Umar bin Khattab bin Nufail
Tempat Lahir: Mekah
Tempat Tinggal: Mekah dan Madinah
Kelompok: Muhajirin/Anshor Muhajirin
Keturunan/Kabilah: Quraisy
Pusara: Di sisi pusara Nabi Saw di Masjid Nabi
Profil Agama
Masa Memeluk Islam: Tahun keenam Hijriah atau tahun 9 Kenabian
Hadir dalam peperangan: Kebanyakan dalam peperangan yang diikuti Nabi
Hijrah Ke Madinah
Sebab Kemasyhuran: Khalifah Kedua
Umar bin Khattab bin Nufail (Bahasa Arab: : عُمَر بن خَطّاب بن نُفَیل ) (wafat 23 H) adalah salah seorang sahabat Nabi Muhammad Saw yang masuk Islam di Mekah. Dia adalah khalifah kedua dalam Islam (masa kekhalifahan: 13-23 H). Berdasarkan wasiat khalifah pertama, Abu Bakar, Umar ditunjuk untuk menggantikannya menjadi khalifah kedua. Masa kekhalifahannya sekitar 10 tahun. Umar wafat dibunuh oleh Abu Lu'lu' pada tahun 23 H. Syiah banyak mengkritik bahkan tidak menerima sebagian sikap Umar semasa hidupnya, termasuk selama menjadi khalifah. Berikut ini di antara perbuatan Umar yang kontroversial: membelot dari pasukan Usamah, aksi tak layak di hadapan Rasulullah Saw terkait peristiwa Hadits Dawat, hadir dalam peristiwa Saqifah, bersikap tak pantas terhadap keluarga Nabi Saw terutama kepada Sayidah Fatimah az-Zahra Sa, merubah metode pembagian baitul mal dan lain-lain.
Biografi
Nasab
Umar bin Khattab bin Nufail bin Abdul Uzza bin Riyah bin Abdullah bin Qurth bin Rizah bin ‘Adi bin Ka’ab lahir di Mekah pada Tahun Gajah (‘Amul Fil). Nama kunyah-nya adalah Abu Hafsh. Tidak banyak data mengenai ayah dan ibunya, yaitu Khattab bin Nufail dan Hantamah binti Hasyim bin Mughirah (bukan putri Hisyam bin Mughirah saudari Abu Jahal). [1][2] Pekerjaan Umar di zaman jahiliah adalah penggembala unta. Di masa itu, saat terjadi peperangan dia dijadikan utusan oleh Kabilah Qurays. [3] Umar memiliki 9 orang putra dan 4 orang putri, di antaranya: Abdullah, Ashim, Ubaidillah, Abdurrahman, Zaid dan Hafshah. [4]
Profil
Sebagian referensi Ahlusunnah menyebutkan Umar lebih menakutkan dibanding pedang al-Hajjaj bin Yusuf. [5] Umar pernah meminang putri Abu Bakar namun ditolak. [6] Dia juga sempat meminang Ummu Aban binti Utbah namun ia juga tidak menerimanya. Ummu Aban berkata, “Dia suka menutup pintu rumahnya, tidak berbuat baik pada orang lain, datang dan pergi bermuka suram.” [7]
Nimeiri dan Thabari menulis: Ketika Abu Bakar meninggal, Aisyah dan para wanita menangisi dan meratapinya. Mengetahui hal itu Umar bergegas ke rumah Aisyah dan menyuruh mereka untuk berhenti menangis dan meratap, namun mereka tidak menghiraukannya. Umar kemudian menyuruh Hisyam bin Walid memasuki rumah Aisyah dan membawanya keluar. Mendengar perkataan Umar itu Aisyah berkata kepada Hisyam, “Aku lebih berhak atas rumahku dibanding kamu.” Umar berkata kepada Hisyam, “Aku izinkan kamu memasuki rumahnya.” Setelah itu Hisyam memasuki rumah Aisyah dan membawa keluar Ummu Farwah, saudari Abu Bakar dan dibawa ke hadapan Umar. Kabar tersebut membuat para wanita berhamburan. [8]
Masuk Islam
Sebelum masuk Islam Umar adalah orang yang banyak mengganggu kaum muslimin, [9] bahkan dia sempat bermaksud membunuh Nabi Saw. Atas saran saudarinya yang baru masuk Islam, setelah mendengar lantunan al-Qur’an ayat Thaha yang dibaca Khabab bin Arat kemudian Umar masuk Islam. [10] Referensi menyebutkan, Umar masuk Islam pada tahun ke-6 atau ke-9 setelah Nabi Muhammad Saw diutus menjadi nabi. Sebelumnya telah ada 45 laki-laki dan 21 wanita yang memeluk Islam. [11] Sebagian referensi Ahlussunnah menyebutkan, islamnya Umar membuat agama Islam menjadi kuat dan disegani. Menurut mereka, Nabi Saw sendiri yang menyatakan hal itu. [12]
Di Mekkah dan di Madinah
Tidak banyak data yang menceritakan tentang Umar bin Khattab ketika di Mekkah. Dia berhijrah ke Madinah bersama Ayasy bin Abi Rabiah. Ketika sampai di Madinah, Nabi Saw menyarankan Umar berpasangan dengan Abu Bakar [13] untuk menyatakan ikrar persaudaraan. Pada Perang Khaibar, setelah Abu Bakar, Nabi Saw mengutus Umar untuk pergi ke medan namun dia juga tidak berhasil menguasai benteng Khaibar. Rasulullah Saw bersabda, “Besok aku akan menyerahkan panji pada seseorang yang sangat cinta pada Allah dan Rasul-Nya, Allah dan Rasul-Nya juga cinta padanya. Dia yang dapat menaklukkan Khaibar. Pada hari yang ditentukan, Rasulullah Saw memanggil Imam Ali As lalu menyerahkan panji padanya, dan akhirnya ia berhasil menaklukkan Khaibar. [14]
Lari dari Peperangan
Sebenarnya Umar banyak ikut serta dalam peperangan, bahkan sempat menjadi komandan pasukan. Meski demikian, tidak ada referensi yang menerangkan tentang keberaniannya. Yang ada malah cerita tentang pelariannya dari peperangan dan kekalahan yang dia terima. [15]Suatu saat, ketika sedang menyampaikan khutbah Jum’at dan membacakan surah Ali ‘Imran yang berbunyi, “Sesungguhnya orang-orang yang berpaling di antaramu pada hari dua pasukan itu bertemu,” [16] dia berkata, “Setelah kami kalah dalam Perang Uhud, aku lari terbirit-birit ke atas gunung seperti kambing, aku haus sekali saat itu. Aku mendengar ada yang berkata, ‘Muhammad terbunuh’. Aku berkata, ‘Siapapun yang mengatakan Muhammad terbunuh, akan ku bunuh.’ Saat itu kami semua berkumpul dan bersembunyi di atas gunung. Saat itulah ayat tadi turun.” [17] Umar juga lari dari Perang Hunain. [18]
Menurut Imam Bukhari, Umar menganggap pelariannya dari Perang Hunain adalah keinginan Allah dan Nabi Saw. [19] Ibnu Hajar Asqalani menjelaskan, maksudnya yang Umar lakukan itu atas takdir Allah Swt. [20]
Pasukan Usamah
Menjelang wafatnya, Nabi Saw memerintahkan Abu Bakar, Umar, Abu Ubaidah Jarrah dan sahabat lainnya untuk bergabung dengan pasukan Usamah pergi ke Mu’tah, Syam. [21]
Menurut riwayat Waqidi [22] dan Ibnu Sa’ad, [23] beberapa hari sebelum wafat, Nabi Saw memerintahkan para sahabatnya agar bersiap-siap dalam perang menghadapi tentara Kekaisaran Romawi. Saat itu Rasulullah Saw mengangkat Usamah sebagai panglima seluruh pasukan. [24]
Meski secara tegas Rasulullah Saw memerintahkan mereka supaya berada di bawah komando Usamah, namun sebagian tidak melaksanakannya dengan baik. Pertama mereka memprotes bahwa Usamah masih sangat muda, lalu beralasan sakit Rasulullah Saw makin parah sehingga mereka harus kembali ke Madinah. Abu Bakar, Umar dan lainnya termasuk orang yang kembali ke Madinah meninggalkan pangkalan militernya. Padahal Nabi Saw jelas-jelas memerintahkan mereka untuk meningglkan Madinah. [25]
Hadis Qalam wa Dawat (pena dan tinta)
Pada tahun 11 H, empat hari sebelum wafatnya, Nabi Saw bersabda kepada para sahabat yang datang menjenguknya, “Beri aku pena dan kertas, aku tuliskan sesuatu supaya kalian tidak akan tersesat.” Sebagian riwayat menyebutkan, mendengar sabda Nabi Saw itu Umar segera bangkit dan berkata, “Nabi sedang mengigau! Kalian sudah memiliki al-Qur’an, kita cukup dengan Kitab Allah.”[26][27][28][29]
Di Zaman Khalifah Pertama
Umar bin Khattab memiliki peran penting dalam peristiwa Saqifah untuk mengantarkan Abu Bakar ke kursi kekhalifahan. Dia juga yang bertanggung atas peristiwa yang terjadi di rumah Imam Ali As dan Sayidah Fatimah az-Zahra Sa. Saat itu orang-orang dari Bani Hasyim berkumpul di sana. Menurut riwayat Ahlussunnah, Umar mengancam akan membakar pintu rumah. [30]
Sedangkan menurut sumber Syiah, Umar telah membakar pintu rumah Sayidah Fatimah Sa. [31] Umar adalah pendukung utama Abu Bakar selama menjadi khalifah. Sepeninggal Abu Bakar, Umar dipilih menjadi khalifah menggantikannya berdasarkan wasiat yang dia tinggalkan.
Marahnya Sayidah Fatimah Sa
Ibnu Qutaibah menulis: Setelah Fatimah Sa dibuat marah oleh Abu Bakar dan Umar (karena masalah tanah Fadak), mereka berdua datang ke rumah Fatimah Sa dan meminta izin bertemu untuk meredam amarah beliau. Fatimah Sa tidak memberikan izin. Mereka lalu menemui Imam Ali As guna meminta tolong supaya dipertemukan dengan Fatimah Sa. Imam Ali as mengajak keduanya ke rumah menemui Fatimah Sa. Sesampainya di rumah, Abu Bakar dan Umar menyampaikan salam namun Fatimah enggan membalasnya. Abu Bakar menyampaikan yang ada dibenaknya kepada Fatimah Sa. Setelah itu Fatimah Sa bertanya pada keduanya, “Jika aku sampaikan hadis Nabi Saw apakah kalian akan mengamalkannya?” Mereka menjawab, “Ya.” Fatimah Sa berkata, “Demi Allah, apakah kalian pernah mendengar Rasulullah Saw bersabda, ‘Sesungguhnya keridhaan Fatimah adalah keridhaanku, dan kemarahannya adalah kemarahanku. Siapa saja yang mencintai putriku, Fatimah, berarti mencintaiku, dan siapa saja yang membuatnya marah berarti membuatku marah’?” Mereka menjawab, “Ya, kami mendengar itu dari Rasulullah Saw.” Fatimah Sa berkata, “Demi Allah dan seluruh malakaitnya! Kalian berdua telah membuatku marah! Saat bertemu Nabi Saw nanti, aku akan adukan kalian kepadanya.” Saat itu Abu Bakar berkata sesuatu namun Fatimah Sa melanjutkan perkataannya, “Demi Allah, aku akan selalu melaknat kalian setiap selesai salat.” [32]
Marahnya Sayidah Fatimah Sa bukanlah masalah sepele. Syiah dan Ahlussunnah meriwayatkan hadis Rasul Saw yang berbunyi, “Fatimah adalah belahan jiwaku, siapa saja yang membuatnya marah berarti membuatku marah.” [33]
Para perampas tanah Fadak itu juga berbuat keji kepada Sayidah Fatimah Sa dengan menyangkal klaim beliau. Sangkalan mereka atas klaim Sayidah Fatimah Sa menyangkut tanah Fadak tentunya menimbulkan masalah besar bagi mereka, karena Sayidah Fatimah Sa adalah manusia yang suci dari segala bentuk noda dan salah. Hal itu telah dijamin al-Qur’an dalam ayat Tathhir.
Masa Kekhalifahan
Atas wasiat Abu Bakar, pada tahun 13 H Umar bin Khattab diangkat menjadi khalifah menggantikannya. Menurut sebagian riwayat, Umar adalah orang pertama yang menyebut diri dengan sebutan Amirul Mukminin. [34]
Semasa kekuasaannya Umar memerintah dengan keras, meski demikian dia adalah orang yang hidup sederhana. Dia menjalankan usaha perdagangan dan sangat tidak senang menggunakan harta baitul mal untuk kepentingan pribadi. Karena itu dia sering menghukum dan memecat pejabat dan bawahannya yang hidup bermewah-mewah. Namun sayangnya hal itu tidak diberlakukan bagi Muawiyah, bahkan Umar menyebutnya sebagai Raja Arab. [35]
Penaklukan
Selama 10 tahun memerintah Umar menerapkan sistem politik perluasan kekuasaan. Dia menaklukkan seluruh daerah yang ada di Syam, Irak dan Iran. Di satu sisi, masyarakat daerah-daerah tersebut merasa bahwa penguasa mereka sedang lemah, dan di saat yang sama mereka dihadapkan dengan kaum muslimin yang kuat. Dan di sisi lain, sejak lama sebenarnya mereka sudah lelah dengan kezalimuan yang mereka alami dari pihak para raja dan pejabat lalim. Sebab itu dengan cepat mereka menerima Islam atau mengajukan perjanjian damai dengan kaum muslimin. Berikut ini sebagian kota dan daerah yang berhasil ditaklukkan di Syam, Irak dan Iran: Urdun, Palestina, Mesir, Iskandaria, Qinnasrin, Aleppo, Manbij, Qadisiyyah, Bashrah, Hirah, Nahawand, Azarbaijan, Ahwaz, Estakhr, Hamedan dan Isfahan. [36]
Takluknya daerah-daerah tersebut sangat membantu kaum muslimin dalam menyebarkan Islam di dunia. Namun sebenarnya motif terbesar kaum Arab saat itu saat menaklukkan wilayah baru adalah untuk mendapatkan harta rampasan dan bayaran. [37] Lambat laun hal demikian merubah pola hidup sebagian kaum muslimin dari zuhud menjadi bermewah-mewah. Hal itu terus berlangsung hingga menimbulkan banyak problem, terlebih di zaman khalifah ketiga. [38]
Kebijakan Pemerintahan
Selain terus memperluas daerah kekuasaan Islam, Khalifah Umar juga membuat kebijakan-kebijakan lain. Di antaranya, pada tahun 17 H, atas saran Imam Ali As dia menetapkan tahun hijrah Nabi Saw sebagai awal tahun Islam. Langkah itu diambil untuk mempermudah dalam mencatat peristiwa-peristiwa penting yang terjadi. [39]Dia juga mengirimkan harta yang sangat banyak ke Yaman untuk membangun kantor pemerintahan meniru para raja di Syam. Dalam mengangkat pejabat dia memprioritaskan orang-orang yang menurutnya memiliki jasa dalam Islam. Umar menetapkan daerah-daerah seperti Mesir, Jazirah, Kufah, Bashrah, Syam, Palestina, Mosul, dan Qinnasrin sebagai kota dan wilayah pemerintahan Islam. Dia mengusir kaum Yahudi Khaibar dari wilayah Hijaz dan mengirim kaum Arab ke wilayah-wilayah baru yang telah ditaklukkan. Referensi Sunni menyebutkan, sebagian kebijakan Umar merupakan hal baru, di antaranya: Dia adalah orang pertama yang melakukan hukum cambuk, menentukan pembayaran pajak untuk tanah dan jizyah bagi masing-masing strata golongan Ahlul Kitab, menunjuk seseorang di setiap kota untuk menangani perkara peradilan, merobohkan Masjid Nabawi dan memperluas rumah Abbas bin Abdul Muthalib, dan menentukan imam jamaah bagi warga kota laki-laki dan perempuan secara terpisah. [40]
Bid’ah
Umar banyak menciptakan bid’ah berdasarkan pendapat pribadinya. Di antaranya: Mengharamkan haji mut’ah dan nikah mut’ah. Dua hal ini merupakan sesuatu yang halal dan biasa dilakukan di zaman Nabi Saw dan Abu Bakar, mewajibkan kaum muslimin untuk mendirikan salat Tarawih (dengan berjamaah) dan menghidupkan malam-malam di bulan Ramadhan, memerintahkan salat dengan tangan bersedekap dan diletakkan di dada, melarang salat sunnah setelah salat Ashar, bahkan dia sampai menghukum cambuk sebagian orang yang melanggarnya. [41]
Larangan Periwayatan Hadis
Hal serius yang terjadi di zaman kekhalifahan Abu Bakar dan berlanjut di zaman Umar adalah larangan meriwayatkan hadis dan sabda Rasulullah Saw. Menurut banyak referensi, alasan mereka adalah menjaga keaslian hadis dan sabda Nabi Saw. Karena meriwayatkannya berarti membuka kemungkinan terjadi pengurangan atau penambahan teks hadis. Lebih dari itu, bisa jadi lama-lama al-Qur’an akan tersingkirkan. Karena itu mereka melarang seluruh bentuk periwayatan hadis, baik tulis maupun lisan. Khalifah memerintahkan masyarakat supaya menyerahkan semua catatan riwayat yang mereka miliki untuk dibakar. Umar bahkan mengancam orang-orang besar seperti Abdullah bin Masud, Abu Darda, dan Abu Masud al-Anshari. Selain dilarang meriwayatkan hadis mereka dicegah keluar dari Madinah. Abu Hurairah dan Ka’ab al-Ahbar juga diperintah untuk tidak meriwayatkan hadis, jika tidak patuh maka mereka akan diasingkan ke daerah Dus [42] dan tempat monyet. [43]
Padahal dulunya Umar menganggap baik ketika Ka’ab al-Ahbar mengutip isi Taurat [44]. Bahkan pertama kali dalam sejarah Islam Umar pernah mengizinkan orang-orang seperti Ubaid bin Umar dan Tamim al-Dari untuk bercerita tentang kisah-kisah yang ada di Taurat dan Injil kepada warga di dalam Masjid Nabawi. [45]
Para Pejabat
Di masa kekhalifahan Umar terjadi banyak penaklukan sehingga banyak daerah baru yang menjadi wilayah kekuasaan Islam. Untuk mempertahankan dan menjalankan pemerintahannya Umar menjalankan sistem dengan cara memperkuat pemerintahan pusat. Setelah memetakan wilayah kekhalifahan dia mengangkat amir untuk setiap daerah. Umar sangat ketat dalam memilih pejabatnya. Dia banyak memecat para pejabatnya dan menggantinya dengan yang baru. Ketika mendapat protes dari Ubai bin Ka’ab Umar menjawab, “Aku tidak ingin mengotori para sahabat Rasul Saw dengan masalah pemerintahan”. [46]
Berikut ini nama-nama pejabat khalifah Umar di masing-masing daerah: [47]
1. Di Mekkah: Muhriz bin Haritsah, Qanfadz bin Umair Tamimi, Nafi’ bin Abdul Harits Khaza’i, dan Khalid bin Ash Makhzumi.
2. Di Yaman: Abdullah bin Ubay Rabiah Makhzumi.
3. Di Bahrain: Ala’ Khadrami, Qudamah bin Madz’un, Utsman bin Abi Ash, Abu Hurairah, Iyasy bin Ubi Tsaur.
4. Di Oman: Seorang dari golongan Anshar kemudian Utsman bin Abi Ash.
5. Di Bashrah: Syuraih bin ‘Amir, Utbah bin Ghazawan, Mughirah bin Syu’bah, Abu Musa Asy’ari.
6. Di Yamamah: Salamah bin Sulamah Anshari.
7. Di Kufah: Sa’ad bin Abi Waqash, Amar bin Yasir, Jabir bin Muth’im, Mughirah bin Syu’bah.
8. Di Thaif: Utsman bin Abi Ash, Sufyan bin Abdullah Tsaqafi.
9. Di Syam: Abu Ubaidah Jarrah, Ma’ad bin Jabal, Yazid bin Abi Sufyan, Muawiyah bin Abi Sufyan.
10. Di Palestina: Yazid bin Abi Sufyan, Amr bin Ash.
11. Di Mesir: Amr bin Ash.
11. Di Jazirah dan Azarbaijan: Iyadh bin Ghanam, Habib bin Musallamh, Umair bin Sa’ad Anshari.
Terbunuhnya Khalifah Umar
Setelah berkuasa selama 10 tahun 6 bulan, pada tanggal 20 Dzulhijjah tahun 23 H saat berumur 60-63 tahun Umar ditebas oleh Abu Lukluk hingga mengalami luka parah. Tiga hari kemudian pada tanggal 23 Dzulhijjah dia meninggal dunia. Shuhaib al-Rumi menyalati jenazahnya. Atas izin Aisyah jenazah Umar dikuburkan di samping makam Abu Bakar. [48] Di hari-hari terahir hidupnya saat kondisinya terluka parah Umar berkata, “Seandainya aku bukan siapa-siapa, seandainya ibuku tidak melahirkan aku, seandainya aku lupa ingatan, seandinya aku hanya seorang tukang tenun dan hidup dari kedua tanganku ini.” [49]
Pembentukan Anggota Musyawarah Kekhalifahan
Guna menunjuk khalifah setelahnya, Umar menggunakan sistem yang berbeda dengan yang digunakan khalifah sebelumnya. Dia mengakui bahwa terpilihnya Abu Bakar sebagai khalifah tidaklah mewakili suara kaum muslimin. Sebab itu untuk menentukan khalifah selanjutnya harus dilakukan musyawarah. [50]
Akhirnya dibentuklah tim musyawarah yang beranggotakan enam orang: Ali As, Utsman, Abdurrahman bin Auf, Zubair, Thalhah, dan Sa’ad bin Abi Waqash. Tugas mereka adalah bermusyawarah untuk memilih khalifah berikutnya menggantikan Umar. Umar memberikan beberapa persyaratan, di antaranya: Jika empat orang telah sepakat menentukan pilihan pada seseorang dan dua lainnya tidak sepakat, maka penggal dua orang itu. Jika ada dua kubu yang masing-masing beranggotakan tiga orang berbeda pendapat, maka terimalah kubu yang beranggotakan Abdurrahman, bunuh tiga orang lainya yang menentang. Jika setelah tiga hari para anggota musyawarah tidak mampu menentukan seseorang sebagai khalifah maka penggal mereka semua. [51]
Pada akhirnya musyawarah tersebut menghasilkan keputusan bahwa Utsman yang akan menjadi khalifah ketiga menggantikan Umar. [52]
Meski sebenarnya hasil musyawarah tersebut dari awal sudah jelas. [53]
Umar Menurut Umar
Dalam referensi Ahlussunnah yang diriwayatkan oleh Umar sendiri disebutkan: Semua orang, bahkan para wanita yang ada di rumah mereka, itu lebih pintar dibanding Umar.[54] Riwayat serupa juga terdapat dalam referensi lain, misalnya: Mawaradi Bashri dalam kitab al-Hawi al-Kabir fi Fiqh Madzhab al-Imam al-Syafi’i. [55] Sarakhsi dalam kitab al-Mabsuth. [56] Bukhari dalam kitab Kasyful Asrar ‘an Ushul Fakhr al-Islam al-Bazdawi.[57]
Catatan Kaki
1. Al-Isti’ab, Ibnu Abdul Barr, jld. 3, hlm. 1144.
2. Nasab Qurays, Zubairi, jld. 1, hlm. 115. Tarikh Khalifah bin Khayath, Khalifah bin Khayath, hlm. 112. Al-Ishabah, Ibnu Hajar, jld. 4, hlm. 484.
3. Al-Isti’ab, jld. 3, hlm. 1145.
4. Nasab Qurays, jld. 1, hlm. 115;Tarikh al-Ya’qubi, jld. 2, hlm. 160; Tarikh al-Umam wa al-Muluk, jld. 3, hlm. 269-270; Al-Tanbih wa al-Asyraf, hlm. 252.
5. Ibnu Abil Hadid, Syarh Nahjul Balaghah, jld. 1, hlm. 114.
6. Tarikh al-Thabari, jld. 2, hlm. 564. Andalusi, al-‘Aqd al-Farid, jld. 6, hlm. 98. Kamil ibnu Atsir, jld. 2, hlm. 450.
7. Ansab al-Asyraf, jld. 3, hlm. 260; Tarikh Thabari, jld. 2, hlm. 350.
8. Tarikh al-Madinah al-Munawwarah, jld. 1, hlm. 358; Thabari, Tarikh Thabari, jld. 2, hlm. 350.
9. Ansab al-Asyraf, jld. 10, hlm. 286.
10. Al-Thabaqat al-Kubra, jld. 3, hlm. 267-268. Sirah Ibnu Ishaq, Muhammad bin Ishaq, jld. 2, hlm. 160. Tarikh al-Islam, Dzahabi, jld. 1, hlm. 181. Ansab al-Asyraf, jld. 10, hlm. 287 dan 288.
11. Muruj al-Dzahab, Mas’udi, jld. 1, hlm. 299. Al-Thabaqat al-Kubra, jld. 3, hlm. 269. Tarikh al-Umam wa al-Muluk, jld. jld. 3, hlm. 270.
12. Ansab al-Asyraf, jld. 1, hlm. 10, 286-289.
13. Al-Thabaqat al-Kubra, jld. 3, hlm. 272 (dalam kitab ini juga disebutkan nama-nama lainnya, misal: Ma’adz bin ‘Afra, ‘Uwaim bin Sa’idah dan ‘Utban bin Malik).
14. Al-Dzahabi, Syamsyuddin Muhammad bin Ahmad bin Utsman (wafat: 748 H), Tarikh al-Islam wa Wafayat al-Masyahir wa Al-A’lam, jld. 2, hlm. 412. Riset: Umar Abdussalam Tadammuri, Bairut, Darul Kitab al-Arabi, cet. pertama, 1407 H/1987 M. Ibnu Abi Syaibah al-Kufi, Abu Bakar Abdullah bin Muhammad (wafat: 235 H), Al-Kitab al-Mushannif fi al-Ahadits wa al-Atsar, jld. 6, hlm. 367, hadis: 32080, riset: Kamal Yusuf al-Haut, Riyadh, Maktabah al-Rusyd, cet. pertama, 1409 H. Al-Naisaburi, Muhammad bin Abdullah Abu Abdillah al-Hakim (wafat: 405 H), al-Mustadrak ‘ala al-Shahihain, jld. 3, hlm. 39, riset: Musthafa Abdul Qadir ‘Atha, Bairut, Darul Kutub al-Ilmiah, cetakan I, 11411 H/1990 M. Al-Iji, ‘Adhuddin (wafat: 756 H), Kitab al-Mawaqif, jld. 3, hlm. 634, riset: Abdurrahman Umairah, Bairut, Darul Jil, cet. pertama, 1417 H/1997 M.
15. Tarikh al-Umam wa al-Muluk, jld. 2, hlm. 169, 199, 300, 308. Al-Thabaqat al-Kubra, jld. 3, hlm. 272.
16. “Sesungguhnya orang-orang yang berpaling di antaramu pada hari dua pasukan itu bertemu,” Qs. Ali ‘Imran: 155.
17. Thabari, Jami’ al-Bayan, jld. 7, hlm. 327. Suyuthi, Jami’ al-Ahadits, jld. 14, hlm. 529. Andalusi, al-Muharrir al-Wajiz, jld. 1, hlm. 529.
18. Shalihi, Subul al-Huda wa al-Russyyad fi Sairah Khair al-‘Ibad, jld. 5, 331.
19. Shahih al-Bukhari, jld. 4, hlm. 58, hadis: 3142, kitab Fardhu al-Khumus, b. 18, bab: مَنْ لَمْ یخَمِّسِ الأَسْلاَبَ, dan jld. 5, hlm. 100, kitab al-Maghazi, b. 54, bab: قَوْلِ اللَّهِ تَعَالَی (وَیوْمَ حُنَین..., hadis: 4321.
20. Ibnu Hajar, Fath al-Bari bi Syarh Shahih al-Bukhari, jld. 8, hlm. 29.
21. Ibid, hlm. 124.
22. Waqidi, jld. 2, hlm. Hlm. 1117.
23. Ibnu Sa’ad, jld. 2, hlm. 189-190.
24. Thabari, Tarikh, jld. 3, hlm. 184. Ibnu Hisyam, jld, 4, hlm. 253.
25. Thabari, Tarikh, jld. 3, hlm. 186. Ibnu Abi al-Hadid, jld. 1, hlm. 159-162.
26. Shahih al-Bukhari, jld. 7, hlm. 9.
27. Shahih Muslim, jld. 5, hlm. 76.
28. Musnad Ahmad bin Hanbal, jld. 1, hlm. 336.
29. Nasai, jld. 3, hlm. 433.
30. Thabari, Tarikh, jld. 2, hlm. 443.
31. Al-Imamah wa al-Khilafah Maqatil bin ‘Athiah, hlm. 160.
32. Ibnu Qutaibah, al-Imamah wa al-Siyasah, jld. 1, hlm. 31. Kahhalah, A’lam al-Nisa, jld. 4, hlm. 123-124.
33. Shahih al-Bukhari, jld. 4, hlm. 210.
34. Al-Isti’ab, jld. 3, hlm. 1151.
35. Al-Thabaqat al-Kubra, jld. 3, hlm. 275-278. Natsr al-Durr, Abi, hlm. 119. Al-‘Aqd al-Farid, Andalusi, jld. 1, hlm. 3.
36. Tarikh al-Ya’qubi, jld, 2, hlm. 141-157.
37. Al-Akhbar al-Thiwal, Dinawari, hlm. 116. Tarikh al-Ya’qubi, jld, 2, hlm. 154.
38. Muruj al-Dzahab, jld. 1, hlm. 205.
39. Thabari menyebutkan, untuk pertama kalinya setelah hijrah ke Madinah Rasulullah Saw menjadikan bulan Rabiul Awal sebagai permulaan tanggal, (Tarikh al-Umam wa al-Muluk, jld. 2, hlm. 110).
40. Tarikh al-Ya’qubi, jld, 2, hlm. 145, 153, 154. Tarikh al-Umam wa al-Muluk, jld. 2, hlm. 111, 112 dan jld. 3, hlm. 278. Al-Thabaqat al-Kubra, jld. 3, hlm. 188, 281-283.
41. Al-Mushannif, Shan’ani, jld. 1, hlm. 475. Kanzul ‘Ummal, Muttaqi Hindi, jld. 8, hlm. 49.
42. Tempat pertanian (Lisanul Arab, Ibnu Manzur, jld. 6, hlm. 90).
43. Al-Thabaqat al-Kubra, jld. 3, hlm. 287. Tarikh Madinah Dimasyq, Ibnu Asakir, jld. 50, hlm. 172. Tadzkirah al-Huffadh, Dzahabi, jld. 1, hlm. 8. Kanzul ‘Ummal, jld. 10, hlm. 293. Kitab al-Ummi, Syafi’i, jld. 7, hlm. 358.
44. Al-Bidayah wa al-Nihayah, Ibnu Katsir, jld. 1, hlm. 19. Hilyah al-Auliya, Isbahani, jld. 2, hlm. 181.
45. Musnad Ahmad, jld. 1, hlm. 17 dan jld. 3, hlm. 449. Kanzul Ummal, jld. 10, hlm. 181.
46. Al-Thabaqat al-Kubra, jld. 3, hlm. 283 dan 499.
47. Tarikh Khalifah bin Khayyath, hlm. 110-112. Tarikh al-Ya’qubi, jld. 2, hlm. 161-162.
48. Al-Imamah wa al-Siyasah, jld. 1, hlm. 41 dan 42. Tarikh al-Ya’qubi, jld. 2, hlm. 159 dan 160. Al-Isti’ab, jld. 3, hlm. 1155 dan 1156.
49. Al-Zuhd wa al-Raqaiq, hlm. 79-80 dan 145-146. Hayah al-Shahabah, jld. 2, hlm. 115. Tarikh al-Madinah al-Munawarah, jld. 2, hlm. 920…
50. Al-Mushannif, jld. 5, hlm. 445. Al-Thabaqat al-Kubra, jld. 3, hlm. 344.
51. Tarikh al-Ya’qubi, jld. 2, hlm. 160. Ansab al-Asyraf, Balazuri, jld. 2, hlm. 261.
52. Tarikh al-Ya’qubi, jld. 2, hlm. 162. Tarikh al-Umam wa al-Muluk, jld. 3, hlm. 296 dan 302. Al-Mushannif, jld. 5, hlm. 447. Al-Tanbih wa al-Asyraf, hlm. 252 dan 253. Syarh Nahjul Balaghah, Ibnu Abil Hadid, jld. 1, hlm. 194. Al-Bad’ wa al-Tarikh, Ibnu Muthahhar, jld. 5, hlm. 192. Al-Saqifah wa Fadak, hlm. 87.
53. Lih. Perkataan Imam Ali As dalam Nahjul Balaghah, Dasyti, hlm. 30. Syarh Nahjul Balaghah, Ibnu Abil Hadid, jld. 1, hlm. 188.
54. Khurasani, Sunan Sa’id bin Mansur, jld. 1, hlm. 195, hadis: 598. Thahawi, jld. 13, hlm. 57.
55. Mawaradi, jld. 9, hlm. 331.
56. Al-Mabsuth, jld. 10, hlm. 153.
57. Kasyful Asrar, jld. 3, hlm. 346.
Daftar Pustaka
1. Al-Akhbar al-Thiwal, Dinawari, Dar Ihya’ al-Kutub al-Arabi, Mansyurat Syarif al-Radhi, Kairo, 1960 M.
2. Al-Isti’ab, Ibnu Abdul Barr, Darul Jail, Bairut, 1412 H.
3. Al-Ishabah, Ibnu Hajar, Darul Kutub al-Ilmiah, Bairut, 1415 H.
4. Al-Imamah wa al-Siyasah, Ibnu Qutaibah, al-Muassasah al-Halabi.
5. Andalusi, Abu Muhammad Abdul Haq bin Ghalib bin ‘Athiah, al-Muharrir al-Wajiz fi Tafsir al-Kitab al-‘Aziz, riset: Abdussalam Abdus Syafi Muhammad, Darul Kutub al-Ilmiah, Lebabon, cet. Pertama, 1413 H.
6. Ansab al-Asyraf, Ahmad bin Yahya bin Jabir Balazuri, riset: Zukar dan Riyadh Zarkali, Bairut, Darul Fikr, cet. Pertama, 1417 H/1996 M.
7. Al-Bad’ wa al-Tarikh, Muthahhar bin Thahir al-Muqaddasi, Bur Sa’id, Maktabah al-Staqafah al-Diniah, tanpa tahun.
8. Al-Bidayah wa al-Nihayah, Ibnu Katsir, Dar Ihya al-Turats al-Arabi, Bairut, 1408 H.
9. Tarikh al-Islam, Dzahabi, Darul Kitab al-Arabi, Bairut, 1407 H.
10. Tarikh al-Umam wa al-Muluk, Thabari, Muassasah al-A’la, Bairut, cet. Keempat, 1403 H.
11. Thabari, Muhammad Jurair, Jami’ al-Bayan ‘an Ta’wil Ay al-Qur’an, riset: Ahmad Muhammad Syakir, 12. Muassasah al-Risalah, cet. Pertama, 1420 H.
13. Tarikh al-Ya’qubi, Ya’qubi, Dar Shadir, Bairut.
14. Tarikh Khalifah bin Khayyath, Khalifah bin Khayyath, Darul Fikr, Bairut.
15. Tarikh Madinah Dimasyq, Ibnu Asakir, Darul Fikr, Bairut, 1415 H.
16. Tadzkirah al-Huffadh, Dzahabi, Dar Ihya al-Turats al-Arabi, Bairut.
17. Al-Tanbih wa Asyraf, Mas’udi, Dar Sha’b, Bairut.
18. Hilyah al-Auliya, Ishbahani, Darul Kitab al-Arabi, Bairut, cet. Keempat, 1405 H.
19. Khurasani, Said bin Mashur, Sunan Sa’id bin Manshur, riset: Habib al-Rahman al-A’dhami, al-Dar al-Salafiah, India, cet. Pertama, 1403 H.
20. Al-Saqifah wa Fadak, Jauhari, Syirkah al-Kutub li al-Thaba’ah wa al-Nasyr, Bairut, cet. Kedua, 1413 H.
21. Sirah ibnu Ishaq, Ibnu Ishaq, Ma’had al-Dirasat wa al-Abhats li al-Ta’rif.
22. Sarakhsi, Muhammad bin Abi Sahl, al-Mabsuth, Darul Ma’rifah, Bairut.
23. Syarh Nahjul Balaghah, Ibnu Abil Hadid, Darul Ihya al-Kutub al-Arabiah, 1378 S.
24. Al-Thabaqat al-Kubra, Ibnu Sa’ad, Daru Shadir, Bairut.
25. Thahawi, Ahmad bin Muhammad, Syarh Musykil al-Atsar, riset: Syuaib al-Arnouth, Muassasah al-Risalah, Lebanon, Bairut, cet. Pertama, 1408 H.
26. Al-‘Aqd al-Farid, Andalusi, al-Maktabah al-Syamilah.
27. Kitab al-Umm, Syafi’I, Darul Fikr, Bairut, cet. Kedua, 1403 H.
28. Kanzul Ummal, Muttaqi Hindi, Muassasah al-Risalah, Bairut, 1409 H.
29. Lisanul Arab, Ibnu Mandzur, Adabul Hauzah, Qom, 1405 H.
30. Muruj al-Dzahab wa Ma’adin al-Jauhar, Abul Hasan Ali bin al-Husain bin Ali al-Mas’udi, riset: As’ad Daghir, Qom, Darul Hijrah, cet. Kedua, 1409 H.
31. Musnad Ahmad, Ahmad bin Hanbal, Daru Shadir, Bairut.
32. Al-Mushanniff, Shan’ani, Abdurrazzaq, riset: ‘Anni Bitahqiq Nushushih wa Takhrij Ahadits wa al-Ta’liq ‘alaih al-Syaikh al-Muhaddis Habib al-Rahman al-A’dhami, tanpa tempat, tanpa tahun.
33. Natsr al-Dar, Ubai, aplikasi al-Maktabah al-Syamilah.
34. Nasab Quraisy, Zubairi, al-Maktabah al-Syamilah.
36. Nahjul Balaghah, Dasyti, Muassasah Farhanggi Intisyarati Syakir, 1384 S.
36. Ibnu Abil Hadid, Abdul Hamid bin Hibatullah, Syarh Nahjul Balaghah, riset: Muhammad Abul Fadhl Ibrahim, Kairo, 1378 H/1959 M.
37. Ibnu Hisyam, al-Sirah al-Nabawiah, riset: Muhammad Abul Fadhl Ibrahim, Kairo, 1355 H/1936 M.
38. Waqidi, Muhammad bin Umar, al-Maghazi, riset: Marsden Jones, London, 1966 M.
39. Bukhari, Shahih al-Bukhari, Darul Fikr li al-Thaba’ah wa al-Nasyr wa al-Tauzi’, 1401 H/1981 M.
40. Bukhari, Abdul Aziz bin Ahmad, Kasyful Asrar ‘an Ushul Fakhr al-Islam al-Bazdawi, Abdullah Mahmud Muhammad Umar, Darul Kutub al-Ilmiah, Bairut, 1418 H.
41. Shalihi Syami, Muhammad bin Yusuf, Subul al-Huda wa al-Rusysyad fi Sirah Khair al-‘Ibad, riset: Adil Ahmad Abdul Maujud dan Ali Muhammad Mua’awadh, Darul Kutub al-Ilmiah, Bairut, cet. Pertama, 1414 H.
42. Ibnu Hajar, Asqalani al-Syafi’I, Fath al-Bari Syarh Shahih al-Bukhari, riset: Muhibbuddin al-Khatib, Darul Ma’rifah, Bairut.
43. Mawaradi, Ali bin Muhammad, al-Hawi al-Kabir fi Fiqh Madzhab al-Imam al-Syafi’i wa Huwa Syarh Mukhtashar al-Muzani, riset: Syaikh Ali Muhammad Mu’awwadh, Darul Kutub al-Ilmiah, Bairut, Lebanon, cet. Pertama, 1419 H.
44. Muslim al-Naisaburi, Shahih Muslim, Darul Fikr, Bairut.
45. Ahmad bin Hanbal, Musnad Ahmad, Daru Shadir, Bairut.
46. Nasai, al-Sunan al-Kubra, riset: Abdul Ghaffar Sulaiman al-Bandari, Sayid Kasrawi Hasan, Darul Kutub al-Islamiah, Bairut, 1411 H/1991 M.
(Berbagai-Sumber-Lain/ABNS)
Post a Comment
mohon gunakan email