Pesan Rahbar

Home » » Keamanan di akhir jaman

Keamanan di akhir jaman

Written By Unknown on Monday, 9 November 2015 | 21:25:00


Berikut ini adalah kondisi keamanan hidup di akhir jaman:

A. Kerusuhan Merajalela

Kolonialisme yang dikibarkan negara adidaya merenggut keamanan negara kecil dan pemerintahan yang lemah. Di sini, kebebasan dan keamanan tidak pernah terwujud. Negara adikuasa pada jaman itu terus-menerus menekan dan menginjak-injak harkat dan martabat bangsa-bangsa lain, sehingga mereka tidak bisa menghirup udara segar sekalipun.

Rasulullah Saw. menggambarkan situasi di hari itu dalam sabdanya, “Tak lama lagi, kaum yang memusuhi kalian akan memerangi kalian, seperti orang-orang yang kelaparan menyerang makanan.” Salah seorang sahabat berkata, “Apakah karena jumlah kami sangat sedikit di waktu itu, sehingga kami akan diperangi sedemikian rupa?” Rasulullah Saw. menjawab, “Jumlah kalian di waktu itu banyak sekali. Tetapi, kalian bagaikan berangkal yang terbawa banjir. Allah melenyapkan wibawa dan keagungan kalian dari hati musuh-musuh kalian. Dalam hati kalian akan tertanam kelemahan.” Kemudian seseorang bertanya, “Wahai Rasulullah, apa yang menyebabkan tertanamnya kelemahan ini?” Beliau menjawab, “Cinta dunia dan takut mati.”[1]

Kedua karakter buruk yang dijelaskan oleh Rasulullah Saw. itu menyebabkan sebuah bangsa tidak bisa mencapai kebebasan dan kemandiriannya. Selain itu, hal itu juga mengakibatkan mereka tidak berdaya dalam membela hak-haknya. Mereka sudah terbiasa dengan hidup terhina dalam berbagai kondisi, sekalipun harus melepaskan agama dan ajaran-ajaran luhurnya.

Rasulullah Saw. bersabda, “Al-Mahdi af. akan muncul pada saat dunia dipenuhi dengan kerusuhan; dimana suatu kelompok menyerang kelompok lainnya;[2] orang yang besar tidak mengasihi yang kecil; orang yang kuat juga tidak menyayangi orang-orang yang lemah. Dalam kondisi seperti inilah Allah Swt. memberikan izin kepadanya untuk bangkit.”[3]

B. Jalan yang Tak Aman

Situasi yang kacau dan tidak aman terjadi ke mana-mana, hingga merambah ke jalan-jalan. Secara kasatmata, kekerasan terlihat semakin menjalar ke segala penjuru. Pada jaman seperti inilah Allah Swt. akan menghadirkan Al-Mahdi. Di tangannya benteng kegelapan dihancurkan. Al-Mahdi af. tidak hanya mendobrak pintu-pintu gerbang kezaliman, bahkan juga ditugaskan untuk membuka pintu-pintu hati yang tertutup dari cahaya hakikat dan spiritualitas  sehingga mereka dapat menerima kebenaran.

Rasulullah Saw. pernah bersabda kepada putri tercintanya, “Demi Allah yang nyawaku berada di tangan-Nya! Sesungguhnya Al-Mahdi af. umat ini adalah orang yang berasal dari keturunan Hasanain as (Imam Hasan dan Imam Husein as). Ia akan muncul ketika dunia telah dipenuhi dengan kerusuhan, kekacauan dan berbagai musibah yang terjadi secara beruntun dan kasatmata. Jalanan tak lagi aman. Sebagian orang tega menyerang sebagian yang lain. Yang lebih besar tidak lagi menyayangi yang kecil dan yang kecil tidak lagi menghormati yang besar. Dalam kondisi seperti ini, Allah akan menampakkan seseorang yang berasal dari keturunan Hasan dan Husein as. Ia akan menghancurkan pintu gerbang kesesatan.. Ia juga akan membuka hati-hati umat manusia yang selama itu tertutupi kebodohan, sehingga mereka dapat memahami kebenaran. Di akhir jaman, ia akan bangkit, sebagaimana aku bangkit di awal jaman, sehingga bumi penuh dengan keadilan, sebagaimana sebelumnya bumi telah dipenuhi dengan kezaliman.”[4]

C. Kejahatan Terkeji

Berbagai kejahatan para algojo yang haus darah sepanjang sejarah sangatlah mengerikan. Halaman sejarah kehidupan umat manusia dipenuhi beragam kejahatan yang dilakukan oleh para penguasa zalim terhadap bangsa yang tertindas. Di antara mereka tampak Jengis Khan dan Hitler.

Namun, kejahatan yang akan terjadi di akhir jaman kelak adalah kejahatan yang kekejiannya belum pernah dibayangkan sebelumnya. Pada jaman itu, anak-anak kecil akan digantung di tiang-tiang gantungan yang terbuat dari kayu. Mereka akan dibakar dan dimasukkan ke dalam air mendidih. Orang-orang yang tak bersalah akan dipotong-potong dengan geraji atau benda tajam lainnya, kemudian dimasukkan ke dalam penggilingan. Berbagai kejadian tersebut adalah beberapa contoh peristiwa yang kelak akan menimpa umat manusia sebelum berdirinya pemerintahan Al-Mahdi af. Inilah beragam kekerasan penguasa yang mengaku dirinya sebagai pembela hak-hak asasi manusia. Dengan memahami kondisi yang mengerikan seperti ini, kita menyadari betapa pentingnya pemerintahan Al-Mahdi af.; yang dalam riwayat disebut sebagai pelindung orang-orang lemah.

Imam Ali as. menggambarkan kondisi hari itu seperti ini, “Sesungguhnya orang Sufyani akan memerintahkan sekelompok orang untuk mengumpulkan anak-anak kecil di suatu tempat. Kemudian mereka sibuk memanaskan minyak yang akan digunakan untuk menggoreng mereka. Anak-anak kecil itu berkata, ‘Jika ayah-ayah kami menentang kalian, maka apa dosa kami sehingga kalian harus membunuh kami?’ Ia menyeret dua orang anak lelaki yang bernama Hasan dan Husain lalu menggantung mereka. Kemudian, ia pergi ke Kufah dan melakukan hal yang sama terhadap anak-anak kecil di sana. Ia menyeret dua anak yang bernama Hasan dan Husain lalu menggantung mereka di masjid Kufah. Saat ia keluar dari kota itu, ia tetap melakukan perbuatan keji tersebut berkali-kali. Suatu ketika, di tangannya terdapat tombak yang tajam. Ia menangkap seorang wanita yang sedang mengandung. Lalu, ia memerintahkan anak buahnya untuk berbuat semena-mena terhadap diri wanita tersebut. Setelah itu, ia merobek perutnya dan mengeluarkan bayi tak berdosa secara paksa. Ketika itu, tak seorang pun orang yang mampu merubah buruknya kondisi umat manusia.”[5]

Pada suatu kesempatan, Imam Shadiq as. berkata, “Allah menyempurnakan rahmat-Nya dengan perantara anak lelaki dari putri Rasulullah Saw. Ia memiliki kesempurnaan Musa as, kewibawaan Isa as, dan kesabaran serta kegigihan Ayyub as. Di akhir jaman sebelum kemunculannya, sahabat-sahabatku akan dihinakan dan kepala mereka bak kepala para bajingan yang dipenggal lalu diarak dan dijadikan sebagai hadiah kerajaan. Mereka akan dibunuh dan dibakar dan hidup dengan dipenuhi rasa takut dan cemas. Bumi akan memerah dengan darah mereka dan lengkingan jerit tangis keluarga mereka menggema. Sungguh mereka adalah sahabat sejatiku. Bersama merekalah Al-Mahdi af. akan memadamkan api fitnah buta dan mengembalikan keamanan dunia lalu merekalah yang akan melepaskan tali kekang yang diikat di tangan dan kaki para tawanan. Salam Allah atas mereka! Sungguh mereka adalah orang-orang yang benar-benar mendapatkan hidayah.”[6]

Ibnu Abbas berkata: “Sufyani dan si Fulan akan keluar dan berperang bersama-sama. Sufyani merobek-robek perut wanita yang sedang mengandung dan merebus anak-anak kecil dalam tungku raksasa.”[7]

Urthat berkata: “Sufyani membunuh siapa saja yang menentangnya. Mereka membelah para penentangnya dengan gergaji. Lalu mereka dimasukkan kedalam tungku raksasa. Kekejian ini akan berlangsung selama enam bulan.”[8]

D. Mengharap Kematian Segera

Rasulullah Saw. bersabda, “Aku bersumpah demi Allah yang nyawaku berada di tangan-Nya! Sesungguhnya usia dunia tidak akan berakhir kecuali dengan tibanya suatu masa dimana seorang lelaki melewati pemakaman lalu ia mengguling-gulingkan tubuhnya di atas makam itu seraya berkata, ‘Andai aku yang mati dan berada di tempatmu!’ Padahal masalah yang ia hadapi bukanlah hutang, akan tetapi kesusahan hidup dan tekanan-tekanan jaman yang disebabkan oleh kezaliman.”[9]

Dari pemakaian kata rajul (lelaki) dalam riwayat di atas, kita dapat menarik dua hal; pertama, kesulitan hidup di jaman itu menyebabkan banyak orang yang mengharap cepat mati. Kondisi ini tidak hanya dirasakan oleh beberapa orang atau kelompok tertentu saja, tetapi semua orang pun merasakannya. Kedua, penggunaan kata ‘lelaki’ dalam riwayatitu menunjukkan betapa beratnya problema kehidupan di jaman itu. Karena, pada umumnya para lelaki memiliki daya tahan yang lebih besar di hadapan kesulitan hidup daripada kaum perempuan. Maka, ketika para lelaki saja tidak mampu menahan berbagai kesulitan di jaman itu, kita dapat membayangkan betapa berat kehidupan jaman itu.

Abu Hamzah Tsumali menuturkan bahwa Imam Baqir as. berkata, ‘Wahai Abu Hamzah! Sesungguhnya Imam Mahdi af. tidak akan muncul sebelum rasa takut, kekhawatiran, musibah dan fitnah menyebar di tengah kehidupan umat manusia. Sesungguhnya ia tidak akan muncul sebelum bala bencana yang beraneka ragam menimpa umat manusia, penyakit menular menyebar ke mana-mana, peperangan antara kaum Arab terjadi, semua orang bersengketa, keterikatan umat terhadap agamanya mulai hilang, dan segalanya berubah. Bahkan setiap orang berangan-angan di siang dan malam hari untuk cepat mati, karena begitu banyak kezaliman, penyiksaan, dan pembunuhan yang telah ia saksikan.’”[10]

Hudzaifah sang sahabat menukil dari Rasulullah Saw., “Pasti akan datang suatu hari di mana manusia mengharapkan kematian; meskipun dirinya tidak fakir, tidak miskin, dan tidak mendapatkan tekanan apa pun.”[11]

Ibnu Umar berkata, “Sesungguhnya akan datang suatu hari akibat banyaknya cobaan dan bala yang menimpa umat manusia di muka bumi; seorang yang beriman mengharap untuk pergi bersama keluarganya ke tengah lautan dengan menaiki perahu, lalu hidup di sana.”[12]

E. Kaum Muslimin Banyak Ditawan

Hudzaifah bin Yaman menuturkan, “Ketika Rasulullah Saw. sedang menyebutkan satu per satu kesulitan yang akan menimpa kaum Muslimin, beliau bersabda, ‘Karena berbagai kesulitan hidup yang menimpa, mereka rela menjual orang-orang yang sebenarnya bebas; para lelaki dan wanita akhirnya menjadi budak, orang-orang musyrik menjadikan orang-orang yang beriman sebagai budak dan pesuruhnya. Bahkan, mereka menjualnya ke kota-kota dan tak seorang pun yang merasa kasihan, baik orang-orang yang baik maupun orang-orang yang buruk.

“Wahai Hudzaifah! Bencana yang menimpa orang-orang di jaman itu terus berlangsung, sehingga mereka putus asa dan menganggap buruk kelapangan hidup. Pada jaman seperti inilah Allah akan mengirim seorang lelaki dari keturunanku; orang yang adil, diberkahi, suci, dan tidak akan membiarkan adanya kebatilan sekecil apa pun. Allah akan memuliakan Islam dan al-Qur’an beserta orang-orang yang kelak membelanya.

Begitu pula, Dia akan menghinakan kesyirikan sehina-hinanya. Al-Mahdi af. selalu takut kepada Tuhannya dan tidak pernah merasa sombong hanya karena ia dari keturunanku. Ia tak akan melempar seorang pun dengan batu dan tidak akan menyabetnya dengan pecut melainkan atas dasar kebenaran dan demi menjalankan hukum Allah. Allah akan menghapus bid’ah-bid’ah dengan menghadirkannya. Ia juga akan melenyapkan fitnah-fitnah yang ada. Ia akan membuka pintu kebenaran dan menutup pintu kebatilan, lalu membebaskan kaum Muslimin yang berada di mana saja dan mengembalikan mereka ke tempat tinggalnya masing-masing.”[13]

F. Ditelan Bumi

Rasulullah Saw. bersabda, “Sesungguhnya umatku akan mengalami suatu jaman dimana mereka saling bertanya kepada sesamanya, baik siang maupun malam, tentang siapakah yang ditelan bumi hari itu dan siapakah yang masih hidup pada hari itu. Di antara mereka saling bertanya, ‘Apakah orang yang hari ini masih hidup?’”[14]

Tampaknya, ucapan beliau mengisyaratkan betapa sengitnya peperangan yang akan terjadi di akhir jaman. Dengan senjata pembunuh masal tercanggih, setiap harinya banyak nyawa melayang. Barangkali, karena dosa umat manusia di akhir jaman yang begitu besar, bumi menelan sebagian orang yang berjalan di atasnya.

G. Meningkatnya Kematian Mendadak

Rasulullah Saw. bersabda, “Salah satu petanda dekatnya Hari Kiamat adalah tersebarnya penyakit kelumpuhan dan kematian secara tiba-tiba.”[15] Beliau juga mengatakan, “Hari Kiamat tak akan tiba sampai datangnya kematian putih.” Orang-orang bertanya, “Ya Rasulullah! Apakah kematian putih itu?” Beliau menjawab, “Kematian secara tiba-tiba.”[16]

Imam Ali as. berkata, “Sebelum Imam Mahdi af. muncul, sering terjadi kematian merah dan kematian putih … kematian putih adalah tha’un (sejenis wabah—pent.).”[17]

Imam Muhammad Baqir as. berkata, “Al-Qaim (Imam Mahdi af.) tidak akan muncul kecuali tibanya suatu jaman dimana rasa takut melanda setiap orang dan sebelumnya penyakit tha’un menyebar ke mana-mana.”[18]

H. Putus Asa akan Keselamatan

Rasulullah Saw. bersabda, “Wahai Ali! Al-Mahdi kelak akan muncul ketika kota-kota telah berubah, hamba-hamba Allah menjadi lemah dan putus asa akan kedatangannya. Pada kondisi seperti inilah Al-Mahdi dari keturunanku akan muncul.”[19]

Abu Hamzah Tsumali menuturkan bahwa Imam Muhammad Baqir as. berkata, “Al-Mahdi akan muncul ketika semua orang telah berputus asa dari pertolongan Allah dengan kedatangannya.”[20]

Mengenai hal ini, Imam Ali as. mengatakan, “Sesungguhnya akan datang seseorang dari Ahlul Baitku yang akan menempati kedudukanku. Periode kepemimpinannya akan berjalan setelah melewati masa-masa yang sangat sulit dan penuh musibah; yaitu masa ketika bala dan bencana mencapai puncaknya dan harapan telah hilang dari hati manusia.”[21]

I. Tiada Tempat Berlindung dan Penolong

Rasulullah Saw. bersabda, “Begitu dasyatnya bala dan bencana yang menimpa umat ini, sehingga mereka tidak menemukan tempat berlindung dan penolong yang dapat melindungi mereka dari kezaliman.”[22]

Beliau juga bersabda, “Kelak, akan datang bala dan bencana kepada umatku dari arah para penguasa mereka, sehingga seorang mukmin tidak menemukan tempat berlindung dan penolong baginya dari kezaliman mereka.”[23]

Dalam riwayat lain, beliau bersabda, “Aku sampaikan berita gembira kepada kalian, yaitu kedatangan Al-Mahdi putra Fathimah az-Zahra. Ia akan datang dari arah barat dan akan memenuhi dunia dengan keadilan.” Lalu, seseorang bertanya, “Ya Rasulullah! Kapankah ia akan datang?” Beliau menjawab, “Ketika para hakim menerima harta suap dan umat manusia menjadi pendosa.” Lalu, seseorang bertanya, “Seperti apakah Al-Mahdi?” Rasulullah Saw. menjawab, “Ia terpisah dari keluarga dan kerabatnya, berikhtiar sendiri, jauh dari kampung halamannya, dan tinggal dalam keterasingan.”[24]

Imam Muhammad Baqir as. berkata, “Orang yang kalian nantikan tidak akan datang kecuali kalian telah menjadi domba-domba yang mati dalam cabikan cakar-cakar binatang buas, yang tidak membedakan siapakah yang mereka terkam. Pada saat itu, kalian tidak akan menemukan daerah yang jauh dari penyerangan yang dapat mengamankan diri di sana. Kalian pun tidak menemukan persembunyian yang aman sebagai tempat berlindung.”[25]

J. Perang, Pertumpahan Darah dan Musibah

Dalam berbagai riwayat dijelaskan bahwa sebelum kemunculan Imam Mahdi af, segala penjuru bumi dilanda peperangan dan pertumpahan darah. Sebagian riwayat mengungkapkan berbagai musibah. Dalam riwayat lainnya diceritakan terjadinya peperangan yang berturut-turut. Sebagian yang lain membicarakan kematian umat manusia yang disebabkan peperangan dan wabah penyakit seperti tha’un dan lain sebagainya.
Rasulullah Saw. bersabda, “Setelahku, muncul empat musibah yang akan menimpa kalian. Pada musibah  pertama, darah menjadi mubah dan pertumpahan darah terjadi di mana-mana. Pada fitnah kedua, darah dan harta menjadi halal, lalu pembunuhan dan perampokan terjadi di mana-mana. Pada musibah ketiga, darah, harta, dan wanita dianggap mubah. Ketika itu, selain pembunuhan dan perampokan yang terjadi di mana-mana, kehormatan manusia pun tidak lagi aman. Pada musibah keempat, sebagaimana musibah tuli dan buta, bagaikan perahu yang dihempas ombak di tengah lautan luas, semua orang tidak dapat berlindung darinya. Musibah itu terbang dari Syam, lalu menyebar di Irak dan menjejakkan kaki di Hijaz. Segala musibah dan bencana menyiksa umat manusia dan tak seorang pun yang mampu menghindarinya. Setiap kali seseorang menghindarinya, maka musibah itu datang dari arah yang lain.”[26]

Dalam hadis yang lain beliau bersabda, “Setelahku akan datang beberapa musibah, ketika itu tidak ada jalan keluar bagi umat manusia untuk menghindarinya. Pada waktu itu, peperangan dan kerusakan terlihat di mana-mana. Setelah itu datang musibah yang lebih berat dari pada yang terjadi sebelumnya. Belum usai musibah di suatu tempat, terjadi musibah lainnya. Sehingga, tak satu pun rumah-rumah bangsa Arab yang aman dari musibah tersebut. Tidak seorang muslim pun yang tidak terkena bencana ini. Maka, pada waktu itulah seorang lelaki dari keluargaku akan muncul.”[27]

Beliau juga bersabda, “Sungguh setelahku akan muncul berbagai musibah. Ketika suatu musibah mulai sirna, datang musibah dari arah yang lain, hingga terdengar teriakan dari langit, ‘Pemimpin kalian adalah Al-Mahdi!’”[28]

Berbagai riwayat di atas menjelaskan banyaknya musibah sebelum kemunculan Imam Mahdi af. Namun, dalam riwayat lainnya dengan jelas menerangkan terjadinya peperangan dasyat di akhir jaman.
Ammar Yasir berkata, “Pesan dan perintah Rasulullah Saw. dan Ahlul Bait as. untuk kalian di akhir jaman adalah menjauhi peperangan dan pertumpahan darah sampai pada saat para pemimpin Ahlul Bait kalian lihat; yang mana pada waktu itu orang-orang bangsa Turki dan Romawi saling bersengketa dan peperangan terjadi di mana-mana.”[29]

Beberapa riwayat menerangkan pembunuhan-pembunuhan yang terjadi di akhir jaman sebelum nampaknya Imam Mahdi af. Sebagian riwayat ini ada yang menjelaskan pembunuhan dan pertumpahan darah itu sendiri, dan sebagian yang lain menerangkan maraknya perbuatan itu dilakukan.
Imam Ridha as bersabda, “Sebelum munculnya Imam Mahdi af, akan terjadi pembunuhan dan pertumpahan darah yang berkelanjutan tanpa henti.”[30]

Abu Hurairah berkata, “Di kota Madinah, akan terjadi pertumpahan darah. Ketika itu daerah Ahjaruz Zait[31] akan porak-poranda. Kejadian itu belum pernah terjadi sebelumnya dan kejadian Harrah[32] jika dibandingkan dengannya, tidak lebih dari sekedar sabetan cemeti biasa. Setelah kejadian itu, ketika mereka menjauh dari kota Madinah sejauh 10 Farsakh, Imam Mahdi af. mulai dibaiat.”[33]

Abu Qubail berkata, “Seseorang dari Bani Hasyim akan memegang tampuk pemerintahan. Ia hanya membunuh Bani Umayah secara besar-besaran dan tak ada yang selamat dari antara mereka kecuali beberapa orang saja. Setelah itu keluarlah seseorang lelaki dari Bani Umayah dan membunuh banyak orang, sehingga tak ada yang tersisa kecuali para wanita.”[34]

Rasulullah Saw. bersabda, “Aku bersumpah demi Allah yang nyawaku berada dalam kekuasaan-Nya. Dunia tidak akan berakhir sebelum datangnya suatu hari, ketika pembunuh tidak mengetahui untuk apa dirinya membunuh dan orang yang mati terbunuh pun tidak mengetahui sebab kematiannya. Huru-hara terjadi di mana-mana. Pada jaman seperti itulah orang yang membunuh dan yang dibunuh memasuki neraka.”[35]

Imam Ali as. bersabda, “Sebelum Al-Mahdi muncul, dunia akan dilanda dua jenis kematian: kematian putih dan kematian merah. Kematian merah adalah kematian dengan pedang dan kematian putih adalah kematian dengan Tha’un.”[36]

Imam Baqir as. bersabda, “Terdapat dua keghaiban untuk Al-Qaim af., salah satunya lebih panjang dari yang lain. Pada jaman itu, umat manusia ditimpa dengan bencana kematian dan pertumpahan darah.”[37] Jabir berkata, “Aku bertanya kepada Imam, ‘Kapankah Al Mahdi akan muncul?’ Imam menjawab, ‘Wahai Jabir! Bagaimanakah ia akan muncul, sedangkan saat ini di antara Hirah[38] dan Kufah masih jarang mayat-mayat yang bergelimpangan?’”[39]

Imam Ja’far Shadiq as. bersabda, “Sebelum Al-Mahdi af. muncul, akan ada dua macam kematian, yaitu kematian merah dan kematian putih. Banyak orang yang mati karenanya, sehingga kira-kira di antara tujuh orang, ada lima orang yang mati.”[40]

Imam Ali as. bersabda, “Imam Mahdi tidak akan muncul, kecuali sepertiga umat manusia mati terbunuh, sepertiga yang lain meninggal biasa, dan sepertiga yang lainnya tersisa.”[41]

Seseorang bertanya kepada Imam Ali as, “Apakah ada tanda dan pertanda untuk kemunculan Al-Mahdi af.?” Beliau menjawab: “Na’am. Qatlun fadzi’, mautun sari’, wa tha’unun syani’.”[42]

Menurut penjelasan Irsyadul Qulub[43], “qatlun dzari’” yakni pembunuhan yang cepat dan terjadi di mana-mana.

Dalam kitab Madinatul Ma’ajiz[44], “qatlun radli’” berarti hina.

Menurut Hilyatul Abrar[45], “qatlun fadli’” berarti pahit dan menyakitkan.
Makna riwayat di atas adalah, “Ya, kemunculan Al-Mahdi af. memiliki tanda dan pertanda antara lain: pembunuhan yang terjadi di mana-mana, menyakitkan, hina, cepat, terus-menerus dan menyebarnya penyakit Tha’un.”

Muhammad bin Muslim menuturkan bahwa Imam Shadiq as. bersabda, “Imam Jaman af. tidak akan muncul kecuali dua pertiga penduduk dunia telah binasa.” Kemudian beliau ditanya, ‘Jika dua pertiga penduduk dunia biasa, lalu berapa yang tersisa?’ Beliau menjawab, ‘Apakah engkau tidak suka jika engkau termasuk dari sepertiga penduduk dunia yang tersisa?’”[46]

Imam Shadiq as. bersabda, “Kemunculan Imam Mahdi af. tidak akan terwujud kecuali sembilan persepuluh penduduk dunia telah binasa.”[47]

Imam Ali as bersabda, “… Pada waktu itu, umat manusia yang tersisa hanya sepertiga jumlah yang sebenarnya.”[48]

Rasulullah Saw. bersabda, “Dari sepuluh ribu nyawa, sebanyak sembilan ribu sembilan ratus nyawa yang melayang. Sungguh hanya sedikit sekali yang selamat dan terus hidup.”[49]

Ibnu Sirin berkata, “Imam Mahdi af. tidak akan muncul kecuali dari sembilan orang manusia, tujuh orang dari mereka mati terbunuh.”[50]

Dari sekumpulan riwayat-riwayat di atas, kita dapat manarik kesimpulan di bawah ini:
  • Sebelum Imam Mahdi af. muncul, akan terjadi banyak pertumpahan darah. Ketika itu, begitu banyak nyawa manusia yang melayang. Adapun, orang-orang yang tersisa dan selamat, lebih sedikit jumlahnya dari pada yang terbunuh.
  • Sebagian orang yang terbunuh dalam peperangan. Sebagian lainnya mati akibat ganasnya wabah penyakit menular yang menyebar di jaman itu. Besar kemungkinan bahwa penyakit ini timbul dari mayat-mayat yang bergeletakan korban peperangan. Ada kemungkinan mereka meninggal dunia akibat senjata-senjata kimia yang menyebarkan bakteria penyebab munculnya berbagai penyakit.

Di antara orang-orang yang tersisa dan selamat dari kematian, terdapat para pecinta Imam Mahdi af, karena merekalah yang akan membaiat beliau. Sebagaimana telah diungkapkan  oleh Imam Shadiq As dalam sabda beliau: “Apakah engkau tidak suka, jika engkau termasuk dari sepertiga penduduk dunia yang tersisa?”


Referensi:
[1] Thayalisi, Musnad, hal. 133; Sunan Abi Dawud¸ jil. 4, hal. 111; Al-Mu’jamul Kabir, jil. 2, hal. 101.
[2] Bihar al-Anwar, jil. 36, hal. 335 dan jil. 52, hal. 380.
[3] Ibid, jil. 52, hal. 154.
[4] Aqdud Durar, hal. 152; Bihar al-Anwar, jil. 52, hal.  154 dan 266; Ihqaqul Haq, jil. 13, hal. 116; Al Arba’una Hadisa, (Abu Na’im) Dzakhairul Uqba, hal. 135; YaNabi’ul Mawaddah, hal. 426.
[5] Aqdud Durar, hal. 94; As-Syi’ah wa Ar-Raj’ah, jil. 1, hal. 155.
[6] Kamaluddin, jil. 1, hal. 311; Ibn Shahr Asyub, Manaqib, jil. 2, hal. 297; I’lamum Wara, hal. 371; Itsbatul Wasiyah, hal. 226.
[7] Ibnu Hammad, Fitan, hal. 83; Ibnu Thawus, Malahim, hal. 51.
[8] Hakim, Mustadrak, jil. 4, hal. 520; Al-Hawi lil Fatawa, jil. 2, hal. 65; Montakhab Kanzul Ummal, jil. 6, hal. 31 (Hasyiyah Musnad Ahmad); Ihqaqul Haq, jil. 13, hal. 293.
[9] Musnad Ahmad, jil. 2, hal. 636; Shahih Muslim, jil. 4, hal. 2241; Al Mu’jamul Kabir, jil. 9, hal. 410; Masabhihus Sunnah, jil. 2, hal. 139; Aqdud Durar, hal. 136.
[10] Nu’mani, Ghaibah, hal. 235; Thusi, Ghaibah, hal. 274; A’lamul Wara, hal. 428; Bihar al-Anwar, jil. 52, hal. 348; Itsbatul Hudat, jil. 3, hal. 540; Hilyatul Abrar, jil. 2, hal. 626; Bisyaratul Islam, hal. 82.
[11] Ibnu Abi Syaibah, Mushannif, jil. 15, hal. 91; Malik, Muwata’, jildi 1, hal. 141; Shahih  Muslim, jil. 8, hal. 182; Musnad Ahmad, jil. 2, hal. 236; Shahih Bukhari, jil. 9, hal. 73; Firdausul Akhbar, jil. 5, hal. 221.
[12] Aqdud Durar, hal. 334.
[13] Ibnu Thawus, Malahim, hal. 132.
[14] Al Mathalibul Aliyah, jil. 4, hal. 348.
[15] Syajari, Al-Amali, jil. 2, hal. 277.
[16] Al-Faiq, jil. 1, hal. 141.
[17] Nu’mani, Ghaibah, hal. 277; Thusi, Ghaibah, hal. 267; A’lamul Wara, hal. 427; Kharaij, jil. 3, hal. 1152; Aqdud Durar, hal. 65; Al Fushulul Muhimmah, hal. 301; Shiratul Mustaqim, jil. 2, hal. 249; Bihar al-Anwar, jil. 52, hal. 211.
[18] Bihar al-Anwar, jil. 52, hal. 348.
[19] Yanibi’ul Mawaddah, hal. 440; Ihqaqul Haqq, jil. 13, hal. 125.
[20] Bihar al-Anwar, jil. 52, hal. 348.
[21] Ibnul Munadi, Al Malahim, hal. 64; Ibnu Abil Hadid, Syarah Nahjul Balaghah, jil. 1, hal. 276, Al Mustarsyid, hal. 75; Mufid, Irsyad, hal. 128; Kanzul Ummal, jil. 14, hal. 592; Ghayatul Maram, hal. 208; Bihar al-Anwar, jil. 32, hal. 9; Ihqaqul Haqq, jil. 13, hal. 314; Montakhab Kanzul Ummal, jil. 6, hal. 35.
[22] Syafi’i, Al Bayan, hal. 108.
[23] Aqdud Durar, hal. 43.
[24] Ihqaqul Haqq, jil. 19, hal. 679.
[25] Al Kafi, jil. 8, hal. 213; Bihar al-Anwar, jil. 52, hal. 246.
[26] Ibnu Thawus, Malahim, hal. 21; Kamaluddin, jil. 2, hal. 371.
[27] Aqdud Durar, hal. 50.
[28] Ihqaqul Haq, jil. 13, hal. 295; Musnad Ahmad, jil. 2, hal. 371.
[29] Thusi, Ghaibah, cetakan baru, hal. 441; Bihar al-Anwar, jil. 52, hal. 212.
[30] Qurbul Isnad, hal. 170; Nu’mani, Ghaibah, hal. 271.
[31] Suatu tempat di kota Madinah yang mana di tempat itu pernah diadakan shalat Istiqsha; Mu’jamul Buldan, jil. 1, hal. 109.
[32] Setelah peristiwa terbunuhnya Imam Husain as, orang-orang Madinah memberotak dan melawan pemerintahan Yazid. Akan tetapi setelah itu orang-orang Madinah justru malah dibantai besar-besaran dan lebih dari 10.000 orang yang meninggal dunia dalam peristiwa itu. Tempat terjadinya peristiwa tersebut adalah Harrah Waqim; Mu’jamul Buldan, jil. 2, hal. 249.
[33] Ibnu Thawus, Malahim, hal. 58.
[34] Ibid, hal. 59.
[35] Firdausul Akhbar, jil. 5, hal. 91.
[36] Nu’mani, Ghaibah, hal. 277; Dalailul Imamah, hal. 293; Taqribul Ma’arif; hal. 187; Bihar al-Anwar, jil. 52, hal. 211.
[37] Ibid: hal. 173; Dalailul Imamah, hal. 293; Taqribul Ma’arif, hal. 187; Bihar al-Anwar, jil. 52, hal. 156.
[38] Adalah suatu tempat yang berjarak 6 km dari kota Kufah; Mu’jamul Buldan, jil. 2, hal. 328.
[39] Thusi, Ghaibah, cetakan baru, hal. 446; Itsbatul Hudat, jil. 3, hal. 728; Buharul Anwar, jil. 52, hal. 209.
[40] Kamaluddin, jil. 2, hal. 665; Al Adadul Qawiyah, hal. 66; Bihar al-Anwar, jil. 52, hal. 207.
[41] Ibnu Thawus, Malahim, hal. 58; Ihqaqul Haqq, jil. 13, hal. 29.
[42] Hushaini, Hidayah, hal. 31.
[43] Irsyadul Qulub, hal. 286.
[44] Madinatul Ma’ajiz, hal. 133.
[45] Hilyatul Abrar, hal. 601.
[46] Thusi, Ghaibah, cetakan baru, hal. 339; Kamaluddin, jil. 2, hal. 655; Itsbatul Hudat, jil. 3, hal. 510; Bihar al-Anwar, jil. 52, hal. 207; Ilzamun Nashib, jil. 2, hal. 136; Ibnu Hammad, Fitan, hal. 91; Kanzul Ummal, jil. 14, hal. 587; Muttaqi Hindi, Burhan, hal. 111.
[47] Ilzamun Nasib, jil. 2, hal. 136 dan 187; Aqdud Durar, hal. 54, 59, 63 sampai 65, dan 237; Nu’mani, Ghaibah, hal. 274; Bihar al-Anwar, jil. 52, hal. 242.
[48] Hushaini, Hidayah, hal. 31; Irsyadul Qulub, hal. 286.
[49] Majma’uz Zawaid, jil. 5, hal. 188.
[50] Ibnu Thawus, Malahim, hal. 78.

Disadur dari buku Pemerintahan Akhir Jaman.

(Hauzah-Maya/ABNS)
Share this post :

Post a Comment

mohon gunakan email

Terkait Berita: