Matahari sudah semakin
tinggi pertanda siang hari telah tiba. Keadaan pasar seperti biasa, dipenuhi
oleh orang ramai yang datang silih berganti untuk menyediakan keperluan hidup
mereka. Di antara mereka tampak seorang lelaki berpostur tinggi dengan tubuh
perkasa yang menarik perhatian banyak orang. Wajahnya terbakar oleh sengatan
sinar matahari. Dengan langkah yang pasti, dia memasuki pasar Kufah. Saat itu,
salah seorang pedagang pasar yang asyik duduk di depan tokonya, menyadari
kedatangan lelaki tsb. Tiba-tiba muncul niat kotornya untuk membuat
rekan-rekannya tertawa dengan melontarkan batu dan tanah ke arah lelaki itu.
Lelaki tersebut
memalingkan wajahnya dan memandang ke arah orang yang melontarkan batu
kepadanya. Tetapi tanpa merasa tersinggung, dia membiarkan peristiwa itu
berlalu dan terus melanjutkan perjalanannya. Rekan si penjual itu bukan saja
tidak tertawa menyaksikan perbuatan kawan, bahkan dengan rasa gusar dan gelisah
berkata kepadanya, "Tahukah engkau siapa yang engkau permainkan
tadi?"
Si penjual tersebut
menjawab, "Tidak, aku tidak mengenalnya. Menurutku, dia tidak berbeda
dengan ratusan orang lain yang lalu lalang di sini setiap hari di hadapan mata
kita. Bukankah begitu?"
Salah seorang dari rekan
si penjual itu dengan amat gusar sehingga wajahnya berkerut, berkata,
"Hei! Bodoh! Tidakkah engkau mengenalinya? Lelaki yang baru lewat itu
adalah Malik Asytar, komandan tentara Islam yang terkenal. Kita banyak
terhutang budi kepadanya karena pengorbanan dan keberaniannya di medan perang.
Celaka engkau! Tidakkah engkau tahu siapa yang telah engkau permainkan
tadi?"
Mendengar nama Malik, si
pedagang menggigil ketakutan. Dia sungguh menyesali perbuatannya. Dia bahkan
sanggup melakukan apa saja demi menebus kesalahannya. Matanya menjadi gelap.
Dia tidak tahu kepada siapa harus mengadu. Dalam hati dia berkata, "Aku
telah melakukan perbuatan yang bodoh. Aku telah mempermainkan komandan pasukan
Islam. Tentu aku akan dihukumnya"
Si pedagang mengambil
keputusan untuk pergi menemui Malik Asytar. Bagaimanapun juga dia akan meminta
maaf kepadanya. Dia berlari-lari mencari Malik. Tidak lama kemudian, dia
berhasil menemukan Malik yang tengah berjalan di kejauhan. Malik membelokkan
langkahnya menuju masjid. Si pedagang itupun dengan hati yang bergoncang hebat
menuruti langkah Malik dan masuk ke dalam masjid. Dia tidak berani menghampiri
Malik. Panglima perang Islam itu berdiri menunaikan shalat. Si penjual
memandang ke arah Malik. Malik Asytar, dengan kekhusyukan penuh melaksanakan
ibadahnya. Sayup-sayup terdengar suara merdu Malik yang tengah melaksanakan
shalat. Suara itu menenangkan hati si pedagang pasar.
Selepas shalat, Malik
berdoa. Tak lama setelah beliau selesai memanjatkan doa, perlahan-lahan si
pedagang mendatangi Malik. Dia lantas menjatuhkan diri dan bersimpuh di kaki
Malik. Dengan suara bergetar dia berkata, "Wahai Malik Asytar, aku telah
melakukan perbuatan yang bodoh. Aku tidak mengenalimu. Aku memohon kepadamu
untuk memaafkanku. Demi Allah, aku tidak mengenalimu. Engkau adalah seorang
lelaki yang mulia dan terhormat.
Malik Asytar, dengan
perlahan-lahan mengangkat lelaki tersebut dan meletakkan tangannya ke atas bahu
orang itu. Si lelaki itu dengan susah-payah menatap mata Malik. Malik Asytar
dengan lembut berkata, "Aku bersumpah demi Tuhan, bahwa kedatanganku ke
masjid ini adalah karena engkau. Sebab aku tahu bahwa karena kejahilanmu,
engkau mengganggu orang tanpa sebab. Aku sedih melihatmu. Aku datang ke masjid
ini untuk berdoa buatmu dan aku meminta dari Tuhan supaya memberimu petunjuk ke
jalan yang benar dan menjauhkan dirimu dari dosa."
Mendengar kata-kata
Malik dan menyaksikan sendiri sifat pemaaf ksatria Islam ini, dia semakin
merasa malu. Dia mengucapkan terima kasih kepada Malik Asytar dan kembali ke
tempat kerjanya.