Daftar Isi Nusantara Angkasa News Global

Advertising

Lyngsat Network Intelsat Asia Sat Satbeams

Meluruskan Doa Berbuka Puasa ‘Paling Sahih’

Doa buka puasa apa yang biasanya Anda baca? Jika jawabannya Allâhumma laka shumtu, maka itu sama seperti yang kebanyakan masyarakat baca...

Pesan Rahbar

Showing posts with label Sayyed Hassan Nasrallah. Show all posts
Showing posts with label Sayyed Hassan Nasrallah. Show all posts

Nashrullah: Perang Terhadap ISIS Sudah Dimulai di Qalamoun


Sekjen gerakan Hizbullah Lebanon Hassan Nashrullah menyatakan perang terhadap kelompok teroris takfiri Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) sudah dimulai di dataran tinggi Qalamoun, Suriah, dan Arsal, Lebanon.
 
“Sekarang dapat kami katakan bahwa kawasan-kawasan puncak dan perbukitan Qalamoun sudah berada dalam kekuasaan tentara Suriah dan para pejuang muqawamah (Hizbullah),” ungkapnya dalam pidato melalui konferensi video pada peresmian seminar bertema

“Pembaharuan dan Ijtihad Dalam Perspektif Imam Khomaini” yang diselenggarakan di Universitas Lebanon, Beirut, Rabu (10/6), sebagaimana dilansir IRNA.

Dia mengucapkan selamat atas “kemenangan besar” para pejuang Hizbullah dalam perang melawan gerombolan teroris ISIS dan Front al-Nushrah di kawasan Qalamoun dan Jroud Arsal.

“Perkembangan penting sekarang ialah bahwa perang terhadap ISIS sudah dimulai … Bagi kami akan lebih baik apabila ISIS-lah yang memulai perang,” katanya.

Dia menambahkan, “Dalam beberapa hari lalu ISIS berusaha mendapatkan kemenangan spirit dengan cara memulai agresi terhadap berbagai posisi dan pangkalan kami serta memperluas ekspansinya di kawasan al-Qa dan Ras Baalbek, namun saudara-saudara pejuang kami telah membunuh dan melukai puluhan kawanan bersenjata ISIS.”

Menurutnya, para pejuang Hizbullah sedang menjalani pertempuran yang tersengit hingga beberapa orang diantara mereka gugur.

“Kami akan terus melanjutkan perang ini, kami bertekad untuk menamatkan riwayat para takfiri di wilayah perbatasan Lebanon, dan kami siap memberikan pengorbanan sebesar apapun… Mulai sekarang kami tidak dapat menolerir lagi keberadaan para takfiri di dekat wilayah pedesaan dan permukiman kami, dan kami memastikan bahwa kekalahan adalah nasib para teroris,” tegasnya.

Dia juga menjelaskan, “ISIS dengan ratusan orang bersenjatanya kemarin melancarkan serangan ke beberapa pangkalan pejuang muqawamah di dataran tinggi Ras Baalbek. Mereka mengira medan pertempuran sedang tenang dan dengan menggunakan pola serangan mendadak mereka akan dapat menduduki pangkalan-pangkalan kami yang sangat strategis dan berpengaruh di perbatasan untuk kemudian berekspansi di kawasan … Serangan ISIS kemarin dilakukan dengan tujuan-tujuan propaganda dan lapangan serta untuk mendapatkan spirit, namun para pejuang gagah berani muqawamah dapat mengatasi serangan itu dengan mudah hingga puluhan anggota ISIS terbunuh dan terluka yang beberapa jasad di antaranya dibiarkan tertinggal di medan pertempuran.”

Nashrullah mengatakan bahwa pertempuran di kawasan Qalamoun dan kawasan perbukitan timur Lebanon seperti Jroud Arsal memerlukan kecermatan ekstra, dan karena itu Hizbullah tidak bergerak sembarangan.

“Kami tidak tergesa-gesa. Kami melangkah dengan tenang untuk merealisasikan tujuan-tujuan kami ... Pihak yang tangguh dan tenang yang memiliki para pejuang yang hebat tidak akan meraih apapun kecuali kemenangan,” tuturnya.

[Sumber: liputanislam.com]

Ancaman Hizbullah ke Rezim Zionis : Habisi Jutaan Warga Israel


Pemimpin gerakan Hizbullah Lebanon, Hasan Nashrullah, mengeluarkan ancaman mengerikan terhadap rezim Zionis Israel. Kelompok itu akan menghabisi jutaan warga Israel jika Lebanon diserang. 
 
Ancaman itu muncul dalam sebuah pidato Nashrullah di stasiun televisi sebagai respons atas seruan pejabat militer Israel untuk menyerang wilayah-wilayah sipil di Lebanon jika terjadi konfrontasi dengan Hizbullah di masa depan.

”Jika mereka mengancam untuk menewaskan 1,5 juta warga Lebanon, maka perlawanan Islam di Lebanon (Hizbullah) akan menggantinya dengan jutaan warga Israel,” kata Nashrullah. ”Kami tidak takut perang atau ancaman,” katanya lagi.

”Jika Anda menganggap bahwa kita sibuk di Suriah, maka Anda salah. Karena ini tidak mengubah apa pun dalam cara kita berurusan dengan musuh kita,” lanjut Nashrullah, seperti dilansir Al Arabiya, semalam (5/6/2015).

Selama lebih dari dua tahun, kelompok Hizbullah telah berperang di Suriah untuk membantu pasukan rezim Presiden Bashar al-Assad yang ingin digulingkan pemberontak.

Ancaman Hizbullah itu bermula dari komentar pejabat Israel kepada wartawan pada 13 Mei 2015. Pejabat itu menyebut semua desa di Lebanon adalah basis militer, di mana di desa-desa itu terdapat roket yang mampu menghantam Israel.

”Setiap (desa) adalah basis militer. Lain kali jika kita harus perang dengan Hizbullah, kita harus menyerang masing-masing dari target tersebut, dan kami berharap penduduk tidak akan ada,” kata pejabat itu yang menolak diidentifikasi.

[Sumber: Sindo News]

Sayyid Hassan Nasrallah: Pembentukan Takfiri, Rencana AS-Zionis


Terhadap rumor yang berkembang mengenai banyaknya para pejuang Hizbullah yang tewas di Qoloumon dijelaskannya, sejauh ini tiga belas pejuang Hizbullah syahid dalam pertempuran.
 
Sekretaris Jenderal Hizbullah, Sayyid Hassan Nasrallah dalam piodato televisi pada Sabtu, 16/05/15, mengatakan pembentukan Takfiri merupakan plot AS-Zionis.

Menurutnya, Takfiri di Libanon, Suriah, Irak telah menciptakan Nakba baru dan menyerukan untuk menghadapi proyek A-Zionis tersebut.

Sayyid Hassan Nasrallah juga menunjuk kemenangan terbaru Hizbullah dan tentara Suriah di wilayah Qalamoun dan mengatakan pertempuran berlangsung dari puncak bukit ke bukit dan dari lembah ke lembah dan memaksi Takfiri mundur setelah menderita kekalahan berat.

"Perjuangan belum berakhir dan masih berlangsung", katanya.

Para pejuang Hizbullah berhasil memotong jalur pasokan elemen-elemen Takfiri dari Libanon ke Suriah.

Terhadap rumor yang berkembang mengenai banyaknya para pejuang Hizbullah yang tewas di Qoloumon dijelaskannya, sejauh ini tiga belas pejuang Hizbullah syahid dalam pertempuran.

Nasrallah lebih lanjut menjelaskannya, upaya-upaya yang dilakukan entitas-entitas tertentu untuk mengadu Hizbullah untuk melawan tentara Libanon adalah tindakan "bodoh."

(Source)

Reaksi Keras Hariri atas Pidato Nasrullah dalam Menangani Takfiri


Mantan Perdana Menteri Lebanon mengeluarkan reaksi keras terhadap pidato meyakinkan Sekretaris Jenderal Hizbullah sehubungan dengan pertahanan Lebanon dan perlawanan atas kelompok-kelompok ekstremis takfiri di perbatasan negara ini.
Sayyid Hasan Nasrullah, Sekjen Hizbullah, mengatakan dalam pidato televisi bahwa pasukan-pasukannya akan bertempur dengan milisi bersenjata ekstremis di perbatasan timur Lebanon.

Namun ia tidak mengungkapkan rincian spesifik tentang kapan dan di mana operasi militer akan dilakukan.

Nasrullah mengatakan bahwa Hizbullah harus mengambil tindakan untuk mengatasi ekstremis karena pemerintah Lebanon tidak mampu menghadapi ancaman ekstremis bersenjata yang berada di Suriah.

Reaksi pertama terhadap pidato semalam Sekretaris Jenderal Hizbullah, pernyataan Sa’id Hariri, mantan Perdana Menteri Lebanon dan pemimpin Gerakan Al-Mustaqbal.

Hariri pada halaman Twitter-nya menulis, tidak ada tempat untuk militer, pemerintah, dan lembaga-lembaga Lebanon. Hizbullah adalah suatu pilihan bagi semua orang dan pengganti mereka dalam perang mendatang di Al-Qalamun.

Ia menambahkan, Hasan Nasrullah bersikap dalam masalah perbatasan-perbatasan di utara, timur, dan selatan Lebanon, seolah-olah merupakan teritorial Hizbullah yang bertindak sesuai dengan apa yang diinginkan dan mewujudkan peperangan.

Menanggapi pernyataan Nasrullah bahwa perang di Al-Qalamun adalah sesuatu yang mesti karena merupakan kewajiban agama, nasional, dan moral, Hariri mengatakan, kami katakan kepada Sayyid Hasan bahwa kewajiban moral, nasional, dan agama tidak dibebankan ke atas pundak Anda.

Pemimpin Gerakan Al-Mustaqbal menegaskan, Anda sedang bermain dengan nasib Lebanon di tepi jurang.

Pernyataan keras Sa’id Hariri ini bertentangan dengan pidato-pidatonya yang lalu sejak campur tangan militer Arab Saudi di Yaman. Kali ini Nashrullah berpidato dengan tenang dan meyakinkan yang menunjukkan bahwa Hizbullah Lebanon saat ini telah sampai pada kesimpulan akhir untuk melawan para teroris asing dan telah menemukan cara-cara yang sempurna dan pasti untuk mengantisipasi bahaya-bahaya mereka.

Pidato Nasrullah disiarkan di stasiun TV Al-Manar yang beberapa jam setelahnya pasukan Hizbullah menyerang konvoi pasukan Jabhah Al-Nushrah di perbatasan timur Lebanon yang menewaskan 15 orang dan melukai 30 orang dari mereka.

Nasrullah dalam menanggapi laporan-laporan media dalam hal ini bahwa Hizbullah sedang bersiap melakukan serangan yang bertujuan mengusir ISIL dan Al-Nushrah dari Al-Qalamun, mengatakan, kami tidak pernah mengeluarkan pernyataan resmi dalam hal ini. Setiap operasi militer akan dimulai, dia sendiri yang akan mengatakannya dan merilis di media.

(Shabestan)

Hizbullah : We are Soldiers


“Jika kami bertempur maka kami bertempur dengan aturan dan nilai-nilai kami.”

“Tidak boleh seorangpun menganggap bahwa jika ada kelompok yang berperang dengan kami, mereka yang menentukan arah peperangan.  Karena kami-lah  yang akan menentukan nasib dan akhir peperangan. Sama halnya ketika kami selalu menang dalam peperangan menghadapi Israel, kami katakan kepada semuanya, dalam perang melawan terorisme Takfiri — kami pun akan menang,”

“Seperti semua perang yang pernah kami hadapi, kami tidak gentar untuk mati demi membela kemuliaan dan eksistensi kami. Kami adalah pemilik keyakinan, kemenangan darah atas pedang,”

(Hasan Nasrallah)

(Source)

Hizbullah Peringati Israel, “Siapkan Tempat Pengungsian Kalian!!”

Sayyid Hasan Nashrullah, Sekjen Hizbullah Lebanon dalam pesan singkatnya yang ditujukan kepada rezim Zionis Israel, menyebutkan dua kata, “Siapkan tempat pengungsian kalian.”

Menurut Kantor Berita ABNA, Sayyid Hasan Nashrullah, Sekjen Hizbullah Lebanon dalam pesan singkatnya yang ditujukan kepada rezim Zionis Israel, menyebutkan dua kata, “Siapkan tempat pengungsian kalian.”

Pernyataan tersebut, sebagai sinyal akan adanya serangan balasan yang akan dilancarkan Hizbullah dalam waktu dekat ke Israel menyusul serangan rudal helikopter perang Israel yang mengugurkan sejumlah tokoh penting Hizbullah sehari sebelumnya.

Pesan tersebut disampaikan dalam bentuk gambar wajah pimpinan Hizbullah, Sayyid Hasan Nashrullah yang mengancungkan dua jari disertai tulisan dua kata dari bahasa Arab dan bahasa Ibri. Foto berisi pesan yang ditujukan kepada rezim Zionis tersebut pertama kali dipublikasikan stasiun tv al Manar, yang menampilkannya di situs resmi mereka.

Mahmoud Komati, Wakil Ketua Dewan Politik Hizbullah, Senin (19/1) petang dalam wawancaranya dengan stasiun televisi Alalam di Beirut menuturkan, "Balasan Hizbullah atas kejahatan Israel yang mengakibatkan sejumlah pejuang Hizbullah di Selatan Suriah gugur syahid, tegas dan membuat rezim penjajah itu menyesal."  
Mahmoud Komati menegaskan bahwa Zionis dalam kejahatan terbarunya di Dataran Tinggi Golan, Suriah melakukan sebuah kebodohan. "Hizbullah akan menentukan kapan dan dimana balasan ini akan diberikan. Hizbullah tidak akan pernah lemah dengan serangan semacam ini," paparnya.

Komati juga menyinggung acara pemakaman Syahid Jihad Mugniyeh di sekitar Beirut dan mengatakan, "Jenazah ayah Syahid ini (Imad Mugniyeh) juga dimakamkan di tempat yang sama pada tahun 2008 dan ini menunjukkan bahwa putra-putra komandan Hizbullah melanjutkan perjuangan ayah-ayah mereka. Sebuah jalan yang berujung dengan kehidupan abadi dan tidak ada istilah mati di sana."

Jenazah Syahid Jihad Mugniyeh, Senin (19/1) dimakamkan di Dahiya, Selatan Beirut, Lebanon. Jihad Mugniyeh bersama lima pejuang Hizbullah lainnya, Ahad (18/1) petang gugur akibat serangan roket militer Israel ke sebuah wilayah di Quneitra, Selatan Suriah.

Pihak Hizbullah secara resmi melansir nama-nama tokoh Hizbullah yang gugur dalam serangan militer Israel di Quneitra Suriah.

Syahid Muhammad Ahmad Isa [Abu Isa], lahir 1972, meninggalkan istri dan 4 anak.
Syahid Jihad Imad Mughniya, kelahiran 1989 dan belum menikah. Beliau putra komandan Hizbullah Syahid Imad Mughniya yang juga gugur oleh serangan bom Israel tahun 2008 di Damaskus.
Syahid Abbas Ibrahim Hijazi, kelahiran 1979 meninggalkan istri dan 4 anak.
Syahid Muhammad Ali Hasan Abu al Hasan, kelahiran 1985 dan belum menikah.
Syahid Ghazi Ali Dhawi, lahir 1988 memiliki seorang putra.
Syahid Ali Hasan Ibrahim, kelahiran 1993 dan belum menikah.

Pihak terkait Hizbullah juga menyebut, Ali Thabathabai yang merupakan target utama dalam serangan rudal militer Israel tersebut, berhasil selamat dan tetap dalam kondisi sehat.

Ulama Syiah Merayakan Hari Raya Pengutukan Aisyah RA? Syeikh Yasser Al Habib Bukan Syiah, Tetapi Anjing Antek-Antek CIA dari Amerika yang menyamar jadi Syiah


Ulama Syiah Merayakan Hari Raya Pengutukan Aisyah RA ? YouTube- Syeikh Yasser Al Habib preman jalanan yang dilatih CIA ! CIA adalah kawanan pendukung wahabi.. Wahabi dan CIA tukang adu domba !

Baru-baru ini, kes laknat menjadi isu besar semula akibat perbuatan Syeikh Yasser Al Habib.
Syeikh Yasser Al Habib bukan  ulama syi’ah muktabarah ! dia cuma preman jalanan yang dilatih CIA ! CIA adalah kawanan pendukung wahabi.. Wahabi dan CIA tukang adu domba !.
inilah video hasil kerjasama Wahabi dan CIA:
Syeikh Yasser Al Habib bukan  ulama syi’ah muktabarah ! dia cuma preman jalanan yang dilatih CIA ! CIA adalah kawanan pendukung wahabi.. Wahabi dan CIA tukang adu domba !
Psychotic hatred displayed by Syeikh Yasser Al Habib , dia bukan  ulama syi’ah muktabarah ! dia cuma preman jalanan yang dilatih CIA ! CIA adalah kawanan pendukung wahabi.. Wahabi dan CIA tukang adu domba !

___________________________
Sayid Hasan Nasrallah Menanggapi Yaser Habib.


Sayid Ali Khamene'i: Haram Menghina Istri Nabi dan Simbol Ahlussunnah.

Informasi ini sangat layak untuk dibaca dan dijadikan sebagai bahan renungan (khususnya muqallid Sayid Ali Khamenei dan pengikut mazhab Syiah umumnya) sekaligus alasan untuk mengevaluasi diri kita masing-masing dalam melaksanakan taklif terutama dalam bidang dakwah dan interaksi antarsesama. Sayid Ali Khamenei, Pemimpin Spiritual dari Iran, menerbitkan sebuah fatwa yang mengharamkan perlakuan buruk terhadap Istri Nabi, Ummul Mukminin Aisyah dan melecehkan simbol-simbol (tokoh-tokoh yang diagungkan) kaum Ahlussunnah.

Fatwa Khamenei ini dapat dapat dianggap sebagai fatwa paling mutakhir dan menempati posisi terpenting dalam rangkaian reaksi-reaksi luas kalangan Syiah sebagai kecaman terhadap pelecehan yang dilontarkan oleh (seseorang bernama) Yasir al-Habib terhadap Siti Aisyah ra. Sebelumnya puluhan pemuka agama di kalangan Syiah di Arab Saudi, negara-negara Teluk dan Iran telah mengecam dengan keras pernyataan-pernyataan dan setiap keterangan yang menghina Siti Aisyah atau salah satu istri Nabi termulia saw.

Jawaban Imam Khamenei:

Bismillahirrahmanirrahim Assalamualaikum wa rahmatullah wa barakatuh
Diharamkan menghina simbol-simbol (yang diagungkan) saudara-saudara seagama kita, ahlusunah, berupa tuduhan terhadap istri nabi saw. dengan hal-hal yang mencederai kehormatannya, bahkan tindakan ini diharamkan terhadap istri- istri para nabi terutama penghulunya, yaitu Rasul termulia saw.
Semoga Anda semua mendapatkan taufik untuk setiap kebaikan.

Lalu, Siapa Yasser al-Habib?

Pernah, seorang pengunjung blog berkomentar mengenai tidak mungkinnya persatuan Syiah dan suni karena masih adanya caci-maki terhadap sahabat dan istri Nabi. Dalam komentarnya, dia juga memberi link sebuah video di YouTube untuk "membuktikan" klaim tersebut. Saya buka video tersebut dan tulisan di awal video adalah "YASIR AL-HABIB, di antara ulama Syiah yang terkemuka di abad 20."

Saya membalas komentarnya begini, "Yasir Al-Habib? Ulama terkemuka abad 20? Terlalu berlebihan. Saya kasih contoh yang terkemuka: Ayatullah Khamenei, Ayatullah Sistani, Syekh Subhani, Husein Fadhlullah, dll." Jadi, siapa Yasir Al-Habib?

Yasser al-Habib, begitu transliterasi dalam bahasa Inggrisnya, dilahirkan di Kuwait pada tahun 1979—masih muda untuk jadi ukuran ulama "terkemuka". Dia adalah lulusan Ilmu Politik Universitas Kuwait. Pandangannya dalam agama sangat ekstrim, termasuk mengenai sejarah wafatnya Fatimah putri Nabi saw. yang kerap kali kecaman dialamatkan kepada Khalifah Abu Bakar, Umar serta Ummulmukminin Aisyah ra. Makiannya yang dilakukan dalam sebuah ceramah tertutup ternyata tersebar dan membuatnya dipenjarakan oleh pemerintah Kuwait pada tahun 2003. Belum setahun, ia dibebaskan di bawah pengampunan Amir Kuwait (menurut pengakuannya dia bertawasul kepada Abul Fadhl Abbas), namun beberapa hari kemudian ditangkap lagi. Sebelum dijatuhi hukuman selama 25 tahun, ia pergi meninggalkan Kuwait.

Karena tidak mendapat izin dari pemerintah untuk tinggal di Irak dan Iran, ia mendapat suaka dari pemerintah Inggris. Sejak berada di Kuwait, ia sudah memimpin Organisasi Khaddam Al-Mahdi. Setelah mendapat suaka dari pemerintah Inggris, entah bagaimana organisasinya semakin "makmur". Punya kantor, koran, hauzah, majelis, yayasan dan juga website sendiri. Karena perkembangannya yang cepat inilah muncul kecurigaan bantuan dana dari pemerintah Inggris. Kita semakin curiga, karena pemerintah Kuwait berulang kali meminta agar Yasser Al-Habib ditangkap namun ditolak oleh Interpol.

Hubungannya dengan Mesir, Iran, dan sebagian besar ulama Syiah nampaknya tidak harmonis. Dalam situsnya, ia kerap kali mengecam ulama rujukan sekelas Imam Khomeini dan Ayatullah Ali Khamenei, bahkan tidak menganggapnya sebagai mujtahid dan marja'. Jadi bisa dikatakan bahwa Yasser Al-Habib sangat tidak merepresentasikan mayoritas ulama Syiah yang menghendaki persatuan dan perbaikan umat muslim. Tidak adil jika Anda mengutip pendapatnya dan menuliskan bahwa itu adalah pandangan (mayoritas) pengikut Syiah, padahal hanyalah pandangan pribadinya. Informasi lain yang patut dibaca dan diketahui adalah mengenai rancangan CIA dalam menciptakan "ulama-ulama" palsu dikalangan Sunni dan Syi'ah agar perpecahan terus terjadi dan menjadikan Umat Islam lemah.

__________________________
Syeikh Yasser Al Habib membuat penghinaan bersifat peribadi ke atas simbol-simbol AhlulSunnah. Bagaimanapun keributan itu akhirnya dipadamkan atau berjaya diredakan dengan pengeluaran fatwa menghina peribadi-peribadi ini oleh Ayatollah Ali Khamenei.
 
 
Imam Khamenei.
Imam Sayyed Ali Khamenei Pemimpin Agung Iran menerbitkan sebuah fatwa yang mengharamkan perlakuan buruk terhadap istri Nabi, Ummul Mu’minin Aisyah dan melecehkan simbol-simbol (tokoh-tokoh yang diagungkan) Ahlussunnah wal Jamaah.
Sayid Ali Khamenei, Pemimpin Spiritual dari Iran, menerbitkan sebuah fatwayang mengharamkan perlakuan buruk terhadap istri Nabi, Ummulmukminin Aisyah dan melecehkan simbol-simbol (tokoh-tokoh yang diagungkan) ahlusunah waljemaah.Hal itu tertera dalam jawaban atas istifta’ (permohonan fatwa) yang diajukan oleh sejumlah ulama dan cendekiawan Ahsa, Arab Saudi, menyusul penghinaan yang akhir-akhir ini dilontarkan seorang pribadi tak terpuji bernama Yasir al-Habib yang berdomisili di London terhadap istri nabi, Aisyah.
Para pemohon fatwa menghimbau kepada Sayid Khamenei menyampaikan pandangannya terhadap “penghujatan jelas dan penghinaan berupa kalimat-kalimat tak senonoh dan melecehkan terhadap istri Rasul saw., Aisyah.”Menjawab hal itu, Khamenei mengatakan, “…diharamkan melakukan penghinaan terhadap (tokoh-tokoh yang diagungkan) ahlusunah waljemaah apalagi melontarkan tuduhan terhadap istri nabi saw. dengan perkataan-perkataan yang menodai kehormatannya, bahkan tindakan demikian haram dilakukan terhadap istri-istri para nabi terutama penghulu mereka Rasul termulia.”. Fatwa Khamenei ini dapat dapat dianggap sebagai fatwa paling mutakhir dan menempati posisi terpenting dalam rangkaian reaksi-reaksi luas kalangan Syiah sebagai kecaman terhadap pelecehan yang dilontarkan oleh (seseorang bernama) Yasir al-Habib terhadap Siti Aisyah ra. Sebelumnya puluhan pemuka agama di kalangan Syiah di Arab Saudi, negara-negara Teluk dan Iran telah mengecam dengan keras pernyataan-pernyataan dan setiap keterangan yang menghina Siti Aisyah atau salah satu istri Nabi termulia saw.
Konspirasi Anti-Syiah dan Adu Domba CIA.

Sebuah buku berjudul “A Plan to Divide and Destroy the Theology” telah terbit di AS. Buku ini berisi wawancara detail dengan Dr. Michael Brant, mantan tangan kanan direktur CIA. Dalam wawancara ini diungkapkan hal-hal yang sangat mengejutkan. Dikatakan bahwa CIA telah mengalokasikan dana sebesar 900 juta US dollar untuk melancarkan berbagai aktivitas anti-Syiah. Dr. Michael Brant sendiri telah lama bertugas di bagian tersebut, akan tetapi ia kemudian dipecat dengan tuduhan korupsi dan penyelewengan jabatan.

Tampaknya dalam rangka balas dendam, ia membongkar rencana-rencana rahasia CIA ini. Brant berkata bahwa sejak beberapa abad silam dunia Islam berada di bawah kekuasaan negara-negara Barat. Meskipun kemudian sebagian besar negara-negara Islam ini sudah merdeka, akan tetapi negara-negara Barat tetap menguasai kebebasan, politik, pendidikan, dan budaya mereka, terutama sistem politik dan ekonomi mereka. Oleh sebab itu, meski telah merdeka dari penjajahan fisik, mereka masih banyak terikat kepada Barat.

Pada tahun 1979, kemenangan Revolusi Islam telah menggagalkan politik-politik kami. Pada mulanya Revolusi Islam ini dianggap hanya sebagai reaksi wajar dari politik-politik Syah Iran. Dan setelah Syah tersingkir, kami (AS) akan menempatkan lagi orang-orang kami di dalam pemerintahan Iran yang baru, sehingga kami akan dapat melanjutkan politik-politik kami di Iran.

Setelah kegagalan besar AS dalam dua tahun pertama (dikuasainya Kedubes AS di Tehran dan hancurnya pesawat-pesawat tempur AS di Tabas) dan setelah semakin meningkatnya kebangkitan Islam dan kebencian terhadap Barat, juga setelah munculnya pengaruh-pengaruh Revolusi Islam Iran di kalangan Syiah di berbagai negara–terutama Libanon, Irak, Kuwait, Bahrain, dan Pakistan—akhirnya para pejabat tinggi CIA menggelar pertemuan besar yang disertai pula oleh wakil-wakil dari Badan Intelijen Inggris. Inggris dikenal telah memiliki pengalaman luas dalam berurusan dengan negara-negara ini.

Dalam pertemuan tersebut, kami sampai pada beberapa kesimpulan, di antaranya bahwa Revolusi Islam Iran bukan sekadar reaksi alami dari politik Syah Iran. Tetapi, terdapat berbagai faktor dan hakikat lain, di mana faktor terkuatnya adalah adanya kepemimpinan politik marja’iyah (kepemimpinan agama) dan syahidnya Husain, cucu Rasulullah, 1400 tahun lalu, yang hingga kini masih tetap diperingati oleh kaum Syiah melalui upacara-upacara kesedihan secara luas. Sesungguhnya dua faktor ini yang membuat Syiah lebih aktif dibanding muslimin lainnya.

Dalam pertemuan CIA itu, telah diputuskan bahwa sebuah lembaga independen akan didirikan untuk mempelajari Islam Syiah secara khusus dan menyusun strategi dalam menghadapi Syiah. Bujet awal sebesar 40 juta US dolar juga telah disediakan. Untuk penyempurnaan proyek ini, ada tiga tahap program:
  1. Pengumpulan informasi tentang Syiah, markas-markas dan jumlah lengkap pengikutnya.
  2. Program-program jangka pendek: propaganda anti-Syiah, mencetuskan permusuhan dan bentrokan besar antara Syiah dan Sunni dalam rangka membenturkan Syiah dengan suni yang merupakan mayoritas muslim, lalu menarik mereka (kaum Syiah) kepada AS.
  3. Program-program jangka panjang: demi merealisasikan tahap pertama, CIA telah mengutus para peneliti ke seluruh dunia, di mana enam orang dari mereka telah diutus ke Pakistan, untuk mengadakan penelitian tentang upacara kesedihan bulan Muharram.
Para peneliti CIA ini harus mendapatkan jawaban bagi soal-soal berikut:
  • Di kawasan dunia manakah kaum Syiah tinggal, dan berapa jumlah mereka?
  • Bagaimanakah status sosial-ekonomi kaum Syiah, dan apa perbedaan-perbedaan di antara mereka?
  • Bagaimanakah cara untuk menciptakan pertentangan internal di kalangan Syiah?
  • Bagaimanakah cara memperbesar perpecahan antara Syiah dan suni?
  • Mengapa mereka kuatir terhadap Syiah?
Dr. Michael Brant berkata bahwa setelah melalui berbagai polling tahap pertama dan setelah terkumpulnya informasi tentang pengikut Syiah di berbagai negara, didapat poin-poin yang disepakati, sebagai berikut:
Para marja’ Syiah adalah sumber utama kekuatan mazhab ini, yang di setiap zaman selalu melindungi mazhab Syiah dan menjaga sendi-sendinya. Dalam sejarah panjang Syiah, kaum ulama (para marja’) tidak pernah menyatakan baiat (kesetiaan) kepada penguasa yang tidak Islami. Akibat fatwa Ayatullah Syirazi, marja’ Syiah saat itu, Inggris tidak mampu bertahan di Iran.

Di Irak yang merupakan pusat terbesar ilmu-ilmu Syiah, Saddam dengan segala kekuatan dan segenap usaha tidak mampu membasmi Syiah. Pada akhirnya, ia terpaksa mengakhiri usahanya itu. Ketika semua pusat ilmu lain di dunia selalu mengambil langkah beriringan dengan para penguasa, Hauzah Ilmiyah Qom justru menggulung singgasana kerajaan tirani Syah. Di Lebanon, Ayatullah Musa Shadr memaksa pasukan militer Inggris, Perancis, dan Israel melarikan diri. Keberadaan Israel juga terancam oleh sang Ayatullah dalam bentuk Hizbullah.

Setelah semua penelitian ini, kami sampai pada kesimpulan bahwa berbenturan langsung dengan Syiah akan banyak menimbulkan kerugian, dan kemungkinan menang atas mereka sangat kecil. Oleh sebab itu, kami mesti bekerja di balik layar. Sebagai ganti slogan lama Inggris: “Pecah-belah dan Kuasai” (Divide and Rule), kami memiliki slogan baru: “Pecah-belah dan Musnahkan” (Divide and Annihilate).
Rencana mereka sebagai berikut:
  1. Mendorong kelompok-kelompok yang membenci Syiah untuk melancarkan aksi-aksi anti-Syiah.
  2. Memanfaatkan propaganda negatif terhadap Syiah, untuk mengisolasi mereka dari masyarakat muslim lainnya.
  3. Mencetak buku-buku yang menghasut Syiah.
  4. Ketika kuantitas kelompok anti-Syiah meningkat, gunakan mereka sebagai senjata melawan Syiah (contohnya: Taliban di Afghanistan dan Sipah-e Sahabah di Pakistan).
  5. Menyebarkan propaganda palsu tentang para marjak dan ulama Syiah.
Orang-orang Syiah selalu berkumpul untuk memperingati tragedi Karbala. Dalam peringatan itu, seorang akan berceramah dan menguraikan sejarah tragedi Karbala, dan hadirin pun mendengarkannya. Lalu mereka akan memukul dada dan melakukan “upacara kesedihan” (azadari). Penceramah dan para pendengar ini sangat penting bagi kita. Karena, azadari-azadari seperti inilah yang selalu menciptakan semangat menggelora kaum Syiah dan mendorong mereka untuk selalu siap memerangi kebatilan demi menegakkan kebenaran. Untuk itu:
  1. Kita harus mendapatkan orang-orang Syiah yang materialistis dan memiliki akidah lemah, tetapi memiliki kemasyhuran dan kata-kata yang berpengaruh. Karena, melalui orang-orang inilah kita bisa menyusup ke dalam upacara-upacara azadari (wafat para imam ahlulbait).
  2. Mencetak atau menguasai para penceramah yang tidak begitu banyak mengetahui akidah Syiah.
  3. Mencari sejumlah orang Syiah yang butuh duit, lalu memanfaatkan mereka untuk kampanye anti-Syiah. Sehingga, melalui tulisan-tulisan, mereka akan melemahkan fondasi-fondasi Syiah dan melemparkan kesalahan kepada para marjak dan ulama Syiah.
  4. Memunculkan praktik-praktik azadari yang tidak sesuai dan bertentangan dengan ajaran Syiah yang sebenarnya.
  5. Tampilkan praktik azadari (seburuk mungkin), sehingga muncul kesan bahwa orang-orang Syiah ini adalah sekelompok orang dungu, penuh khurafat, yang di bulan Muharram melakukan hal-hal yang mengganggu orang lain.
  6. Untuk menyukseskan semua rencana itu harus disediakan dana besar, termasuk mencetak penceramah-penceram ah yang dapat menistakan praktik azadari. Sehingga, mazhab Syiah yang berbasis logika itu dapat ditampilkan sebagai sesuatu yang tidak logis dan palsu. Hal ini akan memunculkan kesulitan dan perpecahan di antara mereka.
  7. Jika sudah demikian, tinggal kita kerahkan sedikit kekuatan untuk membasmi mereka secara tuntas.
  8. Kucurkan dana besar untuk mempropagandakan informasi palsu.
  9. Berbagai topik anti-marja’iah harus disusun, lalu diserahkan kepada para penulis bayaran untuk disebarkan kepada masyarakat luas. Marja‘iah, yang merupakan pusat kekuatan Syiah, harus dimusnahkan. Akibatnya, para pengikut Syiah akan bertebaran tanpa arah, sehingga mudah untuk menghancurkan mereka.

Lalu, Siapa Yasser al-Habib?

Pernah, seorang pengunjung blog berkomentar mengenai tidak mungkinnya persatuan Syiah dan suni karena masih adanya caci-maki terhadap sahabat dan istri Nabi. Dalam komentarnya, dia juga memberi link sebuah video di YouTube untuk “membuktikan” klaim tersebut. Saya buka video tersebut dan tulisan di awal video adalah “YASIR AL-HABIB, di antara ulama Syiah yang terkemuka di abad 20.”
Saya membalas komentarnya begini, “Yasir Al-Habib? Ulama terkemuka abad 20? Terlalu berlebihan. Saya kasih contoh yang terkemuka: Ayatullah Khamenei, Ayatullah Sistani, Syekh Subhani, Husein Fadhlullah, dll.” Jadi, siapa Yasir Al-Habib?

Yasser al-Habib, begitu transliterasi dalam bahasa Inggrisnya, dilahirkan di Kuwait pada tahun 1979—masih muda untuk jadi ukuran ulama “terkemuka”. Dia adalah lulusan Ilmu Politik Universitas Kuwait.

Pandangannya dalam agama sangat ekstrim, termasuk mengenai sejarah wafatnya Fatimah putri Nabi saw. yang kerap kali kecaman dialamatkan kepada Khalifah Abu Bakar, Umar serta Ummulmukminin Aisyah ra. Makiannya yang dilakukan dalam sebuah ceramah tertutup ternyata tersebar dan membuatnya dipenjarakan oleh pemerintah Kuwait pada tahun 2003. Belum setahun, ia dibebaskan di bawah pengampunan Amir Kuwait (menurut pengakuannya dia bertawasul kepada Abul Fadhl Abbas), namun beberapa hari kemudian ditangkap lagi. Sebelum dijatuhi hukuman selama 25 tahun, ia pergi meninggalkan Kuwait.

Karena tidak mendapat izin dari pemerintah untuk tinggal di Irak dan Iran, ia mendapat suaka dari pemerintah Inggris. Sejak berada di Kuwait, ia sudah memimpin Organisasi Khaddam Al-Mahdi. Setelah mendapat suaka dari pemerintah Inggris, entah bagaimana organisasinya semakin “makmur”. Punya kantor, koran, hauzah, majelis, yayasan dan juga website sendiri. Karena perkembangannya yang cepat inilah muncul kecurigaan bantuan dana dari pemerintah Inggris. Kita semakin curiga, karena pemerintah Kuwait berulang kali meminta agar Yasser Al-Habib ditangkap namun ditolak oleh Interpol.

Hubungannya dengan Mesir, Iran, dan sebagian besar ulama Syiah nampaknya tidak harmonis. Dalam situsnya, ia kerap kali mengecam ulama rujukan sekelas, Imam Khomeini dan Ayatullah Ali Khamenei, bahkan tidak menganggapnya sebagai mujtahid dan marja’. Jadi bisa dikatakan bahwa Yasser Al-Habib sangat tidak merepresentasikan mayoritas ulama Syiah yang menghendaki persatuan dan perbaikan umat muslim. Tidak adil jika Anda mengutip pendapatnya dan menuliskan bahwa itu adalah pandangan (mayoritas) pengikut Syiah, padahal hanyalah pandangan pribadinya. Artikel lain yang patut dibaca mengenai rancangan CIA dalam menciptakan “ulama-ulama” palsu.

Imam Sayyid Ali Khamenei (mungkin Allah membuatnya lama)


bismillah.gif
salam.gif

Imam Sayyid Ali Khamenei (mungkin Allah membuatnya lama):

Saya memiliki cucu yang berusia dua setengah tahun dan bahkan tidak bisa bicara dengan benar. Beberapa hari yang lalu di sini adalah meja dan dia ingin membatalkan itu. Aku menyuruhnya untuk menahan diri dari hal itu. Dia bertanya mengapa. Aku suka bahwa ia meminta. Mengapa aku tidak marah itu? Ia pergi mencari alasannya. Kemudian ia menggaruk anak lain dan aku berkata: Kekasih, jangan lakukan itu. Dia bertanya mengapa? Hal ini sangat penting untuk meminta alasan. Kondisi ini akan berkembang. Ketika ia berusia 10 tahun, banyak pertanyaan muncul untuknya. Mengapa? Mengapa? Untuk apa? Jika anak ini kemudian delapan belas, sembilan belas tahun, pertanyaan yang lebih penting baginya akan muncul. Kita harus memiliki jawaban atas pertanyaan-pertanyaan ini.


Sayyid Nasrallah: Aku ingin menjadi terbuka untuk Anda. Saudara! Jika semua ulama pergi ke lembah dan Imam Khamenei di lembah, maka Anda pergi ke lembah, di Imam Khamenei juga pergi!
 
wfjwfgdrir4.jpg


 

Nasrullah Tolak Saad Hariri Pimpin Kabinet


Sekjen Hizbullah Lebanon, Sayid Hassan Nasrullah baru-baru ini mengeluarkan statemen menyikapi transformasi terbaru Lebanon terutama masalah pengadilan internasional kasus teror mantan Perdana Menteri Lebanon Rafiq Hariri, dan para saksi palsu di pengadilan kontroversial itu. Nasrullah terang-terangan menentang keputusan pengadilan internasional kasus Rafiq Hariri, karena keputusan itu ditunggangi kepentingan Amerika Serikat dan Israel.

Menyinggung tuntutan kelompok 8 Maret 2011, Nasrullah menegaskan bahwa pihaknya mendesak pencabutan dukungan nasional Lebanon terhadap pengadilan internasional, penarikan jaksa Lebanon dari pengadilan itu dan pemutusan hubungan pemerintah dengan pengadilan tersebut.

Menyikapi ketidakperdulian Saad Hariri dan kelompok 14 Maret 2011 terhadap tuntutan Hizbullah dan kubu 8 Maret, Nasrullah menyatakan pihaknya keluar dari pemerintahan yang berbuntut bubarnya kabinet Hariri. Pemerintahan Lebanon bubar, karena kubu 14 Maret masih mematuhi dikte Barat terutama mengenai urusan dalam negeri dan pengadilan internasional kasus teror Rafiq Hariri.

Sekjen Hizbullah Lebanon mengungkapkan bahwa kelompok oposisi pemerintah tidak menginginkan Saad Hariri kembali menjabat sebagai perdana menteri negara ini. Menurut Nasrullah, kerjasama dengan pemerintah saat ini tidak menguntungkan kepentingan nasional Lebanon. Ditegaskannya, kelompok 14 Maret 2011 hendak merusak Lebanon dari dalam dengan mengamini dikte asing yang berakibat bubarnya pemerintahan.

Statemen tegas Sekjen Hizbullah mengenai transformasi terbaru mengemuka di saat pengadilan internasional kasus teror Rafiq Hariri dalam waktu dekat akan mengeluarkan keputusannya. Padahal berbagai kelompok oposisi Lebanon dan opini publik negara ini mendesak pembubaran pengadilan yang disetir Barat itu.
Penolakan faksi-faksi politik dan rakyat Lebanon terhadap pengadilan internasional kasus teror Rafiq Hariri menunjukkan tidak adanya legitimasi pengadilan tersebut di mata mayoritas publik negara ini.

Para pengamat politik menilai kinerja politis pengadilan internasional kasus teror Hariri memicu instabilitas Lebanon, dan friksi antarfaksi politik di negara ini. Dengan demikian tokoh-tokoh Lebanon, termasuk Nasrullah memperingatkan untuk mewaspadai konspirasi Barat melalui pengadilan internasional kasus teror Rafiq Hariri. Ditegaskannya, konspirasi ini berhasil dilumpuhkan berkat kewaspadaan rakyat dan muqawama Lebanon.

Transformasi politik Lebanon dan sikap bungkam kabinet Saad Hariri menunjukan kepada Amerika Serikat dan sekutunya di Lebanon, bahwa kekuatan dan stabilitas Lebanon berkat tekad kuat rakyat, bukan mengekor konspirasi Barat maupun rezim Zionis.

Sumber: IRIB Indonesia

Lebanon Can't Escape The Shadow Of Hariri's Murder



by Robert Fisk

Five years after the former prime minister was killed, rising sectarian tensions and a teetering government are threatening a new conflict.

I guess that you have to live here to feel the vibrations. Take last week, when I instinctively ducked on my balcony – so did the strollers on the Corniche – at the supersonic sound of an F-16 fighter aircraft flashing over the seafront and the streets of Beirut.


What message were the Israelis sending this time? That they do not fear the Hezbollah?

That they can humiliate Lebanese Prime Minister Saad Hariri?

Heaven knows, they hardly need to do that, when Hariri has several times taken the desolate road to Damascus for a friendly chat with the man he believes murdered his father Rafiq, President Bashar al-Assad.

But who cares about the Israeli plane? Supposing a Syrian MiG had buzzed Tel Aviv during a busy shopping day last week? Hillary Clinton would be shrieking condemnation from the State Department, UN Secretary General Ban Ki Moon would have solemnly warned Syria of the consequences and the Israelis would be pondering an air strike on Syria to teach President Assad a lesson. But no.

The Israeli overflight was a clear contravention of UN Security Council Resolution 1701 – Israel breaks 1701 every day with overflights, but not at this low level – and I could find not a single report of the incident in the American press. The Israelis are the good guys. The rest are bad.

Then came the story of the priest who died at the Maronite archdiocese at Sarba last week, overcome by smoke. Poor Father Pierre Khoueiry had fallen two floors off a balcony after his building caught fire – two other priests had made it safely out of the house – and the church explained that the cause was an electrical fault.

It was obviously true: I saw the junction box that had burned out.

But OTV brazenly led its nightly local news by suggesting that this could be the continuation of fundamentalist attacks on churches in Iraq and Egypt. Beirut's outraged information minister, Tark Mitri, complained bitterly of the "irresponsible coverage" of the church tragedy.

In Lebanon these days, just a hint of sectarianism can set the political petrol alight. Of course, we can dismiss this nonsense. Didn't 20,000 young Beirutis run a marathon round the entire city on Sunday, beating drums and clashing symbols and dancing the "dabka" in the streets? Sure. But why has my landlord welded a new steel door over his French windows? And why has he installed a security light at the back which illuminates my kitchen all night?



Maybe it's the sulphurous language of Lebanon's hopeless politicians. Ever since Sayed Hassan Nasrallah, the Shia Muslim Hezbollah chairman who handed over an Israeli assault rifle to Iran's president in Beirut, urged Lebanese to reject the Hague Tribunal investigating Rafiq Hariri's death – Nasrallah believes leading Hezbollah members will be accused – we've been waiting for the cabinet to fall.

The French ambassador believes Prime Minister Hariri will not last this week. I think he's wrong, but I worried about my predications when Hezbollah and the largely Shiite opposition refused to join President Michel Sleiman's reconciliation conference nine days ago. Under a crafty arrangement engineered by the Emir of Qatar, the Christian-Sunni majority in the Lebanese cabinet can make decisions. But the opposition and the Hezbollah have veto rights. Yet when the opposition won't come to the president for talks with the rest of the government, it seems they don't even care about their veto.

Christian politicians flocked up to their Patriarch, Cardinal Nasrallah Sfeir, thus once again turning the Maronite Church into a political party – though that's not surprising when the other Nasrallah (the Hezbollah one) has turned the Shiites into proxies for the Iranians.

Others (please read Hezbollah, the Shiites and Iran) were trying "to impose on the Lebanese an impossible and unjust formula – deny justice in order to preserve civil peace, or sacrifice civil peace for the sake of justice".

Michel Aoun, a cracked Christian ex-general whose own party supports the Hezbollah in the vain hope they will make him president – Nasrallah enjoys telling the world this alliance gives him cross-sectarian support – would also be happy to see the tribunal abandoned. Even Druze leader, Walid Jumblatt, whose politics perform a windmill cycle every three or four years, now says that its existence is not as important as "the serenity of Lebanon". Needless to say, Madame Clinton has been on the phone to Hariri, nagging him to disarm Hezbollah and to stick to the tribunal. In Washington, this makes sense. In Lebanon, she sounds as if she is mad.

Why? Shiites are the largest community in Lebanon, yet their sons and brothers make up a majority of the Lebanese national army.

It's not that the Hezbollah have infiltrated the ranks. It's just that since the Christian and Sunni elites have maintained the Shiites in comparative poverty, the youngest sons need a job and are sent off to the army. Think Manchester or Glasgow between the wars.

Furthermore, the Lebanese army is top heavy with generals and colonels. As Carnegie scholar Nadim Hasbani pointed out, the minister of national defence tried vainly to open an account with the Central Bank, to which private citizens could donate money to support the army's weapons procurements. There is, in reality, no account because by law the cabinet must organise any such budgetary arrangement. Anyway, how can a national army organise its weapons purchases on the basis of charitable donations?

But back to the Shiite soldiers. If they were indeed ordered to march south Grand Old Duke of York-style, does anyone believe that these young men are going to bash their way into their own Shiite homes to shoot their Hezbollah brothers, fathers and cousins to a chorus of White House cheers?

No, they would refuse and the Christian-Sunni soldiers would be tasked to attack the armed Shiites. The army would split. That's how the civil war started in 1975.

Does Madame Clinton – and France's foppish foreign minister, the saintly Bernard Kouchner who has turned up in Beirut to support the tribunal – want another civil war in Lebanon?

There's another problem. Given their numbers, the Shiites are grossly under-represented in the Lebanese parliament and government. And there's been an unspoken – certainly unwritten – agreement in Beirut that to compensate for their lack of political power, the Shiites can have a militia.

If God was to tell Nasrallah to disarm the Hezbollah – he would surely obey, for no-one else in the region would dare to make such a request – then Nasrallah would immediately demand an increase in Shiite numbers in government, commensurate with his perhaps 42 per cent of the population.

There would, therefore, in effect, be a Shiite government in Lebanon.

Is that what Clinton and poor old Obama want? Another Shiite Arab state to add to the creation of the Shiite Iraqi state which they have bestowed upon the Saudis and the rest of the Arab Sunnis as a neighbour?

Hezbollah risk, of course, getting what the Lebanese call "big noses". In other words, if the Hezbollah's noses get too big, someone will cut them off.

It's one thing for Nasrallah and his armed militia – along with the gentleman from Tehran – to spit at the Americans. But the UN is a legitimate international body; the place of recourse – however hopelessly – of the oppressed and benighted of the world.

Indeed, there was a time when the Hezbollah hung religiously – or almost religiously – on every UN resolution remotely critical of Israel.

Yet does Mr Ban really want to take on the Hezbollah? For he knows all too well that if the Hezbollah have "big noses", the Hezbollah have the UN, so to speak, by the balls (always supposing the UN has any).

For down along the Lebanese border are 13,000 UN soldiers, including NATO armoured units from France, Germany and Belgium – and China, while we're at it – with a clutch of NATO generals in command. They are supposed to be keeping Hezbollah weapons out of the area between the Litani river and the border, but for the first time last week the UN commander admitted that without the power of entering civilian homes – he needs Lebanese military permission for that (no laughter) – he cannot be sure there are no arms in his operational area.

All this goes back to a massive explosion earlier this year when a vast store of weapons exploded east of Tyre. A slightly unhinged French UN colonel – mercifully now back in Paris – ordered French and German soldiers to go pushing through front doors of the locals to look for guns. He had been warned by Lebanese army intelligence officers not to insult civilians. He paid no attention.

Then French peacekeepers on patrol in southern Lebanon found themselves pelted with stones. The Hezbollah said that the explosion was of old Israeli munitions left over from the 2006 war. (Hollow laughter here).

The Israelis then cashed in on the whole affair, producing aerial photographs – taken from a pilot-less drone, the principal weapon in the next Hezbollah-Israel war – with a claim that they showed an unexploded missile being loaded onto the back of a truck in the same village, watched by three Hezbollah gunmen. Quick as a flash, the Hezbollah came up with a videotape showing the same truck. But the "missile" was a damaged roll-up garage door and – alas for Israel – the three "gunmen" were clearly identifiable as members of the UN's French battalion.

Then last week came further humiliation, when a gang of unarmed Hezbollah housewives grabbed a briefcase of secret documents from two hapless UN tribunal investigators as they tried to find telephone records in a south Beirut gynaecological clinic.

Even several anti-Nasrallah and pro-government supporters in Beirut could scarcely suppress their laughter when the Hezbollah duly paraded two donkeys through the streets, each bearing a perfect replica of the blue UN shield beneath their furry necks. But again, do not laugh too easily. In the Arab world, the donkey is regarded as the most humiliating of beasts, worthy of execution. So watch out the UN. And back to the Israelis, who roar as much about "world terror" as Nasrallah does about the inevitable doom of Israel. This time it was the head of Israeli military intelligence Amos Yaldin – never regarded in Lebanon as the brightest of men – who told the Knesset foreign affairs committee in Jerusalem that Hezbollah could take over the whole of Lebanon "in a few hours".

Israeli defences were being undermined by Hezbollah's missiles and increasing the likelihood of conflict, he said – he was right there – but then he went into the same apocalyptic mode as all the other Israeli generals who have come to grief in Lebanon.

The next war, he said, will be far more devastating than any other in Lebanon – this is difficult to imagine – and "it will not be similar to anything we have grown accustomed to during the Second Lebanon War or (the) Cast Lead (operation in Gaza)."

Now this is very odd stuff, because the third Lebanon war – which Yaldin was predicting – took place in 1993, a massive bombardment that emptied southern Lebanon of almost a million people.

The first Israel-Lebanon war was the invasion of 1978 – Operation Litani, which Yaldin obviously forgot – and then came the second Lebanon war in 1982 (Operation Peace for Galilee), which Yaldin weirdly thinks was the first conflagration.

Then came the 1993 conflict, and then the 1996 war (Operation Grapes of Wrath) and then the 2006 Hezbollah war. So the next war – after the past five failures – will be Israel's sixth.

So what does all this mean?

Well, what we are seeing is an horizon of foreign powers all longing to interfere in Lebanon as they did during the country's merciless 1975-90 civil war. Washington is ranting about the tribunal's importance, so is France – the Brits, whose diplomats talk to the Hezbollah, are quietly and wisely asking if there might be a postponement of the tribunal's accusation – while the Syrians and Iranians are crowing at the UN's crisis.

The Israelis are, as usual, threatening semi-Armageddon.

The Saudis, who back the Sunnis – Hariri holds a Saudi passport – have been trying to mediate.

So, in a backward way, have the Syrians. A week ago, Syria's ambassador to Lebanon, Ali Abdul-Karim Ali, invited to lunch both the Saudi ambassador, Ali Awad al-Assiri, and his opposite number in the Iranian embassy, Ghadanfar Rokon Abadi, an old Beirut hand who was here during the 1996 war. All of which suggests the Muslim nations of the region don't particularly want a civil war.

And the Lebanese? My driver Abed, as good a weather vane as any, used to have a small black sticker attached to his car mirror. "Haqiqa", it said.

The Truth. He expected the tribunal would tell him the truth about who killed Rafiq Hariri.

While I was away this summer, with great sadness, he tore it down.

Source here.

Hizbullah akan Menetap di Suriah

"Perlawanan selalu berada di garis depan membela warga, kota-kota dan negaranya. Gerakan perlawanan Hizbullah tidak akan menunggu strategi lokal tidak juga menunggu kesepakatan atau konsensus. "


Gerakan perlawanan Libanon, Hizbullah, mengatakan kelompoknya dengan teguh akan terus memerangi kelompok militan Takfiri yang beroperasi di Suriah.  Hassan Fadlallah, seorang anggota parlemen yang mewakili gerakan perlawanan Libanon, mengatakan pada hari Minggu (21/7/2014) bahwa strategi pertahanan Hizbullah tidak akan terpengaruh oleh kekhawatiran atas negosiasi atau konsensus, demikian surat kabar Libanon, The Daily Star, melaporkan. 

"Perlawanan selalu berada di garis depan membela warga, kota-kota dan negaranya. Gerakan perlawanan Hizbullah tidak akan menunggu strategi lokal tidak juga menunggu kesepakatan atau konsensus. ".
Fadlallah lebih lanjut mengatakan gelombang kelompok Takfiri di Irak dan Suriah merupakan bagian dari plot yang menargetkan Libanon. 

Menuurtnya, intervensi Hizbullah di Suriah dimaksudkan untuk mencegah teroris Takfiri  masuk ke Libanon untuk menduduki negara itu.

Pada bulan Maret, Sekretaris Jenderal Hizbullah Sayyed Hassan Nasrallah mengatakan elemen-elemen Takfiri akan menghancurkan semua militer Libanon jika pejuang gerakan perlawanan Hizbullah tidak melakukan tindakan preventif di Suriah.(IT)

Sumber: Abna

Terkait Berita: