunia Islam kembali jaya.
Manfaat konferensi ini sendiri bagi umat Islam apa?
Mempererat Silaturrahim internasional. Membuka kesadaran dunia Islam akan kekhilafan dan keteledoran selama ini dalam mengenali musuh sesungguhnya.
Menurut Bapak, apa yang bisa dipelajari dari Bangsa Iran?
Komitmen membangun bangsa dan menjaga marwah [kehormatan] Islam dengan kekuatan sendiri, terutama dengan ilmu pengetahuan dan teknologi yang berlandaskan nilai-nilai Al-Quran dan Hadis Nabi.
Apa pesan Bapak kepada umat Islam Indonesia terkait akan pentingnya persatuan Islam?
Saya ingin mengajak semua komponen umat Islam, khususnya di Indonesia untuk membangun persatuan dan memupuk persaudaran sesama Muslim apapun mazhabnya. Hentikan segala bentuk kecurigaan dan saling mencela apalagi saling mengkafirkan.
Terimakasih atas jawaban dan waktu bapak.
Sama-sama, minta maaf jawabannya terlambat dan singkat-singkat saja karena disibukkan dengan agenda penyelesaian program akhir tahun 2014.
_________________________________________
Dialog Imajiner Mengenai Bid’ahnya Maulid Nabi Saw
Betapa keras usaha dan upaya Nabi untuk menjaga agar umat Islam bersatu. Janganlah dirusak hanya karena berbeda dalam memahami anjuran Nabi. Bid’ahnya maulid masih diperselisihkan, tapi mencela, melecehkan dan merendahkan sesama muslim tidak diperdebatkan keharamannya. Orang Islam itu, kesibukannya melakukan amalan-amalan yang akan memasukkannya ke surga, bukan sibuk membuktikan orang lain pasti ke neraka.
Suatu hari, disebuah masjid kampung, dipingggiran kota, sehabis shalat Ashar berjama’ah, seorang anak muda, yang tampak begitu saleh dengan bekas sujud yang tampak jelas di dahinya dan penampilannya yang sedemikian islami dengan baju koko dan kopiah yang serba putih, mendekati imam masjid yang sudah sedemikian berumur. Keriput diwajah imam masjid itu sedemikian jelas disertai tubuh yang mulai membungkuk. Dia sedang membereskan sajadahnya, memasukkan mic kedalam kotaknya dan menutup lemari yang berisikan deretan kitab Al-Qur’an dan beberapa majalah bulanan Islam. Sementara jama’ah sudah meninggalkan masjid satu-satu dan menyisakan mereka berdua.
Singkat cerita terjadilah dialog sebagai berikut:
Anak Muda [AM]: Pak ustad, mau tanya. Boleh?
Imam Masjid [IM]: Silahkan nak..
Keduanya kemudian duduk bersilah di sisi mimbar masjid. Pak Imam menyandarkan tubuh tuanya di dinding.
AM: Begini pak, benar di masjid ini akan diadakan peringatan maulid Nabi?
IM: Benar. Memang kenapa, bukannya kamu juga penduduk kampung ini, dan sudah tahu bahwa peringatan maulid di kampung ini telah menjadi tradisi tahunan dan warga kampung menyambutnya dengan gembira?
AM: Iya pak. Tapi bukankah itu amalan bid’ah?
IM: Bid’ah? Maksudnya?
AM: Iya bid’ah. Tidak ada contohnya dalam Islam. Tidak pernah dianjurkan Nabi, dan juga tidak pernah diamalkan para sahabat.
IM: Apa semua yang tidak dianjurkan Nabi dan tidak diamalkan sahabat sudah berarti bid’ah?
AM: Iya. Mengadakan hal-hal yang baru yang tidak ada contohnya dari Nabi itu semuanya bid’ah, semua yang bid’ah itu sesat dan kesesatan itu di neraka.
IM: Kamu tahu dari mana semua itu nak?
AM: Dari pengajian di kampusku di kota. Saya diajari ustad alumni Arab Saudi.
IM: Terus, apakah mengenakan kopiah dan sarung itu juga bid’ah? mengenakan mic di masjid saat azan itu juga bid’ah karena tidak ada contohnya dari Nabi?
AM: Kalau itu termasuk bid’ah dari segi bahasa, dan tidak masalah.
IM: Jadi yang bermasalah, bid’ah dari segi mana?
AM: Bid’ah secara istilah. Yaitu melakukan amalan ibadah yang tidak ada contohnya dalam syariat. Menggunakan kopiah dan sarung itu, masalah duniawi, bahkan implementasi dari perintah untuk menutup aurat, jadi apa saja yang akan dikenakan itu diserahkan pada ummat.
IM: Bukankah, mengadakan maulid nabi juga dari perintah Nabi untuk mengagungkan, memuliakan dan selalu mengingatnya?
AM: Memang dalam agama kita, kita diperintahkan memuliakan Nabi, tapi ya tentu sesuai dengan tuntunan Nabi. Nabi misalnya telah menganjurkan untuk bershalawat dan mematuhi perintahnya. Sahabat-sahabat sedemikian besarnya cintanya pada Nabi, tapi tidak ada seorangpun dari mereka yang menganjurkan memperingati hari kelahiran Nabi apalagi melakukannya.
IM: Nabi juga tidak pernah meminta kita mendirikan pesantren, tapi mengapa dilakukan?
AM: Pesantren hanya wasilah pak. Mendirikan pesantren bagian dari perintah Nabi untuk ummat ini menuntut ilmu dan belajar.
IM: Apa Nabi pernah memerintahkan mendirikan pesantren?
AM: Ya tidak pernah.
IM: Apa sahabat-sahabat melakukannya?
AM: Ya tidak. Tapi waktu itu memang tidak begitu penting mendirikan pesantren.
IM: Sekarang mengapa mendirikan pesantren? Apa karena dirasa penting, meskipun itu tidak pernah dilakukan Nabi dan sahabat-sahabatnya?
AM: Tapi pak. Mendirikan pesantren itu ada dasarnya. Pertama, adanya perintah untuk menuntut ilmu. Bentuk bagaimana menuntut ilmu itu diserahkan kepada ummat. Mau dipesantren, kajian di masjid, dengar ceramah, nonton program TV Islami, baca buku dan sebagainya, terserah.
Kedua, dimasa Nabipun dilakukan majelis-majelis ilmu, yang sesungguhnya itu adalah cikal bakal berdirinya pesantren. Hanya saja di masa Nabi masih dalam bentuk yang sangat sederhana.
IM: Bukankah memperingati maulid juga begitu?. Pertama, dasarnya adalah adanya perintah untuk mencintai dan mengagungkan Nabi. Bentuk amalannya diserahkan kepada ummat. Memperingati maulid Nabi adalah perwujudan dari kecintaan dan bentuk pengagungan pada Nabi. Sama halnya perintah mencintai dan menghormati orang tua. Nabi tidak memberi batasan dan pengkhususan mengenai bentuk amalannya. Ada yang mencintai orangtuanya dengan membiayai keduanya naik haji. Ada yang mencintai kedua orangtuanya dengan membangunkan rumah, membayarkan hutang-hutangnya atau dalam bentuk menjadi anak yang saleh dan berbakti. Ada pula yang sampai bertekad menjadi sarjana dengan niat, itu yang menjadi bentuk pengabdian dan kecintaannya pada orangtua. Jadi apa alasannya menghalangi mereka yang hendak mengekspresikan kecintaannya pada Nabi dengan memperingati hari kelahirannya dan bersuka cita didalamnya, sementara Nabi tidak pernah memberi batasan dan pengkhususan bagaimana amalan dari perintah mencintainya?.
Kedua, cikal bakalnya di masa Nabi sudah ada. Sahabat-sahabat sangat mengagungkan apa saja yang berkaitan dengan Nabi. Mereka berebutan untuk mengambil berkah dari sisa air wudhu Nabi. Mereka menyimpan rambut Nabi, mengambil keringat dan peluh Nabi. Mereka mendahulukan Nabi dari diri-diri mereka sendiri. Nah, dimasa kita yang tidak bisa bertemu Nabi, tentu tidak bisa mengagungkan Nabi sebagaimana yang dilakukan para sahabat. Kalau kita di Madinah, tentu kita akan setiap hari berziarah ke makam Nabi, dan mengambil berkah dengan menyentuh pusaranya. Sayang, kita menetap di tempat yang jauh dari itu. [Mata imam tua itu mulai berkaca-kaca]
Karenanya, cukuplah memperingati kelahiran Nabi dan memuliakan bulan kelahirannya, sebagai bentuk yang paling sederhana yang bisa kita lakukan untuk meluapkan kecintaan dan kerinduan kepada baginda Nabi. Selain itu, tentu saja dalam keseharian adalah meneladani Nabi. [Tidak tahan, imam masjid itu untuk menyeka matanya yang sembab]
Kalau kita tidak bisa mengambil berkah dari fisik ataupun makam Nabi dan semua tempat bersejarah yang pernah dipijaknya, setidaknya kita mengambil berkah dari waktu-waktu mulia yang pernah dilalui Nabi. Bukankah kita sendiri tetap menganggap istimewa, hari saat kita dilahirkan, hari pertama masuk sekolah, hari saat diwisuda, hari pernikahan, hari lahirnya anak pertama dan sebagainya, dan ketika mengenang semua hari-hari menggembirakan itu kita lantas bersyukur dan bersuka cita atas rahmat Allah. Karena itu kita mengistimewakan hari lahirnya Nabi, saat beliau hijrah, saat isra mi’raj, dengan mengenang, memperingati dan membicarakannya, sebagai bentuk cinta kita pada beliau.
AM: Tapi pak, bagaimanapun itu sama saja menambah-nambahkan syariat dalam agama. Tidak ada contohnya, dan tidak pernah diamalkan. Kalau memang itu penting, pasti Nabi dan sahabatnya pasti yang lebih dulu melakukan dan menyemarakkannya.
IM: Lho, kalau pesantren itu penting. Pasti Nabi dan sahabatnya yang lebih dulu mendirikannya.
AM: Pesantren hanya wasilah pak. Bukan ibadah.
IM: Bukan ibadah? Maksudnya?
AM: Ya, hanya wasilah untuk lebih mudah menuntut ilmu, dan lebih tersistematis dengan adanya kurikulum. Intinya itu adalah pengamalan dari perintah Nabi untuk menuntut ilmu.
IM: Lho, kalau begitu, maulid adalah juga wasilah untuk menunjukkan kecintaan kepada Nabi. Maulid, jalan untuk bisa mengumpulkan warga, sehingga mereka mau mendengarkan ceramah tentang Nabi, mereka jadi tahu akhlak dan keindahan perangai Nabi, mereka jadi tahu sunnah-sunnah Nabi apa saja. Dan dibuat tersistematis, agar ummat bisa lebih mudah untuk mengingatnya. Setiap Muharram yang diingat, peristiwa hijrahnya Nabi. Setiap Zulhijjah, yang diingat peristiwa haji terakhir Nabi dan lengkapnya syariat Islam. Setiap Rajab yang diingat adalah peristiwa isra mi’raj. Setiap Ramadhan, disaat Nabi menerima wahyu dan turunnya Al Qur’an pertama kali. Setiap Safar bulan wafatnya Nabi dan setiap Rabiul Awal adalah bulan kelahiran Nabi. Dengan adanya tradisi memperingati semua hal yang penting dari peristiwa yang pernah dialami Nabi tersebut menjadi wasilah bagi para ulama, da’i dan muballigh untuk lebih mudah menyampaikan ajaran-ajaran Islam kepada ummat.
Bapak tanya. Pembacaan proklamasi itu kapan? Hari ibu kapan diperingati? Kalau hari Kartini kapan?
AM: Hari proklamasi 17 Agustus. Hari Ibu 22 Desember dan Hari Kartini 21 April.
IM: Kok kamu bisa ingat?
AM: Ya, karena diperingati tiap tahun.
IM: Kalau tidak diperingati secara nasional, bagaimana? Apa kamu masih bisa ingat?
AM: Ya bisa jadi saya lupa. Tapi apa pentingnya mengetahui itu pak?
IM: Ya, apa pentingnya bagimu kamu tahu kapan kamu lahir, tanggal, bulan dan tahunnya?.
AM: [Diam]
IM: Sejarah itu penting nak. Dan adanya peringatan-peringatan itu diadakan sebagai bentuk penghargaan terhadap sejarah. Bukankah dalam Al-Qur’an sendiri banyak perintah untuk mengingat peristiwa-peristiwa ummat-ummat terdahulu, yang dengan itu kita bisa banyak mengambil ibrah?
AM: Tapi bukankah tanggal kelahiran Nabi itu diperselisihkan ulama pak?
IM: Tapi tidak ada yang menyelisihi bahwa baginda Nabi lahir dibulan Rabiul Awwal, iya kan?. Karena itu, kita juga tidak pernah mempersoalkan kapan acara maulid Nabi diadakan. Apa tepat 12 Rabiul Awal, lebih cepat atau lebih lambat. Ditiap kampung, masjid, kantor dan sekolah, beda-beda hari dimana mereka mengadakan Maulid. Dan itu tidak mesti dipersoalkan. Dan kami juga tidak pernah menyebut mereka yang tidak mau ikut maulidan sebagai orang yang tidak mencintai Nabi. Maulidan itu tidak wajib. Kalau ada yang menyatakan, yang tidak ikut acara maulidan itu berdosa, itu yang bid’ah.
AM: Tidak ada amalan yang kalau itu dianggap baik dan dapat mendekatkan pada Allah kecuali pernah dianjurkan Nabi dan diamalkan para sahabat. Maulid tidak dianjurkan dan tidak diamalkan, artinya tidak dianggap baik oleh Nabi.
IM: Nak, ceramah taraweh itu pernah tidak dilakukan Nabi? Pernah diamalkan sahabat?
AM: Setahu saya tidak.
IM: Lantas mengapa umat Islam saat ini menggalakkannya?. Di masjid-mesjid dibuatkan jadwal ceramah taraweh, ditentukan penceramahnya, temanya apa dan seterusnya. Kalau itu baik, pasti Nabi dan para sahabat yang lebih dulu mengamalkannya.
AM: Ya itu hanya karena memanfaatkan momentum Ramadhan saja pak. Ruhiyah umat Islam lebih siap mendengarkan siraman rohani dibanding bulan lain.
IM: Lho kalau itu alasannya. Kami mengadakan maulid juga sekedar memanfaatkan momentum Rabiul Awal saja. Ruhiyah umat Islam dibulan ini lebih siap untuk mendengarkan ceramah-ceramah mengenai keagungan Nabi dan keteladanannya. Jadi kalau memanfaatkan momentum Ramadhan bukan bid’ah, sementara memanfaatkan momentum Rabiul Awal menjadi bid’ah, begitu?.
AM: Tidak begitu juga sih pak. Tapi pak, memperingati Maulid itu menambah-nambah hari raya dalam Islam, sementara hari raya dalam Islam itu hanya tiga. Jum’at, Idul Fitri dan Idul Adha. Tidak perlu ditambah lagi. Menambahhya sama halnya meragukan kesempurnaan ajaran Islam yang telah dijamin kesempurnannya oleh Allah Swt. Atau menuduh Nabi tidak amanah dalam menyampaikan syariat ini.
IM: Yang bilang Maulid itu hari raya siapa?. Kami menyebutnya peringatan. Bukan perayaan. Karena bentuknya peringatan, ya bisa dilakukan kapan saja. Bahkan diluar Rabiul Awal pun sah-sah saja. Kalau perayaan, ya harus di hari Hnya. Kalaupun ada yang menyebutkan merayakan maulid Nabi, itu bukan maksudnya menjadikan hari maulid sebagai hari raya dan menyikapinya sebagaimana hari raya Jum’at, Idul Fitri atau Idul Adha. Ketiga hari raya itu memiliki rukun yang tidak bisa dibolak balik, ditambah ataupun dikurangi. Sementara Maulid, ya terserah pada penyelenggaranya. Ada yang melengkapinya dengan barazanji, ada pula yang tidak. Ada yang menyertainya dengan lomba-lomba ada pula sekedar mendengar ceramah, shalawatan dan makan bersama sudah cukup. Ada yang melakukannya dipagi hari. Ada sore hari, ada pula yang malam hari setelah shalat Isya. Kalau idul Fitri ya sudah ditentukan kapan dan batasannya.
AM: Tetap saja bid’ah pak. Bukankah bapak mengharapkan pahala dari mengadakan Maulid itu? Nah karena mengharap pahala, berarti itu dianggap ibadah. Sementara dalam ibadah Islam, tidak ada yang namanya maulidan. Kalau bapak ngotot menyebutnya bukan ibadah, berarti bapak harus menyebut itu perbuatan sia-sia karena tidak mengharap pahala.
IM: Apa mereka yang mendirikan pesantren itu tidak mengharap pahala? Apakah yang menyumbang untuk pembangunan pesantren tidak mengharap pahala? Sementara dalam hadits Nabi sama sekali tidak ada perintah untuk membangun pesantren, mendirikan ormas Islam, membuat yayasan-yayasan, membangun rumah sakit, puskesmas dan sekolah-sekolah?.
AM: [Diam]
IM: Apa yang lepas dari masalah ibadah nak? Mana yang kamu sebut tadi masalah duniawi?
AM: Mengenakan sarung dan kopiah. [Menjawab dengan nada lemah]
IM: Saya tanya, kalau itu hanya masalah duniawi. Mana yang lebih afdhal yang shalat dengan mengenakan sarung, kopiah dan baju koko, dengan yang shalat mengenakan kaos oblong, celana jeans dan topi koboy?
AM: Tentu yang pertama.
IM: Kok bisa? Bukankah itu hanya masalah duniawi? Berpakaian pun bisa menjadi ibadah, jika itu diniatkan untuk mendapatkan keridhaan Allah dan menjalankan tuntunan Nabi untuk mengenakan pakaian yang layak dan bersih. Bukankah tidurpun termasuk ibadah?. Apa Nabi pernah mencontohkan tidur di kasur yang empuk dan mahal?.
Jadi sekarang saya bertanya lagi. Mana yang lebih afdhal yang bergembira di bulan Maulid dengan niat kegembiraannya itu karena tahu bahwa bulan itu adalah bulan lahirnya Nabi yang mulia, yang dijunjung dan diagungkan oleh semua umat Islam. Yang kegembiraannya itu diluapkan dengan berbondong-bondong ke masjid, mendengar ceramah, bersilaturahmi dan makan bersama, atau yang lebih sibuk dan ribut-ribut menyebut mereka yang memperingati maulid itu sebagai ahli bid’ah, sesat dan tempatnya kelak di neraka?.
Mana yang lebih meneladani Nabi, mereka yang menyerukan persatuan dan persaudaraan Islam dengan memanfaatkan momentum bulan kelahiran Nabi atau mereka yang ngotot dan memaksakan pendapat mereka sendiri, dan menyebut mereka yang menyelisihnya sebagai golongan sesat dan jahil?.
AM: Lebih afdhal yang pertama, pak. [Sedikit tersipu]
Tapi pak, bukankah memperingati maulid Nabi sama halnya tasyabbuh dengan budaya kuffar yang juga memperingati hari kelahiran orang-orang yang mereka agungkan? Sementara Nabi melarang kita meniru-niru adat-adat dan kebiasaan mereka.
IM: Apa dalam semua hal? Kaum jahiliah Arab dulu dikenal sangat menghormati dan mengagungkan tamu, mereka juga punya ikatan yang kuat dengan keluarga dan kabilah mereka. Apa itu jelek dan harus diselisihi karena bakal menyerupai kebiasaan mereka? Kegigihan orang-orang Barat dalam menuntut ilmu, dalam menemukan hal-hal yang canggih dan baru dalam bidang tekhnologi, apa itu harus diselisihi karena telah menjadi tradisi keilmuan mereka?
Mengagungkan Nabi-nabi Allah, memuliakan orang-orang yang saleh dan mengistimewakan mereka diatas yang lainnya bukanlah kebiasaan jelek yang harus dihindari. Selama bentuk pengagungan dan pemuliaan kita tidak sampai menyamakan derajat mereka dengan Tuhan atau menyematkan sifat Rububiyah kepada orang-orang saleh itu.
Perintah agama kita jelas. Menyuruh kita melakukan hal-hal yang bisa menjengkelkan orang-orang kafir dan menyenangkan hati orang-orang beriman. Keras pada orang kafir dan berlembah lembut pada orang beriman. Nah, apa iya, melarang-larang umat Islam memperingat kelahiran Nabi itu menjengkelkan orang-orang kafir?. Apa iya mengharamkan makanan maulid itu membuat geram mereka? Apa iya sengaja menyulut perselisihan di bulan kelahiran Nabi itu membuat muak orang-orang kafir?
Dalam keyakinan bapak, semakin semarak umat Islam memperingati kelahiran Nabinya, akan semakin menjengkelkan orang-orang kafir. Semakin ummat Islam mengagungkan Nabi di kantor-kantor, sekolah-sekolah, di jalan-jalan, di tanah lapang, dan memuliakan bulan kelahirannya akan semakin menggeramkan orang-orang kafir. Semakin anak-anak bergembira dan bersorak sorai, bershalawatan dan menyanyikan syair-syair rindu pada Nabi di bulan maulid, akan semakin membuat mereka putus asa untuk menjauhkan generasi muda Islam dengan Nabinya.
Menyemarakkan maulid itu menyenangkan orang-orang beriman. Hari dimana kita berbagi kebahagiaan, keceriaan, kebersamaan, dengan makan bersama, duduk bersama, mendengarkan ceramah bersama, shalawatan bersama, melihat keceriaan anak-anak yang riang gembira, dan saling mematri janji untuk selalu saling memuliakan dan menjaga ukhuwah. Bukan begitu?.
AM: Iya pak. [Pemuda itu menganggukkan kepalanya]
[Senyap sesaat, yang terdengar hanya suara gesekan tubuh imam masjid yang mengubah letak duduknya.]
AM: Tapi Pak. Yang patut disayangkan. Mereka yang getol memperingati maulid, justru hanya masuk masjid saat peringatan maulid, dan dihari selainnya tidak menampakkan lagi batang hidungnya di masjid. Bahkan pada saat shalat lima waktu sekalipun.
IM: Justru, dengan adanya peringatan maulid itu setidaknya mereka tercatat pernah ke masjid. Coba kalau tidak ada maulid. Mungkin seumur-umur mereka tidak pernah ke masjid padahal mereka mengaku muslim juga.
AM: [Mengangguk]
IM: Nak, yang dimaksud bid’ah itu adalah jika mengubah-ubah syariat yang telah ditetapkan secara pasti. Misalnya menambah rakaat shalat. Naik haji bukan diwaktu yang telah ditentukan. Mengurangi rukun puasa. Dan sebagainya.
Kita tidak mewajibkan maulid. Yang mau ikut silahkan, yang tidakpun tidak kita paksa. Apalagi sampai mencemoohnya tidak mencintai Nabi dan telah berdosa. Semua orang punya cara untuk meluapkan kecintaannya pada Nabi. Kita percaya, yang tidak memperingati maulid juga tetap tidak kurang cintanya pada Nabi. Hanya saja, kecintaan pada Nabi itu akan ternodai kalau sampai menyakiti hati sesama muslim dengan menggelari mereka yang memperingati maulid sebagai ahli bid’ah, sesat dan ahli neraka, padahal ini pun masih diperselisihkan para ulama.
Betapa keras usaha dan upaya Nabi untuk menjaga agar umat Islam bersatu. Janganlah dirusak hanya karena berbeda dalam memahami anjuran Nabi. Bid’ahnya maulid masih diperselisihkan, tapi mencela, melecehkan dan merendahkan sesama muslim tidak diperdebatkan keharamannya. Orang Islam itu, kesibukannya melakukan amalan-amalan yang akan memasukkannya ke surga, bukan sibuk membuktikan orang lain pasti ke neraka.
AM: Iya pak. Terimakasih.
IM: Sama-sama.
Imam Masjid itu kemudian berdiri. Menyalakan tape masjid, yang seketika itu juga memperdengarkan alunan Qari yang melantunkan ayat suci Al-Qur’an. Pak tua itu, keluar masjid, masuk WC dan memperbaharui wudhunya. Tidak lama lagi, matahari akan tenggelam, dan waktu maghrib akan masuk.
[Ismail Amin, sementara menetap di Iran]
______________________________________
Pentingnya Memperingati Maulid Nabi Saw
“Sesungguhnya telah datang kepadamu seorang Rasul dari kaummu sendiri, berat terasa oleh penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, amat belas kasihan dan penyayang terhadap orang-orang mu’min. Qs. At-Taubah : 128)
Mencermati kondisi ummat Islam yang secara eksternal mendapatkan serangan dan permusuhan dari musuh-musuhnya dan secara internal teramat rapuh dengan jauhnya mereka dari cahaya risalah kenabian, Shalahuddin Al-Ayyubi (1138-1193 M) pahlawan legendaris Muslim dalam Perang Salib mencetuskan ide Peringatan Hari Kelahiran Nabi Saw.
Hal itu menjadikannya sebagai wasilah yang dapat mengobarkan kembali kecintaan kepada agama, meneriakkan kebenaran Ilahi yang tampak senyap, menyulut api spritualitas yang sempat meredup sekaligus merajut kembali secara rapi tali ukhuwah yang kusut dan bercerai berai. Dengan mengingat kembali keteladanan yang dicontohkan Rasululullah Saw dalam berbagai aspek kehidupan. Dan hasilnya, ternyata memuaskan, semangat jihad berkobar, api spritualitas menyala terang, ukhuwah terjalin dan ummat Islam yang diambang kehancuran berbalik arah ditaburi kemenangan dan sejarah keagungan yang tak terlupakan.
Lewat peringatan maulid yang berhasil menggelorakan kembali semangat pantang hina umat Islam, pasukan Shalahudin Al Ayyubi berhasil memukul mundur tentara gabungan salib dari Eropa yang dikomandani Raja Inggris Richard Lion Heart dan merebut kembali Palestina dan Masjidil Aqsha dari genggaman para penjajah. Karenanya, jika kita di bulan ini memperingati Maulid Nabi Saw, hendaknya termotivasi sebagaimana Shalahuddin Al Ayyubi melakukannya, yaitu untuk membangkitkan kecintaan kepada Nabi Muhammad Saw, serta meningkatkan semangat juang kaum muslimin saat ini. Terlebih lagi, bumi Palestina dan Masjid al Aqsha kembali dalam penguasaan kaum kuffar.
Momentum peringatan kelahiran Nabi mestinya menjadi media pemersatu ummat bukan malah menjadi ajang salih berselisih.
Hukum Maulid
Meskipun di negeri ini secara resmi hari Maulid Nabi ditetapkan sebagai hari besar keagamaan, kita tidak bisa memungkiri keberadaan kelompok Islam yang enggan untuk turut memperingatinya. Keengganan itu patut kita apresiasi sebagai bentuk kecintaan juga.
Sebab keengganan mereka dikhawatirkan bahwa perbuatan tersebut terkategorikan bid'ah yang dilarang Islam. Atau minimal menyerupai perayaan kelompok Nashrani yang memperingati kelahiran Yesus Kristus. Sebab Nabi Saw telah mewanti-wanti, “Siapa yang menyerupai suatu kaum maka dia termasuk dalam golongan kaum itu” (Sunan abu Dawud Juz 4/78).
Tentu pendapat tersebut patut dihargai, bukan dijadikan dalih untuk saling bermusuhan dan berpecah belah. Namun tetap patut diketahui, setidaknya oleh dua ulama besar Islam, Syaikh Ibnu Hajar al Atsqalani dan Imam Jalaluddin as-Suyuti meskipun tetap menyebut peringatan Maulid Nabi sebagai amalan bid'ah namun tidak mengkategorikannya sebagai bid'ah yang terlarang melainkan bid'ah hasanah (inovasi yang baik). Keduanya mengatakan bahwa status hukum maulid Nabi adalah bid’ah mahmudah (bid’ah terpuji).
Karenanya bisa dikatakan, bahwa tidak semua yang tidak dilakukan Nabi itu tertolak dan dipastikan sebagai bid'ah sesat. Untuk menguatkan pendapatnya, Ibnu Hajar menukil hadits Nabi Saw, “Siapa saja yang membuat suatu tradisi yang baik (tidak bertentangan dengan syariat) maka dia mendapatkan pahala dan pahala orang yang mengerjakannya” (Shahih Bukhari).
Penghayatan dan Kesemarakan
Tidak ada seorang Muslimpun yang mengingkari wajibnya memberikan kecintaan kepada Nabi bahkan diharuskan melebihi dari kecintaan terhadap diri sendiri. Para sahabat mengapresiasikan kecintaannya kepada Nabi dengan mencintai apa saja yang datang dari beliau, hatta ludah sekalipun.
Karena kecintaan kepada Nabi Saw, para sahabat berebutan mengambil lembaran rambut, tetesan air wudhu, keringat, atau apa saja yang ditinggalkan Rasul. Salah satu ungkapan cinta ialah mengenang dan memuliakan atsar, yakni apa saja –waktu, peristiwa, tempat- yang berkaitan dengan yang kita cintai.
Lihatlah, dinegara manapun selalu ada monumen-monumen besar untuk mengenang peristiwa besar, tempat-tempat bersejarah dan momen-momen penting dari pemimpin negara yang mereka cintai, setiap Negara bahkan termasuk Kerajaan Arab Saudi sekalipun setiap tahunnya memperingati ulang tahun negaranya. Karena itulah, sangat sulit orang untuk melarang kaum muslimin untuk memperingati maulid nabi, peristiwa Hijrah, Isra’ Miraj, Nuzulul Quran dan momen-momen penting lainnya yang berkaitan dengan sang kekasih Muhammad Saw meskipun peringatan tersebut dikatakan bid’ah.
Selama kaum muslimin mencintai Nabi, selama itu pula peringatan dan ziarah ke makam, gua Hira dan sebagainya akan terus berlangsung. Imam As-Suyuti mengapresiasi peringatan maulid sebagai ungkapan syukur atas diutusnya Nabi Muhammad Saw ke muka bumi. Penuturan ini dapat dilihat dalam Kitab Al-Ni’mah Al-Kubra Ala Al-Alam fi Maulid Sayyid Wuld Adam.
Memperingati maulid Nabi adalah ungkapan kecintaan sekaligus kesyukuran atas kehadiran beliau di muka bumi menghidayai ummat manusia dan menyelematkannya dari lembah kesesatan. Karenanya, peringatan ceremonial semacam maulid sangatlah dibutuhkan umat akhir-akhir ini, sebagai momentum untuk membincangkan keagungan dan kemuliaan nabi Muhammad Saw, untuk menyiarkan banyak dari sunnah-sunnah nabi yang terabaikan, untuk lebih memperkenalkan kemulian akhlak Rasulullah kepada mereka yang memendam dendam dan kebencian karena ketidak tahuan.
Saya rasa kita punya kaidah penetapan hukum untuk itu, bahwa setiap yang menjadi perantara pelaksanaan amalan yang wajib maka wajib pula pelaksanaannya. Membeli baju hukumnya mubah, namun menjadi wajib jika kita tidak memiliki baju untuk menutup aurat dalam pelaksanaan shalat.
Mengenang apapun yang berkenaan dengan Rasulullah menjadi wajib hukumnya karena menjadi syarat untuk menimbulkan kecintaan kepada Rasulullah Saw yang merupakan kewajiban bagi kaum muslimin. Hari kelahiran Nabi sesungguhnya termasuk hari-hari Allah tentangnya Allah berfirman, "Keluarkanlah kaummu dari kegelapan kepada cahaya terang benderang dan ingatkanlah mereka kepada hari-hari Allah." (Qs. Ibrahim: 5).
Mari kita jadikan Rabiul Awal (yang masyhur dikenal sebagai bulan lahir dan wafatnya Rasulullah Muhammad Saw) sebagai momentum untuk memperingatinya, sebagai ungkapan kecintaan kita kepada Rasulullah Saw, untuk menghidupkan ghirah keislaman kita, membina semangat profetis agar bulan-bulan selanjutnya sampai ke bulan Rabiul Awal selanjutnya yang kita lakukan adalah kerja-kerja kenabian.
Secara sosiologis, dengan asumsi kehidupan manusia di abad ini, dengan kecenderungan bergaya hidup konsumeristik, hedonistik, dan materialistik, punya andil cukup besar terhadap terkikisnya tingkat kesadaran seseorang termasuk kecenderungannya dalam beragama, maka peringatan maulid Nabi menjadi tuntutan religius yang penting. Kita berupaya menumbuhkan kecintaan kepada Rasulullah agar membuat takjub kaum muslimin dan pada saat yang sama membuat murka musuh-musuh Islam.
Kesemarakan yang terjadi dalam setiap peringatan Maulid bukanlah untuk dilarang, tetapi untuk diluruskan penyimpangan yang terjadi di dalamnya, untuk diarahkan kepada penghayatan makna peringatan perjalanan nabi sesungguhnya. Kesemarakan adalah bagian dari syiar agama, sementara syiar sendiri bagian dari pendalaman agama.
Dengan syiar para ulama atau tokoh agama bisa berperan dalam membina masyarakat. “Dan tetaplah memberi peringatan, karena sesungguhnya peringatan itu bermanfaat bagi orang-orang yang beriman.” (Qs. Adz Dzazariyat : 55)***
[Ismail Amin, Mahasiwa Universitas Internasional al Mostafa Qom Islamic Republic of Iran, pernah dimuat di Harian Tribun Timur]
______________________________________
Wawancara dengan Ketua DPP ABI: Menanti Ketegasan Jokowi-JK Pulangkan Pengungsi Muslim Syiah Sampang
Inilah masalah yang tersisa sebenarnya, yaitu adanya kelompok intoleran yang mengaku berbuat atas nama agama dan di tengah masyarakat awam yang rentan akan provokasi, dua hal ini semestinya mudah diterapi oleh pemerintah, kalau saja pemerintah memang punya kemauan politik.
Menurut Kantor Berita ABNA, dua tahun enam bulan sudah Muslim Syiah Sampang mengungsi dari kampung halaman sendiri dan saat ini menetap di Rusunawa Sidoarjo. Pemerintahan sudah berganti tapi nasib pengungsi Muslim Syiah Sampang masih belum jelas arahnya.
Tidak hanya itu, media yang awalnya ramai memblow up dan mengabarkan bagaimana ketidak adilan itu terjadi, kini lambat laun pun mulai surut dan meninggalkan para pengungsi yang terus memendam mimpi mereka untuk dapat pulang kembali ke kampung halaman mereka. Lalu seperti apa sebenarnya kondisi dan situasi para pengungsi Muslim Syiah Sampang saat ini? Berikut adalah petikan wawancara ABI Press dengan Ahmad Hidayat, Ketua DPP Ahlulbait Indonesia, ormas Islam yang menjadi pendamping para pengungsi Muslim Syiah Sampang selama ini.
Bagaimana kondisi para pengungsi Muslim Syiah Sampang yang telah mengungsi di Rusunawa selama dua tahun lebih?
Bismillaahirrahmaanirrahiim, yang pertama saya ingin mengucapkan belasungkawa kepada bangsa Indonesia yang didirikan dengan modal pluralitas dan menjadi dasar dibangunnya konsep ideologi bernegara, menjadi dasar dibangunnya konstitusi bernegara dan undang-undang di negara kita memberi hak, melindungi setiap warganegara untuk menjalankan keyakinanan mereka kepercayaan agama mereka tanpa harus merasa terbebani oleh gangguan, ancaman dan intimidasi, baik oleh sesama warga negara apalagi oleh negara.
Saudara-saudara Muslim Syiah di Sampang yang sudah meninggalkan kampung halamannya lebih dari dua tahun, tepatnya sudah dua tahun enam bulan, sejak 26 Agustus 2012 hingga sekarang ini dan selama mereka di pengungsian, tentu secara umum kita tahu bahwa pengungsi biasanya mengalami problem-problem sosial, problem psikologis.
Anda bisa bayangkan bahwa orang yang sudah terbiasa dan sejak dari kakek nenek moyang mereka tinggal di kampung halaman menghirup udara bebas menjalankan kepercayaan, keyakinan dan doktrin agamanya itu, tiba-tiba terusik oleh sekelompok orang yang tidak toleran atau terhasut provokasi oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab. Lalu properti mereka, milik mereka yang selama ini mereka hidup darinya, mereka kumpulkan, mereka usahakan dengan keringat, dengan pengorbanan, tiba-tiba harus terbakar, tiba-tiba harus mereka tinggalkan, sanak famili yang ada di kampung halaman terpisah selama dua tahun enam bulan itu, tentu bukan sesuatu yang sederhana, pasti meninggalkan beban psikologis, beban sosial yang sangat berat.
Anda bisa bayangkan bahwa anak-anak kecil yang selama di kampung halaman dengan leluasa bisa sekolah, dalam satu hal urusan sekolah itu saja, mereka bisa bersekolah dengan bebas, belajar dengan baik, tiba-tiba dipisahkan dengan sekolahnya, lalu mereka tidak bisa mendapatkan pelajaran, tentu ini problem tersendiri bagi anak-anak. Di saat yang sama undang-undang mengatakan bahwa setiap warga negara berhak untuk mendapatkan pendidikan, mereka terjauhkan dari pendidikan di tempat pengungsian, dari tempat mereka sekarang yang bernama pengungsian itu.
Anda bisa bayangkan ibu-ibu yang terbiasa ke kebun, mengurusi dapurnya dengan hasil mengolah lahan tanah mereka, menghasilkan sayur-sayuran, menghasilkan bahan makanan yang mereka kosumsi setiap hari, tiba-tiba mereka terjauhkan dari sawah dan ladang mereka, terjauhkan dari kebun mereka, terjauhkan dari tempat-tempat mereka melakukan upaya produksi secara ekonomi.
Tinggal di ruang yang serba terbatas yang di luar dari budaya mereka yang terbuka dan bebas, akrab dengan alam, tiba-tiba dikurung di satu tempat yang semua urusannya harus dimata-matai, harus di proses dengan perizinan dan seterusnya, di tengah kebiasaan hidup masyarakat yang sebelumnya dapat berlangsung sangat sederhana. Anda bisa membayangkan bapak-bapak, kaum laki-laki yang terbiasa di pagi hari di sawah mereka, di ladang mereka, mengelola sawah mereka untuk produksi, mengelola ternak mereka untuk kegiatan pendukung kegiatan ekonomi rumah tangga mereka, tiba-tiba terkurung di satu tempat dan tidak melakukan aktivitas ekonomi.
Ini adalah sebuah kondisi yang sangat menyesakkan dada dan inilah yang dialami oleh pengungsi selama dua tahun. Di tengah-tengah tidak ada celah, tidak ada ruang, tidak ada kesempatan yang terbuka yang diberikan oleh pemerintah sebagai sebuah upaya untuk menjawab harapan mereka untuk kembali ke kampung halaman yang mereka rindukan. Tentu ini adalah sebuah penyiksaan, sebuah upaya menelantarkan, penyengsaraan satu anak bangsa, satu kelompok anak bangsa, hanya karena persoalan di dalam perbedaan menginterpretasi agama, dengan sekelompok orang lain, lalu mereka kemudian terlantar ke tempat pengungsian. Ini justru akan menjadi beban yang sangat berat bagi anak-anak yang menatap masa depannya tidak ada harapan, bagi ibu-ibu, perempuan yang mereka semestinya bisa punya obsesi yang besar tentang anak-anak mereka, pupus, karena anak mereka tidak sekolah.
Bagi ayah-ayah, bapak-bapak yang setiap hari membanting tulang untuk kegiatan mendukung rumah tangganya, kegiatan membiayai sekolah anaknya, tiba-tiba kehilangan lapangan pekerjaannya dan harus di satu tempat yang ruang lingkup kegiatannya, akses untuk melakukan kegiatan ekonomi sosial budaya tiba-tiba terbatas. Saya kira siapapun manusia yang berakal dan mempunyai hati nurani, akan merasakan bahwa inilah kejahatan yang secara sistematis dilakukan oleh sekelompok manusia yang tidak toleran terhadap kelompok manusia yang lainnya, yang semestinya tidak layak berlaku di negara kita yang kita cintai ini, apalagi atas nama agama Islam.
Ketika ada perhatian dari pemerintah daerah yang sekarang di Sidoarjo, apa pandangan anda terkait berita pemerintah daerah akan menerbitkan KTP untuk pengungsi di Sidoarjo?
Saya kira inilah kejahatan yang dilakukan secara sistematis oleh mereka yang tidak toleran, oleh mereka yang sesungguhnya melakukan tindakan anarkis dan tidak toleran yang bertentangan dengan konstitusi negara kita, lalu ada semacam pembiaran yang dilakukan oleh pemerintah daerah, apa lagi yang menyatakan hal tersebut bahwa warga Muslim Syiah akan dicabut hak kependudukannya di kabupaten Sampang, karena sudah tinggal di pengungsian selama sekian lama itu akan dilakukan oleh pemerintah atas pernyataan Bupati. Tentu ini adalah pernyataan konyol dari seorang pejabat negara.
Dia lupa, dia tidak sadar bahwa para pengungsi ini meninggalkan kampung halamannya bukan atas keinginan mereka sendiri. Mereka meninggalkan kampung halaman karena dipaksa oleh keadaan dalam keadaan pemerintah tidak memberikan perlindungan yang semestinya didapatkan oleh warga negara dari gangguan sekelompok orang yang tidak toleran, yang berbuat makar, yang berbuat intimidatif, yang memprovokasi masyarakat untuk melakukan benturan sosial.
Semua kelakuan itu bagi orang yang memahami Undang-Undang Dasar, bagi orang-orang yang memahami konstitusi negara pasti akan mengatakan itu adalah kejahatan. Kita tentu bertanya apakah Bupati atau Wakil Bupati ini paham terhadap konstitusi negara atau tidak? Nah, karena itu ironis bahwa seorang Wakil Bupati tiba-tiba memberikan pernyataan yang sangat-sangat kontradiktif atau melawan hukum, melawan asas konstitusi negara, ini menunjukkan bahwa ada upaya sistematis yang dilakukan baik oleh mereka yang intoleran maupun oleh pemerintah daerah untuk mengusir warga Muslim Syiah dari kampung halamannya atas dalih bahaya, atas nama ancaman ketidak amanan yang sebenarnya hanya dibuat-buat dan tidak sesuai fakta.
Padahal pernyataan Wakil Bupati itu menunjukkan bahwa ini tidak saja mencederai peranan polisi sebagai aparat keamanan, ini sama saja Wakil Bupati itu menganggap bahwa aparat-aparat keamanan di negeri kita ini tidak mampu menjaga keamanan, memberikan pelayanan terhadap setiap warganegara untuk menjaga keamanan warga negaranya. Kita lihat spanduk-spanduk polisi, pernyataan-pernyataan kepolisian Republik Indonesia yang kita cintai ini selalu mengatakan bahwa polisi adalah pelayan masyarakat. Maka pernyataan Bupati ini sebenarnya menohok ke jantung kepolisian Republik Indonesia, seakan-akan Bupati ini menyangsikan kemampuan polisi untuk menjaga keamanan warganegaranya.
Lebih dari itu Bupati ini ingin melakukan tindakan destruktif, terhadap konstitusi negara bahwa negara memerintahkan perlindungan secara sama kepada setiap individu bagi anak bangsa ini, menjalankan keyakinannya masing- masing. Karena itu apa yang dinyatakan oleh Bupati betul-betul bertentangan dengan konstitusi dan semestinya itu tidak dibiarkan oleh aparat penegak hukum terutama Kementerian Dalam Negeri dan Kementerian Hukum dan HAM.
Lantas sejauh mana kebijakan pemerintahan yang baru, dari pusat dalam menangani pemulangan pengungsi Muslim Syiah Sampang?
Kalau melihat pernyataan Wakil Bupati Sampang terakhir ini termasuk pernyataan Gubernur Jawa Timur, sepertinya memang saya ingin mengatakan bahwa pemerintah daerah Jawa Timur dan pemerintah kabupaten Sampang sudah menyerah kalah dari kelompok intoleran, dari orang-orang yang menginjak-injak Pancasila, dari orang-orang yang menafsirkan agama secara sempit, dari orang-orang yang tidak memiliki kelayakan sedikitpun untuk mengklaim kebenaran, dan memaksakan atau mendesakkan kepada pemerintah daerah untuk melakukan tindakan pelanggaran konstitusi.
Karena itu harapan kita satu-satunya adalah Pemerintah Pusat. Bapak Jokowi dan Bapak Jusuf Kalla di dalam statemennya di masa-masa kampanye, dan reputasi perjalanan karir politik mereka di pemerintahan semestinya, Pemerintah Pusat di bawah kepemimpinan Jokowi dan JK itu harus menunjukkan kemauan politiknya untuk menyelesaikan kasus Sampang dan segera mengembalikan para pengungsi ke kampung halaman mereka. Karena ketika urusan ini diserahkan hanya kepada pemerintah daerah Jawa Timur, dan pemerintah kabupaten Sampang, percayalah selamanya para pengungsi ini tidak akan kembali ke kampung halamannya dan ketika itu dibiarkan maka itu sama dengan pelanggaran besar terhadap konstitusi negara, pengingkaran terhadap hak-hak sipil warga negara dan tentu kita akan menagih janji Jokowi dan JK apakah betul di masa pemerintahannya lima tahun yang akan datang Jokowi betul-betul bisa menunjukkan bahwa dia adalah pemimpin bangsa ini untuk seluruh rakyatnya dan akan memenuhi hak-hak sipil setiap warga negara dan akan mampu mengembalikan pengungsi ke kampung halamannya.
Karena itu kita berharap, dan kita ingin meminta dengan sangat kepada Presiden RI Jokowi, dan Wakil Presiden Jusuf Kalla, untuk mengambil tindakan yang semestinya. Karena kalau Jokowi sekarang ini mau blusukan ke berbagai tempat bencana alam, semestinya dia lihat bahwa peristiwa dua setengah tahun yang lalu itu di kabupaten Sampang bukan saja sebatas bencana alam, tapi itu jauh dari sekadar bencana alam adalah bencana besar kemanusiaan. Ini adalah bencana kemanusiaan, dan karenanya semestinya Presiden memberikan perhatian lebih dari sekadar bencana alam.
Bencana kemanusiaan karena ada pembunuhan, ada diskriminasi, ada intimidasi, ada pembully-an secara sistematis antar manusia yang satu terhadap manusia yang lain, yang hak-hak konstitusinya dilindungi oleh negara. Terlebih lagi agama yang diakui oleh negara yang kita cintai ini.
Karena itu kita mendesak, mudah-mudahan Bapak Jokowi dengan blusukannya ke pelbagai tempat bencana alam juga kita desak agar beliau segera mengunjungi para pengungsi di Rusunawa Sidoarjo dan dengan itu mereka memerintahkan Gubernur, dan memerintahkan Bupati, dia memerintahkan Kapolri, untuk memulangkan dan menjaga keamanan, memberikan perlindungan keamanan, kepada Muslim Syiah kembali ke kampung halamannya dan memerintahkan Kementerian Agama untuk memberikan pendidikan politik, hukum dan agama kepada kelompok intoleran, karena apabila kelompok ini dibiarkan, ini tidak saja akan mengancam Muslim Syiah tapi akan mengancam siapa saja anak negeri ini yang berbeda paham dengan kelompok intoleran yang mengusir Muslim Syiah dari kampung halamannya itu. Yang pertama, Ahlulbait Indonesia telah melakukan dua pendekatan sekaligus.
Pendekatan pertama adalah pendekatan-pendekatan kultural, Ahlulbait Indonesia telah melakukan upaya-upaya yang cukup sistematis berkomunikasi dengan para ulama, dengan para tokoh masyarakat dan mereka yang terkait dengan kasus itu secara langsung.
Dalam pertemuan Ahlulbait Indonesia dengan tokoh-tokoh agama di Jawa Timur, khususnya di Sampang atau Madura secara keseluruhan dan pemimpin-pemimpin organisasi Islam seperti NU dan Muhammadiyah, kami mendapatkan kesimpulan bahwa sebenarnya pada tingkat ulama urusan Sunnah dan Syiah sudah selesai.
Urusan Sunnah dan Syiah sudah tidak ada masalah dan mereka semua sepakat bahwa semestinya Muslim Syiah sudah bisa dikembalikan ke kampung halamannya oleh pemerintah. Yang kedua kelompok yang selama ini dianggap melakukan upaya provokasi, terhadap masyarakat awam semestinya ditertibkan atau diberikan pendidikan politik kewarganegaraan, tentang amanat Undang-Undang Dasar 1945 dan seterusnya, terhadap mereka. Menyadarkan mereka bahwa mereka telah melanggar konstitusi, lebih dari sekadar itu, mereka juga melanggar amanah dan perintah agama suci Islam yang mengajarkan cinta damai, perlindungan, penghormatan terhadap keyakinan setiap orang di dalam keberagamaan. Itu yang kita lakukan pertama dan itu kita lakukan sepanjang tahun atau sejak kasus pengusiran Muslim Syiah dari kampung halamannya, tidak ada lagi tersisa ulama, tokoh masyarakat yang ada di Jawa Timur, dan Madura secara keseluruhan khususnya Sampang yang tidak kami lakukan silaturahmi dengan mereka. Yang kedua, pendekatan struktural.
Ahlulbait Indonesia telah melakukan pertemuan atau pembicaraan secara intensif dengan seluruh unsur pemerintah dari daerah hingga pusat sampai ke tingkat bertemu dengan Presiden ketika itu Susilo Bambang Yudhoyono, dalam dua kali pertemuan bersama dengan pengungsi, juga berjumpa denga Ketua MPR, berjumpa dengan Ketua DPR RI, berjumpa dengan sejumlah menteri-menteri terkait, mengadakan Focus Group Discussion (FGD) dengan kementerian terkait, baik Kementerian Hukum dan HAM dan Kementrian Agama RI, di dalam rangka mencari solusi dan jalan terbaik yang harus diambil oleh pemerintah untuk memulangkan pengungsi Muslim Syiah Sampang ini.
Tapi saya tidak ingin mengatakan bahwa seluruh upaya itu gagal. Yang belum dilakukan oleh pemerintah dari seluruh skema pembicaraan mulai dari Bupati, Gubernur sampai kepada Presiden sampai kepada Ketua MPR, DPR dan seluruh komisi-komisi yang kita temui termasuk fraksi-fraksi partai-partai yang ada di DPR, semua berkesimpulan sama: bahwa pengungsi harus pulang. Problemnya hanya satu, political will Pemerintah Pusat untuk memulangkannya, dan inilah yang akan kita dorongkan kepada pemerintahan Jokowi-JK. Berbeda dengan SBY, mereka harus punya kemauan politik untuk memulangkan warga Muslim Syiah ke kampung halamannya. Selama keputusan itu tidak diambil oleh Pemerintah Pusat, dalam hal ini Presiden, maka selama itu pula, wacana tentang pemulangan, wacana tentang perlindungan hak-hak asasi manusia, wacana tentang perlindungan hak-hak sipil warganegara, wacana tentang kebebasan beragama, toleransi, dan seterusnya. Bila itu hanya dibicarakan di atas meja, dapat dikatakan bahwa telah terjadi pembohongan publik di dalam implementasinya.
Karena itu kita berharap, Pemerintah Pusat, mudah-mudahan Jokowi mau menerima, bersedia menerima kunjungan pengurus ABI, Ahlulbait Indonesia bersama dengan para pengungsi dan mendesak beliau atau bahkan mendesak Jokowi agar bisa mengunjungi pengungsian dan mengantar pulang para pengungsi melalui koordinasi Kementerian Dalam Negeri, Kementrian Agama, Kepolisian Negara RI, Gubernur Jawa Timur, dan Bupati Sampang. Kalau itu dilakukan, saya percaya akan cepat selesai. Apalagi JK punya sembonyan, “Lebih cepat, lebih baik.”
Saya kira kita mau tantang JK, apakah betul dalam menyelesaikan kasus-kasus yang sudah menahun yang ditinggalkan oleh pemerintah sebelumnya bisa lebih cepat ditangani oleh JK dan niscaya hasilnya akan lebih baik?
Para pengungsi selama dua tahun lebih di tempat pengungsian baik itu ketika mereka berada di Gedung Olahraga (GOR) Sampang, maupun setelah berada di Rusunawa Sidoarjo, para pengungsi ini melakukan upaya-upaya menjalin hubungan kekerabatan, yang dalam tradisi Madura itu ada yang disebut dengan “Metorok.”
Metorok itu kira-kira berusaha untuk mendapatkan jaminan atau penjamin dari tokoh masyarakat untuk memulangkan mereka, itu yang pertama. Dan sudah ada beberapa tokoh masyarakat, tokoh agama yang telah menyatakan kesediaannya untuk memediasi dan memberikan jaminan atas kepulangan warga Muslim Syiah.
Yang kedua para pengungsi ini sebenarnya secara reguler sudah berusaha pulang ke kampung halaman, secara reguler ada di antara mereka yang pulang bermalam dua hari tiga hari bertemu dengan keluarganya di sana, disambut baik oleh sahabat-sahabatnya yang lama bahkan sebagian dari mereka yang dulu pernah menyerang mereka itu sudah menerima mereka, sudah bisa duduk merokok bersama, sudah duduk berkumpul bersama sebagai satu keluarga, satu kampung dan seterusnya.
Artinya, di tingkat akar rumput sebenarnya sudah tidak ada masalah. Problemnya adalah masyarakat yang awam ini selalu rentan diprovokasi oleh tokoh-tokoh intoleran yang ada di TKP, inilah yang membuat upaya rekonsiliasi, reintegrasi pengungsi ini dengan warga selalu terhambat karena adanya provokasi yang dilakukan oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab. Di tengah masyarakat awam yang rentan atas provokasi apalagi yang melakukan provokasi itu berlabel Kyai, berlabel ulama, dan masyarakat Madura sebagai masyarakat yang relijius, yang menghormati ulama biasanya kalau pernyataan itu datang dari orang yang dianggap ulama itu berpengaruh di dalam sikap keberagamaannya. Sayangnya bahwa provokasi yang dilakukan oleh sekelompok orang yang mengatasnamakan agama itu justru melakukan tindakan makar, terhadap agama Islam yang damai, yang santun, yang tasamuh, yang menghargai perbedaan, yang toleran dan seterusnya.
Inilah masalah yang tersisa sebenarnya, yaitu adanya kelompok intoleran yang mengaku berbuat atas nama agama dan di tengah masyarakat awam yang rentan akan provokasi, dua hal ini semestinya mudah diterapi oleh pemerintah, kalau saja pemerintah memang punya kemauan politik.
Lagi-lagi kuncinya ada pada Pemerintah Pusat yaitu Bapak Presiden Republik Indonesia Jokowi dan JK sebagai Wakil Presiden beliau. (ABI Press)
________________________________________
Apa Penyebab Kematian Rasulullah Saw?
Bagaimanapun; apakah insan agung Ilahi ini syahid atau wafat secara wajar kita harus tahu bahwa kedudukan dan derajatnya, sangat tinggi dan unggul dari para syahid biasa.
Banyak dalil yang termaktub dalam kitab-kitab hadis dan sejarah, baik Syiah atau pun Sunni yang menegaskan ihwal kesyahidan Nabi Saw akibat diracun. Namun poin berikut ini juga harus diperhatikan bahwa apabila kesyahidan kita definisikan yang bermakna terbunuh di jalan Allah dan rasul sebagaimana yang bermdijelaskan dalam al-Qur’an, maka akan menjadi jelas bahwa kedudukan dan derajat pribadi Rasulullah Saw yang terbunuh di jalan ketaatan adalah kesyahidan, dimana derajat ini tentu akan lebih tinggi dari derajat dan kedudukan para syuhada. Meski insan Ilahi ini meninggalkan dunia ini dengan kematian wajar.
Penjelasan Detail:
Pertanyaan Anda dapat ditelisik dalam dua pandangan:
1. Apakah dapat dijumpai dalil yang dapat diandalkan dalam kitab Syiah dan Sunni yang menyatakan kesyahidan Nabi Saw? Di samping itu, kalau memang dinyatakan bahwa Nabi Saw syahid lalu bagaimana beliau syahid? 2. Apakah asumsi yang menyatakan bahwa Nabi Saw tidak syahid, apakah masalah ini akan mengurangi kedekatan dan ketinggian derajat beliau di sisi Allah?!
Atas alasan ini, kita akan mengkaji dua permasalahan ini sebagai berikut:
1. Dalam kaitannya dengan bagian pertama, harus dikatakan bahwa terdapat banyak dalil yang menegaskan kesyahidan Nabi Saw akibat diracun. Dalil-dalil dan riwayat-riwayat ini memiliki makna tawatur di dalamnya. Artinya kendati lafaz-lafaz dan sifat-sifat dalil dan riwayat tersebut sama sekali tidak serupa dengan yang lain, namun secara keseluruhan, permasalahan yang menjadi obyek pembahasan dapat ditetapkan.
Di sini kita akan menyebutkan sebagian riwayat ini dengan bersandar pada kitab-kitab dua mazhab:
a. Kitab-kitab Syiah: Riwayat pertama: Imam Shadiq bersabda: “Karena Nabi Saw menyukai bagian kaki depan kambing, seorang wanita Yahudi dengan berbekal informasi ini, membubuhkan racun pada bagian kambing ini.”[1] Dalam riwayat ini, ditegaskan bahwa Nabi Saw diracun, namun tidak disebutkan bahwa apakah Rasulullah Saw syahid lantaran racun ini?
Riwayat kedua: Imam Shadiq As bersabda: “Nabi Saw dalam perang Khaibar keracunan dan tatkala beliau wafat bersabda bahwa potongan daging yang beliau santap tatkala di Khaibar, kini mengoyak badanku dan tiada nabi dan khalifah nabi kecuali mereka syahid meninggalkan dunia ini.”[2] Dalam riwayat ini di samping ditegaskan bahwa Nabi Saw keracunan dan kesyahidan beliau akibat racun, juga menyebutkan kaidah universal bahwa kematian seluruh nabi dan para washi (baca: khalifah) diakhiri dengan syahadah.
Dan tidak satu pun dari mereka meninggalkan dunia ini dengan wajar! Terdapat riwayat-riwayat lain yang menguatkan kaidah universal ini.[3] Kebanyakan ulama Syiah dengan memanfaatkan kaidah universal ini, sehingga tidak merasa perlu lagi mencari dan menelusuri satu demi satu riwayat yang berkaitan dengan syahadah para maksum As.[4] Atas dasar ini, kendati tidak ditunjukkan dalil kokoh atas kesyahidan Nabi Saw, namun kita kembali dapat meyakini bahwa wafatnya Rasulullah Saw bukanlah kematian yang wajar!
b. Kitab-kitab Sunni:
Dalam masalah ini, tidak hanya Syiah yang meyakini ihwal kesyahidan Rasulullah Saw, namun terdapat banyak riwayat dalam kitab-kitab Sihah Sunni dan kitab lainnya yang menegaskan masalah ini. Dimana sebagai contoh kami akan menyebutkan dua riwayat di sini sebagai contoh:
Riwayat pertama: Dari kitab paling standar Sunni dinukil bahwa Rasulullah Saw dalam sakitnya berujung pada wafatnya beliau, bersabda kepada istrinya Aisya: “Aku senantiasa merasakan sakit pada badanku akibat makanan beracun yang aku santap di Khabiar dan kini nampaknya tiba saatnya racun tersebut mengakhiri hidupku.”[5] Masalah ini juga dijelaskan pada Sunan Dairami, di samping itu dalam kitab ini disebutkan kesyahidan sebagian sahabat Nabi Saw akibat santapan makanan beracun tersebut.”[6]
Riwayat kedua: Ahmad bin Hanbal dalam Musnad-nya mengisahkan sebuah peristiwa dimana sebagai kelanjutan dari peristiwa ini seorang wanita bernama Ummu Mubasyir dimana putranya syahid karena menyantap makanan beracun di samping Rasulullah Saw. Pada hari-hari sakit Rasulullah Saw sang ibu datang membesuknya dan mengungkapkan bahwa kemungkinan besar penyakit Anda bersumber dari makanan beracun yang membuat putra saya syahid lantaran meyantap makanan tersebut! Rasulullah Saw bersabda bahwa saya tidak melihat alasan lain dari sakitku kecuali karena keracunan dan nampaknya racun tersebut yang akan mengakhiri hidupku.”[7]
Allamah Majlisi dengan menukil sebuah riwayat; kurang-lebihnya serupa dengan riwayat ini bahwa atas alasan ini kaum Muslimin meyakininya, di samping keutamaan kenabian yang menuntun mereka kepada Nabi Saw, mereka juga meyakini bahwa Rasulullah Saw meraih kemenangan dengan syahadah.”[8]
Riwayat ketiga: Muhammad bin Sa’ad yang merupakan salah seorang sejarawan tertua kaum Muslimin menuturkan peristiwa keracunannya Rasulullah Saw: Tatkala Rasulullah Saw menaklukkan Khaibar dan kondisi kembali kepada kondisi normal, seorang wanita Yahudi bernama Zainab yang merupakan kemenakan Mirhab yang tewas pada peperangan Khaibar. Wanita tersebut di sana-sini mencari tahu bahwa bagian kambing yang mana yang paling digemari Nabi Saw? Dan wanita tersebut mendengar jawaban bahwa Nabi Saw paling menyukai kedua paha bagian depan.
Kemudian wanita tersebut memotong seekor kambing dan memotong-motongnya. Setelah bermusyawarah dengan orang-orang Yahudi tentang jenis racun, mereka memilih racun yang diyakini sebagai racun mematikan dan tiada seorang pun yang akan selamat dari racun mematikan tersebut. Kemudian potongan daging tersebut ia berikan racun dan potongan terbesarnya yaitu bagian paha depan (kambing tersebut) yang paling banyak dibubuhi racun. Tatkala matahari tenggelam Nabi Saw menunaikan shalat secara berjamaah.
Ketika pulang Nabi Saw melihat wanita Yahudi tersebut sedang duduk! Nabi Saw bertanya mengapa ia duduk di tempat itu dan wanita tersebut berkata bahwa ia membawa sebuah hadiah untuk Nabi Saw! Nabi Saw menerima hadiah tersebut dan duduk di atas suprah disertai beberapa orang sahabat kemudian menyantap makanan tersebut. Tidak lama berselang, Rasulullah Saw berseru, “Tahan!” Nampaknya kambing ini telah dibubuhi racun! Kemudian pengarang kitab menyimpulkan bahwa kesyahidan Nabi Saw lantaran makanan beracun ini![9]
Dengan demikian dari keseluruhan riwayat yang dinukil dari kitab Syiah dan Sunni, menguatkan teori tentang kesyahidan Nabi Saw akibat keracunan dimana hampir seluruh riwayat ini, masa keracunan dijelaskan bersamaan dengan perang Khaibar dan dilakukan oleh seorang wanita Yahudi. Namun tentu saja terdapat sebagian riwayat lemah lainnya menjelaskan bagaimana Nabi Saw syahid dan faktor kesyahidan beliau. Riwayat-riwayat semacam ini tidak tersedia dalam kitab-kitab standar. Dan atas alasan ini, riwayat-riwayat tersebut tidak dapat dijadikan sandaran.
2. Namun dengan adanya riwayat semacam ini, harus kita ketahui bahwa masalah kesyahidan Nabi Saw bukan merupakan ushuluddin atau hal-hal yang gamblang tentangnya sehingga harus diyakini dan diimani. Dan pengingkaran terhadapnya tidak akan menyebabkan keluarnya seseorang dari agama Islam alias murtad. Atas alasan ini juga, sebagian kecil kaum Muslimin meragukan kesyahidan Rasulullah Saw dan berpandangan bahwa wafatnya Nabi Saw dikarenakan faktor natural. Seperti mengidap penyakit radang selaput dada (dzat al-janb) atau panas tinggi.[10] Meski Nabi Saw menegaskan bahwa sekali-kali beliau tidak akan pernah mengidap penyakit semacam ini![11]
Bagaimanapun; apakah insan agung Ilahi ini syahid atau wafat secara wajar kita harus tahu bahwa kedudukan dan derajatnya, sangat tinggi dan unggul dari para syahid biasa. Karena Allah Swt dalam al-Qur’an, pertama, “Menjelaskan kedudukan para nabi lebih tinggi dari kedudukan para syuhada.[12] Kedua, syuhada mengorbankan jiwanya di jalan ketaatan kepada Allah Swt dan Rasulullah Saw, mereka meraih kedudukan dan kedekatan di sisi Allah Swt. Adalah jelas bahwa apabila Tuhan menganugerahkan rahmat tak-terbatas kepada para syuhada lantaran kepatuhan mereka kepada Rasulullah Saw. Maka tentu saja Nabi Saw sendiri memiliki kedudukan dan derajat yang sangat tinggi melebihi mereka. Karena itu, nabi kita (yang menghabiskan seluruh hidupnya di jalan Allah sehingga para muridnya memiliki kedudukan sedemikian tinggi di sisi Allah Swt), bukan hanya tidak mendapatkan kedudukan namun beliau meraih derajat dan kedudukan yang sangat tinggi melebihi para syuhada. [indonesia.islamquest.net]
Catatan Kaki:
[1] Muhammad Ya’qub Kulaini, al-Kâfi, jil. 6, hal. 315, hadits ke-3, Dar al-Kitab al-Islamiyah, Teheran, 1365 S.
[2] Muhammad bin Hasan bin Furukh Shafar, Bashâir al-Darâjât, jil. 1, hal. 503, Kitab Khane Ayatullah Mar’asyi, Qum, 1404 H.
[3] Muhammad Baqir Majlisi, Bihâr al-Anwâr, jil. 27, hal. 216, hadits ke-18, dan jil. 44, hal. 271, riwayat ke-4, Muassasah al-Wafa, Beirut, 1404 H.
[4] Ibid.
[5] Shahih Bukhari, jil. 5, hal. 137, Dar al-Fikr, Beirut, 1401 H.
[6] Sunan Dairami, jil. 1, hal. 33, Mathbaqat al-I’tidal, Damsyq.
[7] Musnad Ahmad bin Hanbal, jil. 6, hal. 18, Dar Shadir, Beirut.
[8] Bihar al-Anwar, jil. 21, hal. 7
[9] Muhammad bin Sa’ad, al-Thabaqat al-Kubra, jil. 2, hal. 201-202, Dar Shadir, Beirut.
[10] Ibnu Abi al-Hadid, Syarh Nahj al-Balâgha, jil. 10, hal. 266, Kitab Khane Ayatullah Mar’asyi, Qum, 1404.
[11] Ibid.
[12] “Dan barang siapa yang menaati Allah dan rasul-(Nya), mereka itu akan bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi nikmat oleh Allah, yaitu nabi-nabi, para shiddîqîn, orang-orang yang mati syahid, dan orang-orang saleh. Dan mereka itulah teman yang sebaik-baiknya.” (Qs. Al-Nisa [4]:69). Silahkan lihat, terjemahan al-Mizan, jil. 4, hal. 652. Tafsir Nemune, jil. 3, hal. 460.
______________________________________
Argumen Bolehnya Mengucapkan Selamat Natal
Sampai saat ini tidak ada fatwa MUI secara resmi yang menyebutkan haram hukumnya mengucapkan selamat hari Natal.
Tiap akhir tahun selalu saja umat Islam berpolemik, antara apakah mengucapkan selamat Natal kepada saudaranya Kristiani yang merayakannya atau tidak. Karena Natal, umat Islam terbagi atas dua kubu, yang membolehkan dan yang mengharamkan, setahu saya tidak ada pihak yang sampai pada tingkat mewajibkan, yaitu berdosa kalau tidak mengucapkannya. Hakikatnya hukumnya mubah saja, yang mau melakukannya, silahkan, yang enggan juga tidak masalah. Yang jadi masalah, kalau kemudian mengharamkannya. Sebab tidak ada dalil dari Al-Qur’an maupun Sunnah yang secara tegas dan eksplisit menyebutkan ucapan selamat natal itu dilarang. Alasan mereka hanya kekhawatiran, dengan ucapan tersebut, umat Islam menjadi kabur aqidahnya dan terkikis imannya. Padahal sama sekali tidak berkaitan.
Tidak tepat kemudian kalau dalih pengharamannya, dengan meminta apa dalil perintahnya. Sebab mengucapkan selamat Natal, hanyalah bagian dari muamalah, yang masuk dalam kategori ibadah ghairu mahdah, bukan ibadah mahdah yang dituntut dalil perintahnya. Yang dicari dalam hal ini, adalah mana dalil pelarangannya sehingga tidak boleh. Yang tidak membolehkan, berdalih bahwa mengucapkan selamat Natal itu merusak iman, tasyabbuh [menyerupai orang kafir] dan berarti meyakini apa yang diyakini Kristiani pada hari Natal, yaitu lahirnya Yesus Kristus, putera Allah. Sehingga dalil yang kemudian dicomot dari Al-Qur’an dan Hadits adalah larangan melakukan hal-hal yang merusak iman, larangan untuk tasyabbuh dan larangan untuk membenarkan keyakinan Kristiani. Sementara sekedar mengucapkan selamat Natal, tidak dalam rangka membenarkan iman Kristiani apalagi meniru-niru upacara seremonial dan kesemarakan mereka. Sehingga dalil yang digunakan bukan pada tempatnya. Dalil itu larangan untuk mengikuti upacara ritual keagamaan mereka, larangan untuk mengenakan simbol-simbol khas non muslim dan larangan membenarkan keyakinan mereka, sementara sekedar mengucapkan selamat Natal tidak dalam konteks itu.
Syaikh Yusuf Qardawi menyebutkan bahwa sekedar mengucapkan selamat Natal bukan saja tidak dilarang bahkan disukai, sebab Allah Swt menyukai mereka yang bersikap adil. Beliaupun menukil surah An-Nisa' ayat 86 "Apabila kamu diberi penghormatan dengan sesuatu penghormatan, maka balaslah penghormatan itu dengan yang lebih baik dari padanya, atau balaslah penghormatan itu (dengan yang serupa)." Menurutnya, umat Kristiani membiasakan mengucapkan selamat pada hari-hari raya Islam, maka sudah sepatutnya untuk memberikan balasan serupa, dengan syarat tidak sampai mengikuti acara ritual keagamaan mereka, dan menghindari ucapan selamat yang mengandung pembenaran akan keyakinan mereka. DR. Ali Jum’ah, ulama Mufti Mesir menambahkan, bahwa ucapan selamat Natal masuk dalam kategori baik dan melunakkan hati. Allah Swt berfirman dalam QS Al-Mumtahanah ayat 8, "Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tidak memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil."
DR. Syaraf Qudhat ahli hadits Fakultas Syariah di Universitas Yordania, lebih detail lagi mengajukan argumen dalam fatwanya tertanggal 22 Desember 2011. Pertama, Ucapan selamat Natal seorang Muslim tidak bermaksud sebagai pengakuan yang terkait agama. Sebagaimana mereka juga mengucapkan selamat hari raya Islam bukanlah berarti meyakini kebenaran Islam. Kedua, karena Allah menyuruh kita untuk memperlakukan mereka dengan baik sebagaimana disebut dalam QS Al-Mumthanah:8. Makna al-birr adalah berbuat baik secara umum. Artinya, Allah memerintahkan kita untuk memperlakukan mereka dengan baik. Bagaimana mungkin mengucapkan selamat saja dilarang? Sudah pasti kita berharap mereka dalam keadaan baik-baik saja. Dan Allah menyuruh kita melakukan hal itu. Ketiga, karena Allah mensyariatkan kita untuk tahaluf (berkoalisi) dengan mereka sebagaimana yang dilakukan Nabi saat beliau datang ke Madinah Al-Munawwaroh.
Keempat, karena Allah memerintahkan kita untuk mengunjungi rumah mereka dan menyambut kedatangan mereka di rumah kita. Memakan makanan mereka dan menikahi perempuan mereka padahal dalam perkawinan terdapat mawaddah wa rahmah (rasa kasih dan sayang). Tidak ada yang mengatakan hal itu sebagai ikrar atau pengakuan bahwa agama mereka itu benar. Bagaimana semua hal itu dibolehkan sedangkan mengucapkan selamat saja dilarang?
Karenanya sebagai kesimpulan, boleh-boleh saja seorang muslim mengucapkan selamat Natal, terlebih lagi kalau memiliki hubungan dengan umat Kristiani baik dalam hubungan kekerabatan, kolega kerja, teman sekolah, tetangga dan lain-lain. Yang sering dijadikan andalan untuk mencekal anjuran pembolehan mengucapkan selamat Natal adalah fatwa MUI tahun 1981 dan ucapan Buya Hamka. Padahal fatwa tersebut sama sekali tidak menyinggung mengenai hukum mengucapkan selamat Natal, melainkan hukum mengikuti upacara Natal, yang oleh MUI difatwakan haram hukumnya bagi umat Islam untuk mengikutinya. Buya Hamka sendiri menulis dalam kolom "Dari Hati ke Hati" yang dimuat Panji Masyarakat yang beliau sendiri sebagai Pemrednya, bahwa haram hukumnya bagi umat Islam untuk mengikuti upacara sakramen (ritual) Natal. Tapi, kalau sekedar mengucapkan selamat Natal atau mengikuti perayaan non-ritual tidak masalah. Ketua Umum MUI pertama ini kemudian mengajukan analogi, bahwa diperbolehkan sepenuhnya umat Kristen mengucapkan "Selamat Idul Fitri", tetapi mereka jelas tidak akan mengikuti Sholat Id.
Sampai saat ini tidak ada fatwa MUI secara resmi yang menyebutkan haram hukumnya mengucapkan selamat hari Natal. Diantara pengurus MUI memang ada yang meyakini keharamannya dan mempublikasikan argumen-argumennya di media-media, namun itu adalah pendapat pribadi yang tidak menunjukkan sikap resmi kelembagaan MUI. Prof. Din Syamsuddin sendiri yang saat ini menjabat sebagai ketua umum MUI pusat memilih membolehkan, dengan menyatakan, “Saya sendiri tiap tahun mengatakan selamat Natal kepada teman-teman Kristiani.”
Karena tidak diwajibkan, mengucapkan selamat Natal atau tidak, adalah pilihan. Silahkan bagi yang hendak mengucapkannya, dan bagi yang meyakininya haram, memang tidak perlu mengatakannya, termasuk tidak perlu ngotot untuk memaksa yang lain untuk juga tidak melakukannya. Tidak mengucapkanpun tidak lantas menjadi anti toleran, sebab Kristiani secara umum hidup aman, dan tetap bisa dengan leluasa merayakan Natal secara semarak. Itu sudah jadi bukti, bahwa umat Islam tidak perlu diajari lagi tentang toleransi dan juga tidak perlu dilarang mengucapkan selamat Natal, karena tidak ada yang lantas menjadi Kristiani karena itu.
Selamat menyambut Hari Natal.
[Ismail Amin, Mahasiswa Universitas Internasional al Mustafa Qom Republik Islam Iran, tulisan ini dimuat juga di kolom opini Harian Tribun Timur, Jum'at 19/12/2014]
_______________________________________
Iran: Konferensi Internasional Ulama Sunni-Syiah Menolak Takfiri telah Dimulai
"Dari ke 2000 ulama yang membanggakan kami, penyelenggara kemudian hanya menetapkan 420 ulama yang akan diundang untuk menghadiri pertemuan ini, yang sampai hari ini, 315 ulama undangan telah hadir di tengah-tengah kita. Dengan persentase 60% dari ulama Sunni dan 40% dari ulama Syiah.”
Menurut Kantor Berita ABNA, Konferensi Internasional Gerakan Ekstrimisme dan Takfiri dalam Pandangan Ulama Islam telah dibuka secara resmi pada ahad [23/11] pada pukul 9.15 pagi waktu setempat di kota Qom Republik Islam Iran.
Setelah dimulai dengan pembacaan ayat suci Al-Qur’an, Kemudian dilanjutkan dengan laporan kepanitiaan oleh Hujjatul Islam wa Muslimin Dr. Mahdi Ali Zadeh Musawi yang menyinggung fenomena takfirisme yang sedang menggejala dalam dunia Islam. Beliau berkata, “Kita menyaksikan sejumlah tragedi yang menimpa kaum muslimin di berbagai belahan dunia, dan sangat disayangkan, diantaranya justru dilakukan oleh kelompok Islam sendiri yang berpaham takfiri.”
“Ide dari penyelenggaraan konferensi ini dicetuskan oleh Ayatullah Makarim Shirazi yang dua tahun lalu menyatakan, perlu sebuah pertemuan akbar yang mempertemukan ulama-ulama besar, aktivis akademika hauzah ilmiah dan universitas-universitas Islam baik dari kalangan Sunni maupun Syiah yang kemudian duduk bersama untuk membahas persoalan ini.” Tambahnya.
Ketua penyelenggara konferensi tersebut lebih lanjut menambahkan, “Dengan melakukan kontak komunikasi dengan sejumlah pusat-pusat lembaga keagamaan dari berbagai Negara, kami kemudian menghimpun data ada 2000 ulama Islam yang layak untuk dilibatkan dalam pertemuan tersebut. Sekitar 2000 ulama ini memiliki 3 keistimewaan serupa, yaitu ulama-ulama yang menentang pemahaman takfirisme, memiliki kecenderungan dan semangat persatuan yang tingg dan memiliki pandangan dan wawasan yang luas untuk memberi sumbangsih saran agar bisa keluar dari kemelut ini. Dari ke 2000 ulama yang membanggakan kami, penyelenggara kemudian hanya menetapkan 420 ulama yang akan diundang untuk menghadiri pertemuan ini, yang sampai hari ini, 315 ulama undangan telah hadir di tengah-tengah kita. Dengan persentase 60% dari ulama Sunni dan 40% dari ulama Syiah.”
“"Dengan memperhatikan perkembangan penting selama 40 bulan terakhir di Timur Tengah khususnya di Suriah, Irak dan Yaman, penyelenggaraan kongres dunia bahaya Takfiri dari pandangan ulama Islam sejak lama sudah diagendakan. Setidaknya telah terselenggara 3 kali pertemuan pendahuluan yang mengawali konferensi ini. Yang pertama adalah pertemuan ulama Islam sedunia di Suriah yang dihadiri 120 ulama yang memberikan pandangan dan saran-sarannya. Pertemuan kedua diselenggarakan di Pakistan yang dihadiri sekitar 250 tokoh dan ulama Ahlus Sunnah dari berbagai kelompok dan partai. Perlu dicatat sejak tahun 2006 sampai sekarang telah ada korban jiwa sekitar 6 ribu orang di Pakistan. Dan pertemuan yang ketiga diselenggarakan di Negara ini yang dihadiri sejumlah ulama dari Irak.” Jelasnya.
“Konferensi ini memiliki 4 komite yang juga memiliki tema pembahasan yang berbeda. Komite yang melacak asal-usul pemikiran takfiri, Komite yang membahas penyimpangan-penyimpangan kelompok takfiri, Komite yang membahas keterkaitan fenomena takfiri dengan kepentingan politik, dan komite yang berperan untuk mencari solusi dan langkah-langkah alternatif untuk penyelesaian masalah.” Tambahnya lagi.
Hujjatul Islam wa Muslimin Dr. Mahdi Ali Zadeh Musawi lebih lanjut memaparkan, “Sebelum acara ini terselenggara, telah sampai ditangan panitia penyelenggara, 712 makalah dengan perincian diantaranya 96 makalah dari Negara luar, 50 makalah dari ulama Ahlus Sunnah dalam negeri dan ratusan makalah lainnya yang ditulis ulama dan pemikir Syiah. Kesemua makalah ini akan dicetak dalam 7 jilid kitab dan juga dibuat dalam bentuk software yang di akhir acara akan dibagikan kepada para hadirin semua.”
“Kitab yang ditulis oleh Ayatullah Ja’far Subhani yang berjudul, “Melacak Akar Pemikiran Takfri” dalam bahasa Arab dan Persia juga akan turut dibagikan. Demikian pula sejumlah penelitian ilmiah yang pernah dilakukan sejumlah ulama Islam yang telah melahirkan ratusan karya tulis mengenai kehormatan dan kemuliaan darah kaum muslimin juga akan diserahkan dalam bentuk CD, termasuk kitab aksi pengrusakan dan pemusnahan situs-situs bersejarah Islam di tangan Takfiri dan kitab Iman dan Kufur juga akan diberikan sebagai hadiah dan kenang-kenangan dari konferensi ini.” Jelasny lagi.
Diakhir penyampaiannya, Hujjatul Islam wa Muslimin Dr. Mahdi Ali Zadeh Musawi mengatakan, “Konferensi ini akan berlangsung selama dua hari. Akan dibuka secara resmi oleh Ayatullah al Uzhma Nashir Makarim Shirazi dan ditutup insya Allah oleh sambutan Ayatullah al Uzhma Ja’far Subhani. Kami berharap penyelenggaraan pertemuan ini bermanfaat bagi umat Islam dan dunia kemanusiaan.”
Disebutkan penyelenggaraan Konferensi Internasional Gerakan Ekstrimisme dan Takfiri dalam Pandangan Ulama Islam terselenggara atas dukungan ulama-ulama besar diantaranya Ayatullah Makarim Shirazi dan Ayatullah Ja’far Subhani, dan kerjasama antara Majma Jahani Ahlul Bait, Lembaha Internasional Pendekatan Mazhab-mazhab Islam, Mudiriyat Hauzah Ilmiah, Yayasan Dar al-‘Alam [Lembaga Penelitian Wahabisme] dan Universitas Internasional al Mustafa. Tujuan dari terselenggaranya konferensi ini yaitu membahas bahaya gerakan ekstrimisme dan pemahaman Takfiri bagi keutuhan persatuan umat Islam dan mencari solusinya.
_________________________________________
KH. Alawi Nurul Alam al Bantani: Isu Ikhtilaf Sunni-Syiah Dihembuskan Musuh untuk Memecah Belah Umat Islam
Untuk mengambil SDA itu, maka cara yang paling mudah dan klasik adalah dengan mengadu domba, Negara-negara yang ada diatasnya.
Menurut Kantor Berita ABNA, Konferensi Internasional Gerakan Ekstimisme dan Takfiri dalam Pandangan Ulama Islam yang berlangsung di kota Qom, Republik Islam Iran selama dua hari ahad-senin [ 23-24/11] yang dihadiri 350 ulama dari 80 negara juga diikuti oleh sejumlah ulama dan guru besar dari Indonesia, KH. Alawi Nurul Alam al Bantani diantaranya. Kyai yang mengepalai Tim Aswaja Center Lembaga Takmir Masjid Pimpinan Besar Nahdlatul Ulama (LTM) PBNU itu merupakan delegasi dari Pimpinan Besar Nahdatul Ulama [PB NU]. Ditemui di kamar hotelnya disela-sela istrahat setelah mengikuti serangkaian agenda konferensi yang padat, kyai muda kelahiran Bandung 24 Maret 1973 itu tampak santai menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diajukan dalam wawancara.
Berikut wawancara singkat tersebut.
Bagaimana pendapat atau tanggapan pak Kiyai tentang Iran sebagai sebuah republik Islam dan Iran sebagai sebuah Negara yang mayoritas penduduknya bermazhab Syiah?
Iran adalah sebuah negara yang didirikan oleh pendirinya untuk membangkitkan citra Islam. Terlepas bahwa penduduk mayoritas Iran adalah bermazhab Syiah, tapi yang diperjuangkan oleh Iran adalah bukan untuk mengembangkan mazhab Syiah, tapi untuk membangkitkan semangat perjuangan kaum muslimin. Bahwa sesungguhnya musuh-musuh Islam tidak pernah berhenti untuk menghancurkan dan melemahkan kaum muslimin dan kejayaan Islam. Dan ini yang tidak dimengerti oleh banyak orang. Itu disebabkan sibghah [celupan] Allah itu sudah hilang, sehingga ghirah atau semangat keislaman itu tidak ada. Dan jikaghirah sudah tidak ada jadi untuk berpikir Islamiah itu sudah tidak ada. Sehingga orang-orang kemudian sekedar disibukkan untuk menghidupi keluarga, yang dipikirkan hanya untuk kepentingan perut. Padahal sesungguhnya jika kita bertanya, apa yang telah dipersembahkan untuk Islam, maka jawabannya ada di Iran, sejak tahun 1979 sampai sekarang. Itu jawaban untuk pertanyaan yang pertama.
Yang kedua, tidak ada masalah terhadap mazhab Syiah sebetulnya. Selama kita bisa memahami kurikulum Syiah dari orang-orang yang memang terbaik dari kalangan Syiah. Sebab di Syiah sendiri ada takfirinya, sebagaimana di Sunni juga ada takfirinya. Perlakukan beberapa gelintir orang tidak bisa mewakili semuanya, bahkan pendapat ulama itu sendiri tidak serta mewakili semuanya. Bedanya di Iran atau di mazhab Syiah itu lembaga ulama lebih terstruktur sehingga dikenal ada istilah ulama marja dan sebagainya, beda dengan di Sunni yang lebih banyak corak pada pola berpikirnya.
Banyaknya kaum muslimin yang belum mengenal dan mengerti mazhab Syiah, terutama tentang pemikiran ulama-ulamanya itu disebabkan karena kurangnya interaksi mereka dengan buku-buku dan pemikiran-pemikiran Syiah. Karenanya alangkah baiknya, saran saya, lembaga-lembaga keagamaan Syiah mengirimkan buku-buku mereka ke organisasi-organisasi Sunni dan menyatakan, ini lho karya-karya kami, bahkan kalau perlu membuat perpustakaan-perpustakaan yang berisi kitab-kitab Syiah yang mudah diakses masyarakat Sunni. Sehingga antara kedua mazhab ini bisa saling berinteraksi, tukar wawasan dan saling bersinergi, sehingga kemungkinan bersitegang itu bisa diminimalisir.
Pandangan pak kiyai dengan pihak yang berbeda perspektif dengan pak Kyai dalam memandang Iran dan Syiah?
Misalnya?
Iya, misalnya pandangan yang menyebut Iran itu hanya hendak menghancurkan Islam dan Syiah itu bukan bagian dari barisan kaum muslimin.
Itu hanyalah omongan-omongan orang yang tidak mengerti. Jika kita dihadapkan dengan suatu masalah, harusnya yang bicara hanyalah para ahlinya. Lha ini, yang banyak bicara justru orang yang tidak mengerti sama sekali, mereka bukanlah peneliti, bukan pula ulama. Dan ini kita harus pahami, bahwa gerakan seperti ini sudah ada sejak dulu. Mereka justru menjadi benalu dalam Islam.
Tujuan dari pihak yang sering mengadu domba dan menghembuskan fitnah Sunni-Syiah itu berbeda dan satu sama lain harus saling bermusuhan, itu sebenarnya apa pak Kiyai?
Sumber daya alam. Tidak ada lagi. Sewaktu guru ngaji saya menjelaskan makna surah al Israa ayat 1, yang berbunyi, “Maha Suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Al Masjidil Haram ke Al Masjidil Aqsha yang telah Kami berkahi sekelilingnya,” ayat ini digali oleh AS dan Yahudi. “Kami berkahi sekelilingnya” itu, maksudnya apa?. Dan dengan kemampuan tekhonologi mereka yang canggih dan penelitian yang serius, akhirnya mereka temukan, bahwa keberkahan yang dimaksud adalah kekayaan alam. Yang kemudian itu membuat mereka berambisi untuk menguasainya.
Untuk mengambil SDA itu, maka cara yang paling mudah dan klasik adalah dengan mengadu domba, Negara-negara yang ada diatasnya. Menurut penelitian, 50 tahun lagi minyak di Arab Saudi itu habis. Tahun 1954 Arab Saudi pernah dibantu Inggris untuk menginvasi Suriah. Namun tidak berhasil. Sekarang mereka mencoba lagi, dengan menggunakan boneka-bonekanya. Yang mendanai persenjataan oposisi di Suriah kan Arab Saudi? Dan Negara-negara Barat berada dibalik itu. Sebab kita tahu, AS dan Negara-negara Barat tidak memiliki kekayaan bumi yang memadai. Krisis minyak di Arab Saudi yang diperkirakan 50 tahun lagi, jelas sangat mengkhawatirkan mereka. Makanya mereka mencari lahan baru lagi. Nah, inilah salah satu tujuan dibentuknya ISIS itu. Tapi banyak yang tidak sadar.
Kesalahan kaum muslimin lainnya, adalah menyerahkan pemimpin umat pada orang-orang yang zalim yang hanya menjadi boneka musuh-musuh Islam. Umat dicecoki dengan hadits-hadits yang menyebutkan meskipun pemimpin itu zalim, buruk akhlaknya, selama masih shalat, maka kita tidak boleh menentangnya dan sebagainya.
Tapi bukannya mereka yang melakukan itu, menganggap dirinya adalah pejuang-pejuang Islam. Bahwa apa yang mereka sampaikan itu dalam rangka menjaga kemurnian aqidah umat? Menurut pak Kiyai bagaimana?
Mereka harus tahu sejarah. Kalau memang mereka mengaku-ngaku pengikut salaf dan generasi awal. Mereka harus tahu apa yang terjadi pada generasi awal ummat ini. Konflik antar sahabat pernah terjadi, sampai saling bunuh-bunuhan dan yang memicu itu adalah kaum Khawarij. Dan perlu mereka tahu, orang-orang Khawarij juga mengklaim diri mereka sebagai pejuang Islam, membunuh orang-orang Islam itu disebutnya jihad. Tapi Rasulullah lewat hadits-haditsnya menyebut mereka sebagai anjing-anjing neraka, mereka adalah penjelmaan Dajjal, seburuk-buruknya makhluk dan sebagainya. Padahal mereka itu adalah penghafal Qur’an, menghafal ribuan hadits, shalat malamnya Masya Allah, siangnya mereka puasa, tapi justru malah memusuhi umat Islam sendiri.
Solusinya menurut pak Kyai?
Solusinya. Selain mengerahkan serdadu untuk menghentikan mereka, kita juga harus bertempur dalam dunia pemikiran, dengan menghadang syubhat-syubhat mereka. Yang bisa menulis, menulislah. Untuk memberikan penyadaran dan pencerahan pada masyarakat luas akan kondisi yang sebenarnya. Dan ulama-ulama harus menyadari tanggungjawabnya dalam menyadarkan ummat.
Tapi bukannya MUI [Majelis Ulama Indonesia] Pusat malah mencetak dan menyebarkan buku Mengenal dan Mewaspadai Penyimpangan Syiah, yang oleh sebagian pengamat menyebutkan bahwa isinya justru dapat menyulut perpecahan dikalangan umat?
Itu oknum MUI. Malah bahkan buku itu sudah saya bantah. Kalau buku saya salah, saya pasti sudah dipanggil MUI. MUI itu -kalau mau jujur- dibentuk oleh Soeharto justru untuk memecah belah ulama, khususnya para Kyai NU. Ayo kita hitung-hitungan, ada tidak jama’ah MUI? Kalau NU jamaahnya hampir 100 juta, bukan hanya terbanyak di Indonesia tapi juga ormas Islam terbesar di dunia. Intinya, betapa pentingnya menyadari, siapa yang jadi tuan rumah, siapa yang jadi tamu.
Bagaimana tanggapan Kiyai mengenai oknum yang mengatasnamakan NU kemudian hadir pada pertemuan-pertemuan yang menyerukan permusuhan kepada sesama muslim bahkan sampai mendeklarasikan gerakan anti Syiah?
Kalaupun ada, itu hanya Kyai yang secara amaliah NU, tapi bukan orang struktur dalam organisasi NU. Kalau mewakili NU harus punya surat tugas. Itu sudah menjadi ketentuan organisasi. Misalnya, saya. Saya ini memiliki mandat dan bahkan surat tugas dari PB NU untuk mendata dan melindungi dan memberikan pencerahan kepada warga Ahlus Sunnah wal Jamaah dan masyarakat Nahdiyin dari pemahaman-pemahaman yang menyimpang. Menyebut Syiah kafir, itu menyimpang. Mereka muslim juga. Ilmu Allah itu sangat luas, bahkan tidak terbatas. Sehingga tidak mungkin hanya dikuasai oleh satu dua kiyai saja. Para kyai harus membuka mata. Orang lain juga punya ilmu. Kalau itu berbeda bukan berarti itu salah.
Harapan Pak Kyai sendiri untuk masyarakat Indonesia?
Harapan saya, dimulai dari ulama dulu. Jika ulamanya lurus, insya Allah masyarakatnya juga. Sekali lagi saya ulang, ilmu Allah itu sangat luas, ilmu yang sedikit tentu tidak bisa menggapainya. Kepada Nabi Saw sendiri dikatakan, tidak mengetahui, kecuali sedikit. Karenanya, orang lain juga punya ilmu, yang kalau berbeda tidak apa-apa. Minimal telusuri dulu sebelum memvonis itu salah. Kalau tidak mengetahui apa yang diketahui orang lain, bilang saja, tidak punya cukup uang untuk beli buku. Kan mudah? He..he..
Terimakasih pak Kyai atas waktunya.
Sama-sama.
______________________________________
Prof. DR. H. Hamka Haq, MA: Syiah Indonesia, Harus Banyak Belajar dari Iran
Saya hanya mau menekankan kepada komunitas Syiah di Indonesia. Belajarlah yang baik tentang Syiah dari Iran. Syiah yang produktif dan memberikan sumbangsih besar dalam membangun negaranya. Bukan Syiah yang sibuk memanas-manasi umat Sunni dengan isu-isu perbedaan dan melukai hati mereka.
Menurut Kantor Berita ABNA, Konferensi Internasional Gerakan Ekstimisme dan Takfiri dalam Pandangan Ulama Islam yang berlangsung di kota Qom, Republik Islam Iran selama dua hari ahad-senin [ 23-24/11] yang dihadiri 350 ulama dari 80 negara juga diikuti oleh sejumlah ulama dan guru besar dari Indonesia. Prof. DR. H. Hamka Haq, MA, anggota MUI Pusat dan Ketua Umum Baitul Muslimin Indonesia termasuk diantara delegasi Indonesia yang hadir. Doktor terbaik UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tersebut ditemui reporter ABNA disela-sela agenda konferensi yang padat.
Berikut hasil wawancara dengan ulama, politisi dan penulis buku Al-Syathibi tersebut:
Bagaimana tanggapan Bapak terhadap Iran dengan kehadiran Bapak langsung di Negara ini?
Ini yang pertama kalinya saya berada di Iran. Awalnya saya menduga Iran sedang dalam kondisi terpuruk dengan adanya embargo ekonomi bahkan pengucilan oleh banyak Negara. Ternyata Iran bukan hanya bertahan, bahkan saya menyaksikan dengan mata kepala sendiri, betapa majunya negeri ini, bahkan mungkin lebih maju dari banyak Negara Islam lainnya. Iran juga disegani oleh negara-negara Barat karena kemandiriannya. Bahkan Iran adalah satu-satunya Negara yang tidak bisa dipengaruhi oleh kekuatan asing. Tentu saja ini prestasi yang sangat membanggakan, dan memberikan citra positif pada Islam di dunia internasional.
Tanggapan Bapak tentang Iran dengan mayoritas penduduknya bermazhab Syiah?
Saya mengira Iran memiliki pandangan yang negatif terhadap Sunni, ternyata tidak. Justru pandangan mereka sangat positif terhadap Sunni dan sangat menghargai simbol-simbol Sunni. Ini yang harus dipelajari dan diteladani oleh mereka yang mengaku Syiah di Indonesia. Tidak sedikit dari Syiah di Indonesia yang suka mengeluarkan statement yang dapat melukai perasaan umat Sunni. Inilah diantara pemicu konflik itu. Sementara di Iran tidak lah demikian. Saya melihat sendiri, antara ulama Sunni dan ulama Syiah mereka terjadi harmoni dan membangun kebersamaan yang luar biasa tanpa memandang perbedaan mazhab. Inilah diantar hikmah yang saya dapat dengan berada disini. Bahwa untuk menjadi Syiah tidak harus memusuhi Sunni dan begitupula sebaliknya. Sebab kita berasal dari umat yang satu.
Sunni dan Syiah hakekatnya sama-sama umat Nabi Muhammad Saw, namun karena factor historis dan percaturan politik, akhirnya terdapat sejumlah perbedaan. Namun perbedaan itu bukan dalam masalah teologi dan ibadah. Sebab rujukan kedua mazhab ini tetap sama, yaitu al-Qur’an dan as Sunnah. Percaturan politik di era-era awal Islam memang sempat terjadi kemelut, sehingga kemudian terbentuk firkah yang menamakan diri mereka Syiah Ali yang kemudian sekarang cukup disebut dengan Syiah saja. Namun tugas generasi kita sekarang tidaklah harus mempertentangkan itu. Biarlah itu menjadi masa silam yang kita pelajari. Tugas kita sekarang, adalah membangun kebersamaan dan mewujudkan persatuan Islam.
Jadi memang tidak ada yang berubah dari pandangan Bapak mengenai Syiah, sejak sebelum dan setelah kedatangan Bapak di Iran ini?
Sejak awal saya memang meyakini, Syiah tetaplah bagian dari kaum muslimin. Kedatangan saya ke Iran sekedar untuk lebih memantapkan keyakinan saya mengenai hal tersebut, Dan memang Syiah yang sebenarnya itu adalah apa yang dipertontonkan oleh ulama-ulama dan masyarakat Iran. Mereka yang mengaku Syiah di Indonesia tapi dengan ringannya mencerca para sahabat dan konsep-konsep yang telah baku dalam mazhab Sunni telah mencoreng dan menjadikan citra Syiah menjadi buruk. Inilah yang dimanfaatkan kelompok takfiri dan musuh-musuh Islam untuk menyulut perpecahan dan menciptakan konflik di tengah-tengah masyarakat.
Menurut Bapak, mereka yang sampai saat ini tetap menghembuskan isu-isu perbedaan Sunni-Syiah harus dipertentangkan dan Syiah bukanlah bagian dari Islam apa? Dan siapa dalang dibalik itu?
Saya tidak tahu tujuan mereka sebenarnya apa dan juga tidak tahu siapa yang mensponsorinya, tapi setidaknya aktivitas semacam itu tidak produktif dan tidak ada manfaatnya. Pihak musuh yang justru mengambil keuntungan dari aktivitas semacam itu dan hanya menodai citra Islam.
Apa pesan bapak bagi umat Islam di Indonesia khususnya dalam membangun hubungan yang harmonis antara Sunni dan Syiah?
Saya hanya mau menekankan kepada komunitas Syiah di Indonesia. Belajarlah yang baik tentang Syiah dari Iran. Syiah yang produktif dan memberikan sumbangsih besar dalam membangun negaranya. Bukan Syiah yang sibuk memanas-manasi umat Sunni dengan isu-isu perbedaan dan melukai hati mereka.
Terimakasih atas waktu bapak.
Sama-sama.
_______________________________________
Ulama Ahlus Sunnah Chabahar: Takfiri Lahir dari Ketidakpatuhan terhadap Ulama
Keberadaan gerakanTakfiri yang anti kemanusiaan lahir dari penyimpangan dan pembangkangan terhadap fatwa-fatwa ulama yang sebenarnya.
Menurut Kantor Berita ABNA, Syaikh Maulana Abdul Rahman Mulla Za'i dalam ucapannya yang disampaikan dalam Konferensi Internasional Gerakan Ekstrimisme dan Takfiri dalam Pandangan Ulama Islam yang berlangsung di kota Qom, Republik Islam Iran selama dua hari ahad-senin [23-24/11] yang dihadiri 350 ulama dari 80 negara menegaskan keberadaan gerakanTakfiri yang anti kemanusiaan lahir dari penyimpangan dan pembangkangan terhadap fatwa-fatwa ulama yang sebenarnya.
Ulama Sunni yang berasal dari Chabahar Iran tersebut lebih lanjut menambahkan, “Pengaruh ambisi dan gila terhadap kekuasan dan harta telah menyebabkan manusia menjadi tidak lagi berpikir jernih dan bergabung dalam kelompok takfiri ataupun mendukung gerakan meraka. AS, Inggris dan Zionis yang bagai memancing di air keruh turut memperparah masalah. Tujuan utama musuh Islam dengan memecah belah kaum muslimin adalah untuk menguasai dan menjajah negeri-negeri muslim.”
“Faktor lainnya, adalah sikap acuh tak acuh terhadap kelompok yang memperalat nama Islam. Sikap permisifisme dan acuh terhadap masa depan Islam ini akan semakin memperkuat kebangkitan gerakan tafiri. Dibulan Muharram ini umat Islam seharusnya banyak mengambil pelajaran dari kebangkitan Imam Husain yang meninggikan semanngat perjuangan Islam untuk tidak tunduk pada kesewenang-wenangan.” Tambahnya.
Syaikh Maulana Abdul Rahman Mulla Za'I menambahkan lagi, “Kelompok takfiri dengan aksi-aksi kekerasan mereka tidaklah pantas mengatasnamakan perjuangan Islam, sebab Nabi Saw dalam dakwahnya sanngat mementingkan kasih sayang terlebih lagi beliau adalah pembawa rahmat bagi seluruh sekalian alam.”
“Fatwa seyogyanya hanya dikeluarkan oleh mufti, marja dan mujtahid, tidak oleh sembarang orang. Karenanya menurut Ahlus Sunnah fatwa yang menyerukan kekerasan dan mendukung gerakan takfirisme adalah fatwa yang bukan hanya tidak layak untuk diikuti, tapi juga haram. Kami Ahlus Sunnah di Iran menyatakan kesetiaan dan ketaatan kepada pemimpin tertinggi Republik Islam Iran, Ayatullah Sayyid Ali Khamanei dalam masalah politik demi menjaga keutuhan dan kedaulatan negara.” Tutupnya.
______________________________________
Ulama Mesir: Kita akan Kerahkan seluruh Kekuatan untuk Menghadapi Takfiri
Mereka telah menumpahkan darah di Suriah, Irak, Libia, Yaman dan Negara-negara Islam lainnya. Ulama dunia Islam wajib bersatu dalam menghadapi takfiri, ini demi masa depan generasi Islam di era mendatang.”
Menurut Kantor Berita ABNA, Syaikh Tajudin al-Hilali dalam Konferensi Internasional Gerakan Ekstrimisme dan Takfiri dalam Pandangan Ulama Islam yang berlangsung di kota Qom, Republik Islam Iran selama dua hari ahad-senin [23-24/11] yang dihadiri 350 ulama dari 80 negara menyatakan, “Kelompok takfiri memanfaatkan isu-isu ikhtilaf Sunni-Syiah untuk memuluskan ambisi kekuasaan mereka. Bayangkan, ada satu kelompok membawa bendera La ilaha illallah namun justru membunuhi banyak orang yang tidak berdosa tanpa membedakan laki-laki, perempuan ataupun anak-anak.”
Ulama Mesir yang juga Mufti yang pernah bertugas di Australia ini lebih lanjut menambahkan, “Kami yang hadir dalam konferensi ini menyatakan tekad bersama untuk mengerahkan segenap kekuatan untuk menghadapi takfiri termasuk mereka yang bertakbir tapi justru memerangi umnat Islam. Disamping kami juga akan mencabut pemahaman takfiri dari akarnya.”
Syaikh Tajudin al-Hilali dalam penyampaiannya juga menegaskan gerakan takfiri harus segera dihentikan karena telah banyak menimbulkan kerusakan di negeri-negeri Islam. “Mereka telah menumpahkan darah di Suriah, Irak, Libia, Yaman dan Negara-negara Islam lainnya. Ulama dunia Islam wajib bersatu dalam menghadapi takfiri, ini demi masa depan generasi Islam di era mendatang.”
________________________________
Ulama Sunni Maroko: Gerakan Takfiri akan Mati Sendiri dengan Kebekuan Pemikirannya
Gerakan takfiri tidak akan hidup lama. Ini disebabkan gerakan ini berjalan diatas kekerasan dan pemikiran yang kolot dan tidak berkembang.
Menurut Kantor Berita ABNA, Syaikh Sayid Idris Hani berkata, "Salah satu alat yang ampuh untuk memerangi Takfiri adalah memikirkan kembali bagaimana para Salafush Shalih dalam memerangi mereka.” Demikian disampaikan ulama Sunni asal Maroko dalam Konferensi Internasional Gerakan Ekstrimisme dan Takfiri dalam Pandangan Ulama Islam yang berlangsung di kota Qom, Republik Islam Iran selama dua hari ahad-senin [23-24/11]. Konferensi ini dihadiri setidaknya 350 ulama Sunni-Syiah dari 80 negara.
“Kita bisa lihat misalnya, bagaimana Sayyidina Ali tidak segan-segan mengangkat senjata dalam memerangi fitnah di masa kekhalifaannya. Ini menunjukkan bahwa Sayyidina Ali benar-benar mengenali musuh.” Tambahnya.
“Gerakan takfiri tidak akan hidup lama. Ini disebabkan gerakan ini berjalan diatas kekerasan dan pemikiran yang kolot dan tidak berkembang. Bagaimana mungkin mengklaim sebagai representasi umat Islam namun justru bertindak bengis dan tidak berprikemanusiaan? Apa yang mereka lakukan hanya merusak citra Islam bukan sedang berjuang untuk menegakkan Islam.” Jelasnya lagi.
Konferensi Internasional Gerakan Ekstrimisme dan Takfiri dalam Pandangan Ulama Islam yang diprakarsai Ayatullah Makarim Shirazi dan diamini oleh banyak ulama dari lintas mazhab ini dihadiri setidaknya 350 ulama Sunni-Syiah dari 80 negara.
___________________________________________
Dari Jawaban Diatas Sangatlah Jelas.
Mari Kita Lihat Jawaban Lain
Sayyid Ali Al-Sistani: Tak ada beda Hakiki antara Syiah dan Sunni
Dalam suatu kesempatan pertemuan ulama Ahlus Sunnah dan Syiah di Najaf, Irak, Ayatullah Sayyid Ali Al-Sistani, marja' tertinggi di Irak, menegaskan bahwa tidak ada perbedaan hakiki antara Ahlus Sunnah dan Syiah, dan mengatakan bahwa beliau adalah pelayan bagi seluruh rakyat Irak.
Beliau menambahkan: "Saya mencintai semuanya, dan agama (Islam) ini adalah cinta. Saya heran bagaimana musuh-musuh bisa memecah-belah di antara (penganut) mazhab-mazhab Islam."
Kemudian beliau melanjutkan: "Pertemuan-pertemuan seperti ini diperlukan dan bermanfaat. Dari pertemuan-pertemuan semacam ini semua dapat memahami bahwa tidak ada perbedaan-perbedaan hakiki di antara mazhab-mazhab Islam. Beberapa perbedaan antara Ahlus Sunnah dan Syiah dalam masalah-masalah fiqih ternyata ada juga dalam satu mazhab yang sama."
Lantas beliau menandaskan: "Penganut Syiah harus membela hak-hak sosial dan politik penganut Ahlus Sunnah sebelum penganut Ahlus Sunnah melakukannya sendiri."
Beliau menambahkan: "Perkataan kita haruslah berisi ajakan kepada persatuan. Saya selalu sampaikan jangan kalian mengatakan mereka (penganut Ahlus Sunnah) adalah saudara-saudara kita Ahlus Sunnah, tapi katakan bahwa kami adalah juga Ahlus Sunnah. Saya mendengarkan khutbah-khutbah Jum'at dari penganut Ahlus SUnnah lebih banyak daripada khutbah-khutbah Jum'at dari kalangan Syiah. Kita juga tidak boleh membedakan antara warga Arab dan Kurdi. Karena Islam telah mempersatukan kita semuanya.
Beliau menjelaskan bahwa dalam pembahasan-pembahasan fiqih beliau selalu menunjukkan fatwa-fatwa imam Ahlus Sunnah. "Kita dipersatukan dengan satu Ka'bah, satu shalat dan satu puasa. Saat beberapa penganut Sunni mengatakan kepada di zaman rezim (Saddam) yang lalu bahwa dia telah menjadi penganut Syiah, saya tanyakan apa alasannya. Dia mengatakan bahwa alasannya adalah wilayah (kecintaan dan ketaatan) pada Ahlul Bait. Maka saya jawab: "Imam-imam Ahlus Sunnah juga membela wilayah Ahlul Bait."
Beliau melanjutkan bahwa kuburan-kuburan massal dari korban-korban pembantaian (Saddam) juga berisi penganut Ahlus Sunnah sebagaimana juga penganut Syiah. "Saya bersama semua yang menuntut hak-hak mereka. (sistani.org)
Ayatullah Ali Sistani: Menghina Sahabat Nabi Bertentangan dengan Ajaran Imam Ahlul Bait
Ulama Islam Syiah telah mengajarkan akhlak terhadap para sahabat Nabi Saw. Bagi mereka, penghinaan dan pelecekan atas sahabat-sahabat Nabi Saw yang mulia adalah tindakan yang haram karena bertentangan dengan ajaran para Imam mereka. Seperti yang telah ditegaskan oleh pemimpin spiritual Iran, Imam Ali Khamenei serta banyak ulama Syiah lainnya, kali ini pemimpin muslim Syiah Irak mengulang kembali penegasan yang sama. Ini menjadi pelajaran besar bagi siapa saja yang mengaku pengikut Islam Syiah, sekaligus menjawab tuduhan dari kelompok Nasibi [lppimakassar.net]
Ayatullah al Uzhma Sayyid Ali Sistani ulama marja taklid Syiah kembali merilis fatwa yang menyatakan penghinaan dan pelecehan terhadap sahabat-sahabat Nabi Saw adalah haram hukumnya dan menyelisihi jalan Ahlul Bait as. “Aksi tersebut harus dikecam keras, sebab bertentangan dengan apa yang telah digariskan para Aimmah as untuk para Syiahnya.” Tegas beliau.
Menurut Kantor Berita ABNA, menyikapi aksi bom bunuh diri anasir kelompok Wahabi yang merenggut sejumlah nyawa peziarah dari warga Syiah yang sedang dalam perjalanan menuju Kadzimain dalam rangka memperingati kesyahidan Imam Jawad as beberapa hari sebelumnya, sejumlah pemuda yang mengklaim diri Syiah melakukan kecaman dan protes keras. Dengan mengendarai mobil yang dilengkapi pembesar suara di kota ‘Azamiyah yang mayoritas warganya adalah pengikut Ahlus Sunnah, demonstran tersebut mengecam aksi biadab dan pengecut tersebut sembari menghina dan melecehkan beberapa sahabat dan Aisyah istri Nabi.
Video aksi kontroversial tersebut dengan begitu cepat beredar di laman jaringan sosial seperti Facebook dan Twiter serta dipublish melalui Youtube, dan menjadi pembicaraan hangat banyak kalangan. Dengan tersebarnya aksi penghinaan tersebut, sejumlah warga Sunni dari enam provinsi di kawasan utara Irak melakukan aksi unjuk rasa balasan, dengan mengutuk warga Syiah yang mengecam dan melakukan penghinaan terhadap sahabat dan tokoh-tokoh yang diagungkan kaum Sunni.
Muhammad Thaha al Mahdun salah seorang pejabat Irak mengatakan, “Dengan adanya aksi unjuk rasa serentak di enam provinsi Al Anbar, Shalahuddin, Kurkuk, Ninui, Diyali dan Baghdad menyebabkan kantor-kantor pemerintahan dan sekolah harus diliburkan kecuali pihak keamanan dan kepolisian serta rumah sakit.”
Ke enam provinsi yang melakukan aksi unjuk rasa tersebut, pada tahun sebelumnya adalah yang juga melakukan demonstrasi besar-besaran menentang pemerintahan Nuri Maliki.
Menghindari terjadinya perpecahan yang bertentangan dengan upaya keras ulama-ulama Sunni dan Syiah di Irak yang bertekad menciptakan persatuan nasional rakyat Irak, Ayatullah al Uzhma Sayyid Ali Sistani ulama marja taklid Syiah kembali merilis fatwa yang menyatakan penghinaan dan pelecehan terhadap sahabat-sahabat Nabi Saw adalah haram hukumnya dan menyelisihi jalan Ahlul Bait as. “Aksi tersebut harus dikecam keras, sebab bertentangan dengan apa yang telah digariskan para Aimmah as untuk para Syiahnya.” Tegas beliau.
Ayatullah Sistani Tegaskan Haramnya Darah Muslim untuk Ditumpahkan. Ayatullah Sistani Melindungi Ahlus Sunnah
"Kami menegaskan setiap individu Syiah hendaklah melindungi saudara Ahlusunnah. Begitu juga saudara Ahlusunnah hendaklah melindungi saudara mereka Syiah. Ulama juga perlu peka terhadap konspirasi perpecahan yang dipicu oleh musuh-musuh Islam."
Menurut Kantor Berita ABNA, Ayatullah al-Uzma Sistani mengeluarkan fatwa haramnya menumpahkan darah rakyat Irak secara umum, khususnya darah Ahlusunnah sambil meminta pengikut mazhab Syiah Irak untuk menghindari apapun bentuk aktivitas yang dapat memicu perpecahan dan pertikaian dengan pengikut Ahlus Sunnah.
Fatwa tersebut dikeluarkan ulama besar dan marja taklid Irak ini sewaktu melakukan silaturahmi dengan ulama Ahlusunnah di wilayah Selatan dan Kurdistan sebelum berlangsungnya Kongres Ulama Nasional Syiah dan Sunni di Najaf Irak.
Syeikh Khalid al-Mulla selaku ketua umum persatua Ulama Ahlusunnah Selatan Irak dalam pertemuan bersama Ayatullah Sistani tersebut meminta saudara yang bermazhab Syiah di Irak melindungi saudara Ahlusunnah sembari menghindari hal-hal yang dapat memicu perselisihan dan perpecahan antara dua belah pihak. Ayatullah Sistani menilai keluarnya fatwa haramnya menumpahkan darah kaum muslimin secara umum khususnya dari kalangan Ahlusunnah sebagai hal positif dikalangan umum untuk bisa semakin memperat hubungan persaudaraan dan persatuan Islam.
Syeikh Khalid al-Mulla kemudian menyebutkan bahwa Ayatullah Sistani turut menjelaskan: "Saya berkhidmat untuk seluruh rakyat Irak tanpa membedakan antara Syiah dan Sunni, antara Kurdi maupun Kristiani."
Ayatullah Sistani turut meluapkan rasa syukur dan bahagianya terhadap keamanan dan bebasnya negeri Irak dari unsur al-Qaeda dan Takfiri. "Kami menegaskan setiap individu Syiah hendaklah melindungi saudara Ahlusunnah. Begitu juga saudara Ahlusunnah hendaklah melindungi saudara mereka Syiah. Ulama juga perlu peka terhadap konspirasi perpecahan yang dipicu oleh musuh-musuh Islam." Tegasnya.
____________________________________
Apa Kata Sayyid Ali Sistani Sebagai-Berikut:
Mengkafirkan Muslim Bukan Ajaran Ahlul Bait, Sebagai berikut:
Apa Kata Imam Ali dan Umar Bin Khattab????
Imam Ali dalam Kitabnya Berlepas Diri Dari Orang Yang Menghalalkan Darah Saudaranya Sebagai Berikut:
(ABNA/Al-Shia/Salafy-News/Buletin-Majelis-Pecinta-Rasul/Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Post a Comment
mohon gunakan email